Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul. Tidak seperti gangguan perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi prosedur yang standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-persolan perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.
Dibawah ini ada 10 jenis terapi yang benar-benar diakui oleh para professional dan memang bagus untuk autisme. Namun, jangan lupa bahwa Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda.
1) Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
2) Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.
Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
3) Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.
4) Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
5) Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya.
6) Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
7) Terapi Perilaku.
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,
8) Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
9) Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode …………. Dan PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).
Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur yang ada dan ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari beberapa treatment yang diakui saat ini. Menjadi keharusan bagi orang tua untuk mencari tahu dan mengenali treatment yang dipilihnya langsung kepada orang-orang yang profesional dibidangnya. Sebagian dari teknik ini adalah program menyeluruh, sedang yang lain dirancang menuju target tertentu yang menjadi hambatan atau kesulitan para penyandangnya.
• Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied Behavior Analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan Discrete Trial Training atau Intervensi Perilaku Intensif.
• Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal sebagai Floortime.
• TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication – Handicapped Children).
• Biological Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb.).
• Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan proses auditory/pendengaran.
• Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (Picture Exchange Communication System), bahasa isyarat, strategi visual menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan pendukung-pendukung komunikasi lainnya.
• Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lngkungan sosial lainnya.
• Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada Occupational Therapy (OT), Sensory Integration Therapy (SI) dan Auditory Integration Training (AIT).
Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua, maka sangat penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Sangat disayangkan masih minim data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis terapi yang dapat dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme. Sangat banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang ada didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh terkontrol. Sangat tidak mungkin mengkontrol semua variabel yang ada sehingga data yang dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat.
Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu, misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi perilaku sebagai basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini. Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh orang tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun demikian, tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau kemajuan yang nyata selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara konsisten. Bila terlihat kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan. Tetap bersikap obyektif dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan perilaku lainnya.
SUMBER: No name; 2010; Autisme; http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme; 11Maret2010
No name; 2010; 10 Jenis Terapi Autisme; http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/10-jenis-terapi-autisme; 11Maret2010
Minggu, 30 Mei 2010
penanganan autis
Penanganan yang jelas dan terarah sesuai dengan kebutuhan anak penting dalam menentukan perbaikan perkembangan anak-anak gangguan autistik. Oleh karena itu, jika anak ingin diterapi pilihlah tempat terapi yang baik dengan metode jelas dan melibatkan orangtua agar orangtua terlibat dalam melatih anaknya di rumah. Tidak semua anak memerlukan obat dari dokter.
Keterlibatan orangtua memang sangat menentukan. Seberat apapun kondisi anak, umumnya ia memiliki kemampuan yang menonjol di bidang tertentu. Dengan mengetahui kondisi dan kemampuan anaknya, orangtua dapat memilih kurikulum yang tepat bagi anak. Anak tidak harus belajar berbagai ilmu yang tidak disukainya.
Orangtua harus dapat melihat dan menerima kondisi anak, dan mengoptimalkan anak sesuai dengan kondisi yang dimilikinya.
Untuk mengetahui dan menangani anak yang diduga mengalami gangguan autis atau tidak, diperlukan:
1. Skrining
Bentuk skrining ada beberapa macam. Bentuknya berupa pertanyaan kepada orangtua anak. Skrining dapat dilakukan untuk semua anak. Jika hasil skrining menunjukkan adanya gangguan, sebaiknya orangtua mengadakan kunjungan ke dokter untuk melakukan assessment. Skrining digunakan untuk mengetahui apakah anak mengalami ganguan autis. Skrining dapat dilakukan mulai usia 11 bulan. Di bawah usia ini belum diketahui apakah bayi memiliki masalah dalam interaksi sosial atau tidak.
2. Assessment
Assessment seperti skrining yang lebih dalam lagi. Umumnya dilakukan beberapa kali dengan mengajukan berbagai pertanyaan kepada orangtua, sementara anak dibawa untuk diobservasi. Para ahli akan melihat IQ anak, gangguan perilaku, interaksi, hiperaktif atau tidak, seberapa besar gangguan interaksinya, dan lain-lain. Assessment diperlukan untuk menentukan langkah selanjutnya yang haus dilakukan. Contoh: apakah anak membutuhkan terapi khusus, atau anak hanya perlu stimulasi yang dilakukan orangtuanya setiap hari.
3. Terapi
Terapi ini diberikan sesuai dengan keperluan anak. Ada anak yang membutuhkan terapi dengan obat-obatan, terapi sensorik (dengan berbagai latihan), terapi individual (terapi wicara), dan lainnya.
Autistik berat mungkin tidak dapat disembuhkan 100%. Namun jika diketahui secara dini, paling tidak gejalanya dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
Penanganan Autisme di Indonesia
Intensitas dari treatment perilaku pada anak dengan autisme merupakan hal penting, namun persoalan-persoalan mendasar yang ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu. Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, beberapa fakta yang dianggap relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia diantaranya adalah:
1. Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia. Orang tua selalu menjadi pelopor dalam proses intervensi sehingga pada awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak dengan autisme dibangun berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin kelangsungan pendidikan anak mereka sendiri.
2. Belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia. Tidak cukup dengan hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur kehidupan anak-anak Indonesia.
3. Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak di deteksi secara dini sehingga ketika anak menjadi semakin besar maka semakin kompleks pula persoalan intervensi yang dihadapi orang tua. Para ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autisme belum tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.
4. Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.
5. Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya pengetahuan baik secara klinis maupun praktis yang didukung dengan validitas data secara empirik (Empirically Validated Treatments/EVT) dari penanganan-penanganan masalah autisme di Indonesia. Studi dan penelitian autisme selain membutuhkan dana yang besar juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun secara etis tentunya tidak ada orang tua yang menginginkan anak mereka menjadi percobaan dari suatu metodologi tertentu. Kepastian dan jaminan bagi proses pendidikan anak merupakan pertimbangan utama bagi orang tua dalam memilih salah satu jenis treatment bagi anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah maka semakin terbuka informasi bagi masyarakat luas mengenai pengetahuan-pengetahuan baik yang bersifat klinis maupun praktis dalam proses penanganan masalah autisme di Indonesia.
SUMBER: No name; 2008; Penanganan Autis; http://www.bayimilna.com/tips/tips-sehat/penanganan-autis.aspx; 11Maret2010
No name; 2010; Autisme; http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme; 11Maret2010
Keterlibatan orangtua memang sangat menentukan. Seberat apapun kondisi anak, umumnya ia memiliki kemampuan yang menonjol di bidang tertentu. Dengan mengetahui kondisi dan kemampuan anaknya, orangtua dapat memilih kurikulum yang tepat bagi anak. Anak tidak harus belajar berbagai ilmu yang tidak disukainya.
Orangtua harus dapat melihat dan menerima kondisi anak, dan mengoptimalkan anak sesuai dengan kondisi yang dimilikinya.
Untuk mengetahui dan menangani anak yang diduga mengalami gangguan autis atau tidak, diperlukan:
1. Skrining
Bentuk skrining ada beberapa macam. Bentuknya berupa pertanyaan kepada orangtua anak. Skrining dapat dilakukan untuk semua anak. Jika hasil skrining menunjukkan adanya gangguan, sebaiknya orangtua mengadakan kunjungan ke dokter untuk melakukan assessment. Skrining digunakan untuk mengetahui apakah anak mengalami ganguan autis. Skrining dapat dilakukan mulai usia 11 bulan. Di bawah usia ini belum diketahui apakah bayi memiliki masalah dalam interaksi sosial atau tidak.
2. Assessment
Assessment seperti skrining yang lebih dalam lagi. Umumnya dilakukan beberapa kali dengan mengajukan berbagai pertanyaan kepada orangtua, sementara anak dibawa untuk diobservasi. Para ahli akan melihat IQ anak, gangguan perilaku, interaksi, hiperaktif atau tidak, seberapa besar gangguan interaksinya, dan lain-lain. Assessment diperlukan untuk menentukan langkah selanjutnya yang haus dilakukan. Contoh: apakah anak membutuhkan terapi khusus, atau anak hanya perlu stimulasi yang dilakukan orangtuanya setiap hari.
3. Terapi
Terapi ini diberikan sesuai dengan keperluan anak. Ada anak yang membutuhkan terapi dengan obat-obatan, terapi sensorik (dengan berbagai latihan), terapi individual (terapi wicara), dan lainnya.
Autistik berat mungkin tidak dapat disembuhkan 100%. Namun jika diketahui secara dini, paling tidak gejalanya dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
Penanganan Autisme di Indonesia
Intensitas dari treatment perilaku pada anak dengan autisme merupakan hal penting, namun persoalan-persoalan mendasar yang ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu. Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, beberapa fakta yang dianggap relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia diantaranya adalah:
1. Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia. Orang tua selalu menjadi pelopor dalam proses intervensi sehingga pada awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak dengan autisme dibangun berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin kelangsungan pendidikan anak mereka sendiri.
2. Belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia. Tidak cukup dengan hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur kehidupan anak-anak Indonesia.
3. Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak di deteksi secara dini sehingga ketika anak menjadi semakin besar maka semakin kompleks pula persoalan intervensi yang dihadapi orang tua. Para ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autisme belum tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.
4. Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.
5. Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya pengetahuan baik secara klinis maupun praktis yang didukung dengan validitas data secara empirik (Empirically Validated Treatments/EVT) dari penanganan-penanganan masalah autisme di Indonesia. Studi dan penelitian autisme selain membutuhkan dana yang besar juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun secara etis tentunya tidak ada orang tua yang menginginkan anak mereka menjadi percobaan dari suatu metodologi tertentu. Kepastian dan jaminan bagi proses pendidikan anak merupakan pertimbangan utama bagi orang tua dalam memilih salah satu jenis treatment bagi anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah maka semakin terbuka informasi bagi masyarakat luas mengenai pengetahuan-pengetahuan baik yang bersifat klinis maupun praktis dalam proses penanganan masalah autisme di Indonesia.
SUMBER: No name; 2008; Penanganan Autis; http://www.bayimilna.com/tips/tips-sehat/penanganan-autis.aspx; 11Maret2010
No name; 2010; Autisme; http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme; 11Maret2010
penyusupan bahasa pada penyandang autisme
Apabila melihat bahwa anak-anak autistik memiliki kecerdasan yang bervariasi, bahkan dikatakan bahwa sebagian besar mengalami keterbelakangan mental, terapi dapat disesuaikan dengan kemampuan mereka mencerna pelajaran. Oleh karena itu, sebelum melakukan terapi bahasa, perlu mengetahui intelegensi dan kemungkinan seberapa jauh mereka akan mampu menguasai materi pendidikan serta mengetahui dan mengelola perilaku autistik yang mengganggu.
Masalah yang dimiliki anak-anak penyandang autisme saat mempelajari kata-kata sederhana adalah begitu banyak kalimat mereka memiliki ciri ekolali (membeo/mengulang kata) dan mengapa penggunaan bahasa mereka sering tidak memiliki kreativitas dan daya cipta, dan membatasi diri pada pengulangan kalimat yang telah diucapkan orang lain (Peeters, 2004:66). Namun demikian, bahasa harus menjadi bagian dari diri penyandang autisme. Mereka harus mengenal dan menguasai bahasa agar dapat berinteraksi sosial. Oleh karena itu, pada para austistik masalah pemaknaan dan pemahaman tentang makna benda-benda, kejadian, dan orang lain harus dihadirkan lebih dahulu (Peeters, 2004:19). Selain itu, perlu untuk memahami “lebih dari persepsi literal/tanggapan harfiah” (Peeters, 2004:29). Hal ini disebabkan para penyandang autisme sangat kesulitan untuk memahami sesuatu yang bersifat abstrak. Mereka tidak akan mengerti tentang norma, ketuhanan, dan rasa. Oleh karena itu, lebih mudah menyusupkan pada diri mereka kata-kata yang bersifat konkrit.
Tentu saja penyusupan bahasa pada penyandang autisme tidak langsung dengan mempelajari bahasa berupa kalimat lengkap. Dengan demikian, perlu adanya tahapan-tahapan dalam mengembangkan bahasa. Tahapan-tahapan perkembangan bahasa selalu dimulai dengan kalimat satu kata atau holoprase yang telah mencerminkan suatu hubungan konseptual (Mar’at, 2005:58). Dari segi bahasa tulis, pelekatan bahasa dimulai dengan pengenalan seluruh abjad alfabet. Kemudian berlanjut pada penyukuan yang terdiri atas dua huruf (gabungan huruf vokal dan konsonan). Setelah itu, penggabungan penyukuan atau pengulangan penyukuan yang dikaitkan dengan pemahaman makna benda-benda, kejadian, dan orang lain. Hingga pada akhirnya pengenalan kata dan tanda baca. Begitu tahap berikutnya telah dirambah, tahap sebelumnya tetap dimunculkan kembali. Cara semacam ini dilakukan secara terus-menerus untuk mengetahui daya konsentrasi dan pemahaman penyandang autisme terhadap bahasa.
Merasuknya bahasa pada diri penyandang autisme diawali dengan kontak mata. Kontak mata sangat perlu agar perhatian penyandang autisme terfokus dan mereka mengenal lawan bicara. Dari kontak matalah dapat diketahui kesiapan penyandang autisme untuk dirasuki bahasa dalam bentuk rentetan kata-kata bermakna. Setelah kontak mata, tahap selanjutnya adalah kontak fisik. Lewat sentuhan dan rabaan, penyandang autisme dikenalkan pada benda dan kata, situasi dan kata, atau tempat dan kata. Sentuhan fisik disertai dengan pelafalan kata sangat penting untuk meningkatkan pemahaman penyandang autisme terhadap makna suatu kata.
Kesuksesan bahasa menyusup ke diri penyandang autisme sangat ditentukan oleh kemampuan penyandang autisme tersebut berkonsentrasi. Mempertahankan konsentrasi merupakan latihan terberat bagi penyandang autisme. Konsentrasi bisa dibangun dengan cara menyadarkan mereka pada apa yang harus dikerjakan. Penyadaran ini dapat dilakukan dengan cara memanggil nama mereka secara berulang-ulang dengan suara nyaring, sentuhan, memberikan atau menunjukkan hal-hal atau benda-benda yang disukai, dan pemaksaan.
Hal yang perlu diingat selama proses menjalin terapi bahasa ini adalah tidak menirukan kata-kata penyandang autisme; walaupun sekadar ekolali, karena hal ini bisa memancing amarah dan merusak konsentrasi penyandang autisme. Selain itu, terapi sebaiknya dilakukan secara individual dalam suatu ruang tertutup sehingga perhatiannya tidak mudah terpecah.
Bahasa dan Autisme
Para penyandang autisme dianggap sudah mampu berbahasa jika sudah bisa diajak berbicara dan mampu menulis. Walaupun apa yang dikatakan atau ditulis itu sebatas hanya memenuhi tuntutan yang ditujukan pada dirinya atau kata-katanya terbatas kata-kata kunci yang dianggap cukup memenuhi keinginan lawan bicaranya.
Memang ada penyandang autisme yang memiliki IQ melebihi anak normal. Bahkan, ada penyandang autis yang menduduki peringkat teratas mengalahkan anak normal di sekolah umum. Ini dikarenakan otak kanan mereka masih normal. Pada anak-anak autistik ini seringkali diharapkan memiliki suatu kepandaian istimewa. Sesungguhnya anak penyandang autisme yang memiliki intelegensi tinggi (IQ lebih dari 70) hanya sekitar sepertiga dari seluruh penyandang autisme. Semakin tinggi intelegensinya dan semakin besar kemampuan komunikasinya maka semakin besar kemungkinannya mengikuti pendidikan umum bersama anak-anak normal. Integrasi semacam itu sangat bermanfaat bagi anak tersebut karena dia banyak memeroleh kesempatan belajar bersosialisasi dengan orang lain. Bagi anak-anak autistik yang memiliki kemampuan intelegensi semakin rendah, dia bisa dipersiapkan untuk mengikuti program pendidikan yang secara prinsip sama dengan anak-anak tunagrahita dengan intelegensi setara. Namun, harus diingat bahwa anak penyandang autisme memiliki keterbatasan atau gangguan lain yang sangat perlu diperhatikan, seperti komunikasi, sosialisasi, gangguan memfokuskan perhatian, ada juga yang hiperaktif, dan sebagainya. Maka selain program yang sesuai dengan tingkat intelegensinya, perlu penyesuaian program dengan gangguan autistiknya dan akhirnya metode pelaksanaan program pun harus disesuaikan. Justru di situlah keunikan pendidikan anak penyandang autisme. Misalnya seorang anak penyandang autisme memiliki IQ 65, tetapi komunikasi hampir tidak ada, dia perlu program khusus dan penanganan terpadu seperti misalnya melibatkan terapis wicara (Hadriami, 2002:152).
Akhirnya sampailah pada suatu simpulan bahwa melalui terapi wicara, kemampuan penyandang autisme bisa digali. Terapi wicara yang merupakan metode pembelajaran bahasa tersebut tidak hanya mengenai belajar bahasa lisan, tetapi juga bahasa tulis. Keberhasilan terapi wicara tampak dari kemampuan penyandang autisme mengemukakan pengetahuan yang telah dicerapnya melalui bahasa lisan atau bahasa tulis.
Berpijak dari uraian di atas, yang perlu diperhatikan dalam menghidupkan bahasa pada penyandang autisme adalah perlunya penanganan yang tepat dan pengenalan gejala autisme sejak dini sehingga para penyandang autisme dapat dibantu menemukan bakat dan kemampuannya agar dapat mandiri menopang kehidupannya di masa yang akan datang. Selain itu, perlu menjalin komunikasi dan interaksi dengan penyandang autisme secara terus-menerus.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam menjalin komunikasi dengan penyandang autisme, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut.
1. Keteraturan melakukan suatu kegiatan berdasar tempat dan waktu yang sama setiap harinya.
2.Menghadirkan benda-benda sebagai alat komunikasi yang dapat dipahami: benda-benda tertentu sebagai penanda suatu kegiatan yang dilakukan.
3. Mengomunikasikan informasi mengenai “di mana” dan “kapan” dengan cara yang mereka mengerti sehingga kita membuat hidup mereka lebih bisa diduga (hanya masalah penyederhanaan sopan santun).
4. Mengusahakan kontak mata sesering mungkin dan memahami kebiasaan dan kebisaannya.
5. Melatih konsentrasi selama mungkin secara terus-menerus.
6. Mengajarkan kata sederhana untuk mengungkapkan suatu maksud secara berulang-ulang.
7. Tega, memaksa, dan tidak mudah terpengaruh oleh penolakan yang dilakukan saat diajak berkomunikasi.
8. Mendorong ekspresi dan penggunaan perasaan serta pendapat.
9. Menumbuhkan kemampuan berpikir logis.
10. Membiasakan bersosialisasi dengan masyarakat dan lingkungan.
SUMBER: Sutarsih; 2010; Bahasa dan Autisme: Kekuatan Bahasa Menembus Kesenyapan; http://pusatbahasa.diknas.go.id/laman/nawala.php?info=artikel&infocmd=show&infoid=40&row=2; 11Maret2010
Masalah yang dimiliki anak-anak penyandang autisme saat mempelajari kata-kata sederhana adalah begitu banyak kalimat mereka memiliki ciri ekolali (membeo/mengulang kata) dan mengapa penggunaan bahasa mereka sering tidak memiliki kreativitas dan daya cipta, dan membatasi diri pada pengulangan kalimat yang telah diucapkan orang lain (Peeters, 2004:66). Namun demikian, bahasa harus menjadi bagian dari diri penyandang autisme. Mereka harus mengenal dan menguasai bahasa agar dapat berinteraksi sosial. Oleh karena itu, pada para austistik masalah pemaknaan dan pemahaman tentang makna benda-benda, kejadian, dan orang lain harus dihadirkan lebih dahulu (Peeters, 2004:19). Selain itu, perlu untuk memahami “lebih dari persepsi literal/tanggapan harfiah” (Peeters, 2004:29). Hal ini disebabkan para penyandang autisme sangat kesulitan untuk memahami sesuatu yang bersifat abstrak. Mereka tidak akan mengerti tentang norma, ketuhanan, dan rasa. Oleh karena itu, lebih mudah menyusupkan pada diri mereka kata-kata yang bersifat konkrit.
Tentu saja penyusupan bahasa pada penyandang autisme tidak langsung dengan mempelajari bahasa berupa kalimat lengkap. Dengan demikian, perlu adanya tahapan-tahapan dalam mengembangkan bahasa. Tahapan-tahapan perkembangan bahasa selalu dimulai dengan kalimat satu kata atau holoprase yang telah mencerminkan suatu hubungan konseptual (Mar’at, 2005:58). Dari segi bahasa tulis, pelekatan bahasa dimulai dengan pengenalan seluruh abjad alfabet. Kemudian berlanjut pada penyukuan yang terdiri atas dua huruf (gabungan huruf vokal dan konsonan). Setelah itu, penggabungan penyukuan atau pengulangan penyukuan yang dikaitkan dengan pemahaman makna benda-benda, kejadian, dan orang lain. Hingga pada akhirnya pengenalan kata dan tanda baca. Begitu tahap berikutnya telah dirambah, tahap sebelumnya tetap dimunculkan kembali. Cara semacam ini dilakukan secara terus-menerus untuk mengetahui daya konsentrasi dan pemahaman penyandang autisme terhadap bahasa.
Merasuknya bahasa pada diri penyandang autisme diawali dengan kontak mata. Kontak mata sangat perlu agar perhatian penyandang autisme terfokus dan mereka mengenal lawan bicara. Dari kontak matalah dapat diketahui kesiapan penyandang autisme untuk dirasuki bahasa dalam bentuk rentetan kata-kata bermakna. Setelah kontak mata, tahap selanjutnya adalah kontak fisik. Lewat sentuhan dan rabaan, penyandang autisme dikenalkan pada benda dan kata, situasi dan kata, atau tempat dan kata. Sentuhan fisik disertai dengan pelafalan kata sangat penting untuk meningkatkan pemahaman penyandang autisme terhadap makna suatu kata.
Kesuksesan bahasa menyusup ke diri penyandang autisme sangat ditentukan oleh kemampuan penyandang autisme tersebut berkonsentrasi. Mempertahankan konsentrasi merupakan latihan terberat bagi penyandang autisme. Konsentrasi bisa dibangun dengan cara menyadarkan mereka pada apa yang harus dikerjakan. Penyadaran ini dapat dilakukan dengan cara memanggil nama mereka secara berulang-ulang dengan suara nyaring, sentuhan, memberikan atau menunjukkan hal-hal atau benda-benda yang disukai, dan pemaksaan.
Hal yang perlu diingat selama proses menjalin terapi bahasa ini adalah tidak menirukan kata-kata penyandang autisme; walaupun sekadar ekolali, karena hal ini bisa memancing amarah dan merusak konsentrasi penyandang autisme. Selain itu, terapi sebaiknya dilakukan secara individual dalam suatu ruang tertutup sehingga perhatiannya tidak mudah terpecah.
Bahasa dan Autisme
Para penyandang autisme dianggap sudah mampu berbahasa jika sudah bisa diajak berbicara dan mampu menulis. Walaupun apa yang dikatakan atau ditulis itu sebatas hanya memenuhi tuntutan yang ditujukan pada dirinya atau kata-katanya terbatas kata-kata kunci yang dianggap cukup memenuhi keinginan lawan bicaranya.
Memang ada penyandang autisme yang memiliki IQ melebihi anak normal. Bahkan, ada penyandang autis yang menduduki peringkat teratas mengalahkan anak normal di sekolah umum. Ini dikarenakan otak kanan mereka masih normal. Pada anak-anak autistik ini seringkali diharapkan memiliki suatu kepandaian istimewa. Sesungguhnya anak penyandang autisme yang memiliki intelegensi tinggi (IQ lebih dari 70) hanya sekitar sepertiga dari seluruh penyandang autisme. Semakin tinggi intelegensinya dan semakin besar kemampuan komunikasinya maka semakin besar kemungkinannya mengikuti pendidikan umum bersama anak-anak normal. Integrasi semacam itu sangat bermanfaat bagi anak tersebut karena dia banyak memeroleh kesempatan belajar bersosialisasi dengan orang lain. Bagi anak-anak autistik yang memiliki kemampuan intelegensi semakin rendah, dia bisa dipersiapkan untuk mengikuti program pendidikan yang secara prinsip sama dengan anak-anak tunagrahita dengan intelegensi setara. Namun, harus diingat bahwa anak penyandang autisme memiliki keterbatasan atau gangguan lain yang sangat perlu diperhatikan, seperti komunikasi, sosialisasi, gangguan memfokuskan perhatian, ada juga yang hiperaktif, dan sebagainya. Maka selain program yang sesuai dengan tingkat intelegensinya, perlu penyesuaian program dengan gangguan autistiknya dan akhirnya metode pelaksanaan program pun harus disesuaikan. Justru di situlah keunikan pendidikan anak penyandang autisme. Misalnya seorang anak penyandang autisme memiliki IQ 65, tetapi komunikasi hampir tidak ada, dia perlu program khusus dan penanganan terpadu seperti misalnya melibatkan terapis wicara (Hadriami, 2002:152).
Akhirnya sampailah pada suatu simpulan bahwa melalui terapi wicara, kemampuan penyandang autisme bisa digali. Terapi wicara yang merupakan metode pembelajaran bahasa tersebut tidak hanya mengenai belajar bahasa lisan, tetapi juga bahasa tulis. Keberhasilan terapi wicara tampak dari kemampuan penyandang autisme mengemukakan pengetahuan yang telah dicerapnya melalui bahasa lisan atau bahasa tulis.
Berpijak dari uraian di atas, yang perlu diperhatikan dalam menghidupkan bahasa pada penyandang autisme adalah perlunya penanganan yang tepat dan pengenalan gejala autisme sejak dini sehingga para penyandang autisme dapat dibantu menemukan bakat dan kemampuannya agar dapat mandiri menopang kehidupannya di masa yang akan datang. Selain itu, perlu menjalin komunikasi dan interaksi dengan penyandang autisme secara terus-menerus.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam menjalin komunikasi dengan penyandang autisme, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut.
1. Keteraturan melakukan suatu kegiatan berdasar tempat dan waktu yang sama setiap harinya.
2.Menghadirkan benda-benda sebagai alat komunikasi yang dapat dipahami: benda-benda tertentu sebagai penanda suatu kegiatan yang dilakukan.
3. Mengomunikasikan informasi mengenai “di mana” dan “kapan” dengan cara yang mereka mengerti sehingga kita membuat hidup mereka lebih bisa diduga (hanya masalah penyederhanaan sopan santun).
4. Mengusahakan kontak mata sesering mungkin dan memahami kebiasaan dan kebisaannya.
5. Melatih konsentrasi selama mungkin secara terus-menerus.
6. Mengajarkan kata sederhana untuk mengungkapkan suatu maksud secara berulang-ulang.
7. Tega, memaksa, dan tidak mudah terpengaruh oleh penolakan yang dilakukan saat diajak berkomunikasi.
8. Mendorong ekspresi dan penggunaan perasaan serta pendapat.
9. Menumbuhkan kemampuan berpikir logis.
10. Membiasakan bersosialisasi dengan masyarakat dan lingkungan.
SUMBER: Sutarsih; 2010; Bahasa dan Autisme: Kekuatan Bahasa Menembus Kesenyapan; http://pusatbahasa.diknas.go.id/laman/nawala.php?info=artikel&infocmd=show&infoid=40&row=2; 11Maret2010
diagnosa autisme
Secara historis, diagnosa autisme memiliki persoalan; suatu ketika para ahli dan peneliti dalam bidang autisme bersandarkan pada ada atau tidaknya gejala, saat ini para ahli dan peneliti tampaknya berpindah menuju berbagai karakteristik yang disebut sebagai continuum autism. Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan adanya descriptive approach to diagnosis. Ini adalah suatu pendekatan deskriptif dalam mendiagnosa sehingga menyertakan observasi-observasi yang menyeluruh di setting-setting sosial anak sendiri. Settingya mungkin di sekolah, di taman-taman bermain atau mungkin di rumah sebagai lingkungan sehari-hari anak dimana hambatan maupun kesulitan mereka tampak jelas diantara teman-teman sebaya mereka yang ‘normal’.
Persoalan lain yang mempengaruhi keakuratan suatu diagnosa seringkali juga muncul dari adanya fakta bahwa perilaku-perilaku yang bermasalah merupakan atribut dari pola asuh yang kurang tepat. Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari dinamika keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya gangguan. Adanya interpretasi yang salah dalam memaknai penyebab mengapa anak menunjukkan persoalan-persoalan perilaku mampu menimbulkan perasaan-perasaan negatif para orang tua. Pertanyaan selanjutnya kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar diagnosa semakin akurat dan konsisten sehingga autisme sungguh-sungguh terpisah dengan kondisi-kondisi yang semakin memperburuk? Perlu adanya sebuah model diagnosa yang menyertakan keseluruhan hidup anak dan mengevaluasi hambatan-hambatan dan kesulitan anak sebagaimana juga terhadap kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan anak sendiri. Mungkin tepat bila kemudian disarankan agar para profesional di bidang autisme juga mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya: perkembangan awal anak, penampilan anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak, fungsi-fungsi sensorisnya, kemampuan bermain, perkembangan konsep-konsep dasar, kemampuan yang bersifat sikuen, kemampuan musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri anak sendiri.
Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu juga dicatat bahwa gejala autisme bersifat individual; akan berbeda satu dengan lainnya meskipun sama-sama dianggap sebagai low functioning atau dianggap sebagai high functioning. Membutuhkan kesabaran untuk menghadapinya dan konsistensi untuk dalam penanganannya sehingga perlu disadari bahwa bahwa fenomena ini adalah suatu perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada ketidakmampuan anak tetapi juga perlu menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada pada diri anak. Sebagai inspirasi kiranya dapat disebutkan beberapa penyandang autisme yang mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada pada diri mereka, misalnya: Temple Grandine yang mampu mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir yang sistematis sehingga menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan, Donna William yang mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan bakat seninya sehingga dapat menjadi seorang penulis dan seniman, Bradley Olson seorang mahasiswa yang mampu mengembangkan kemampuan kognitif dan kebugaran fisiknya sehingga menjadi seorang pemuda yang aktif dan tangkas dan mungkin masih banyak nama-nama lain yang dapat menjadi sumber inspirasi kita bersama. Pada akhirnya, sebuah label dari suatu diagnosa dapat dikatakan berguna bila mampu memberikan petunjuk bagi para orang tua dan pendidik mengenai kondisi alamiah yang benar dari seorang anak. Label yang menimbukan kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan pendidik jelas tidak akan membawa manfaat apapun.
Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV
A. Interaksi Sosial (minimal 2):
1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya
3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah
B. Komunikasi Sosial (minimal 1):
1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal
2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social
C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):
1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya
2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda
SUMBER: No name; 2010; Autisme; http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme; 11Maret2010
Persoalan lain yang mempengaruhi keakuratan suatu diagnosa seringkali juga muncul dari adanya fakta bahwa perilaku-perilaku yang bermasalah merupakan atribut dari pola asuh yang kurang tepat. Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari dinamika keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya gangguan. Adanya interpretasi yang salah dalam memaknai penyebab mengapa anak menunjukkan persoalan-persoalan perilaku mampu menimbulkan perasaan-perasaan negatif para orang tua. Pertanyaan selanjutnya kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar diagnosa semakin akurat dan konsisten sehingga autisme sungguh-sungguh terpisah dengan kondisi-kondisi yang semakin memperburuk? Perlu adanya sebuah model diagnosa yang menyertakan keseluruhan hidup anak dan mengevaluasi hambatan-hambatan dan kesulitan anak sebagaimana juga terhadap kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan anak sendiri. Mungkin tepat bila kemudian disarankan agar para profesional di bidang autisme juga mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya: perkembangan awal anak, penampilan anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak, fungsi-fungsi sensorisnya, kemampuan bermain, perkembangan konsep-konsep dasar, kemampuan yang bersifat sikuen, kemampuan musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri anak sendiri.
Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu juga dicatat bahwa gejala autisme bersifat individual; akan berbeda satu dengan lainnya meskipun sama-sama dianggap sebagai low functioning atau dianggap sebagai high functioning. Membutuhkan kesabaran untuk menghadapinya dan konsistensi untuk dalam penanganannya sehingga perlu disadari bahwa bahwa fenomena ini adalah suatu perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada ketidakmampuan anak tetapi juga perlu menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada pada diri anak. Sebagai inspirasi kiranya dapat disebutkan beberapa penyandang autisme yang mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada pada diri mereka, misalnya: Temple Grandine yang mampu mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir yang sistematis sehingga menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan, Donna William yang mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan bakat seninya sehingga dapat menjadi seorang penulis dan seniman, Bradley Olson seorang mahasiswa yang mampu mengembangkan kemampuan kognitif dan kebugaran fisiknya sehingga menjadi seorang pemuda yang aktif dan tangkas dan mungkin masih banyak nama-nama lain yang dapat menjadi sumber inspirasi kita bersama. Pada akhirnya, sebuah label dari suatu diagnosa dapat dikatakan berguna bila mampu memberikan petunjuk bagi para orang tua dan pendidik mengenai kondisi alamiah yang benar dari seorang anak. Label yang menimbukan kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan pendidik jelas tidak akan membawa manfaat apapun.
Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV
A. Interaksi Sosial (minimal 2):
1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya
3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah
B. Komunikasi Sosial (minimal 1):
1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal
2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social
C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):
1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya
2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda
SUMBER: No name; 2010; Autisme; http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme; 11Maret2010
gejala autis
Autisme baru dapat terdeteksi pada anak yang berumur paling sedikit 1 tahun. Pengenalan gejala penyakit autisme dapat dilakukan dengan mengamati dengan seksama perkembangan fisik, emosional dan kemampuan bicara anak. Dari pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan secara naluriah apakah perkembangan fisik, mental dan emosional anak tergolong normal, hiperaktif atau hipoaktif (kurang aktif) bila dibandingkan dengan balita sebayanya. Sekitar 80% dari penderita autis adalah laki-laki.
Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Gejala-gejala autisme antara lain:
1. Sikap anak yang menghindari tatapan mata (eye contaact) secara langsung
2. Melakukan gerakan atau kegiatan yang sama secara berulang-ulang (repetitive), gerakan yang terlalu aktif atau sebaliknya terlalu lamban
3. Terkadang pertumbuhan fisik atau kemampuan bicara sangat terlambat
4. Sangat lamban dalam menguasai bahasa sehari-hari, hanya mengulang-ulang beberapa kata saja atau mengeluarkan suara tanpa arti
5. Hanya suka akan mainannya sendiri dan mainan itu saja yang dia mainkan
6. Serasa dia mempunyai dunianya sendiri, sehingga sulit untuk berinteraksi dengan orang lain
7. Suka bermain air dan memperhatikan benda yang berputar, seperti roda sepeda atau kipas angina
8. Kadang suka melompat, mengamuk atau menangis tanpa sebab. Anak autis sangat sulit dibujuk, bahkan menolak untuk digendong dan dibujuk oleh siapapun
9. Sangat sensitive terhadap cahaya, suara maupun sentuhan
10. Mengalami kesulitan mengukur ketinggian dan kedalaman, sehingga mereka sering takut melangkah pada lantai yang berbeda tinggi.
Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.
1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu
Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.
The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan
3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu
Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.
SUMBER: No name; 2010; Autisme; http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme; 11Maret2010
Min Min; 2007; Autisme; http://www.borobudurbiz.com/artindo/articles/36/1/Autisme/Page1.html; 11Maret2010
Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Gejala-gejala autisme antara lain:
1. Sikap anak yang menghindari tatapan mata (eye contaact) secara langsung
2. Melakukan gerakan atau kegiatan yang sama secara berulang-ulang (repetitive), gerakan yang terlalu aktif atau sebaliknya terlalu lamban
3. Terkadang pertumbuhan fisik atau kemampuan bicara sangat terlambat
4. Sangat lamban dalam menguasai bahasa sehari-hari, hanya mengulang-ulang beberapa kata saja atau mengeluarkan suara tanpa arti
5. Hanya suka akan mainannya sendiri dan mainan itu saja yang dia mainkan
6. Serasa dia mempunyai dunianya sendiri, sehingga sulit untuk berinteraksi dengan orang lain
7. Suka bermain air dan memperhatikan benda yang berputar, seperti roda sepeda atau kipas angina
8. Kadang suka melompat, mengamuk atau menangis tanpa sebab. Anak autis sangat sulit dibujuk, bahkan menolak untuk digendong dan dibujuk oleh siapapun
9. Sangat sensitive terhadap cahaya, suara maupun sentuhan
10. Mengalami kesulitan mengukur ketinggian dan kedalaman, sehingga mereka sering takut melangkah pada lantai yang berbeda tinggi.
Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.
1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu
Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.
The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan
3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu
Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.
SUMBER: No name; 2010; Autisme; http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme; 11Maret2010
Min Min; 2007; Autisme; http://www.borobudurbiz.com/artindo/articles/36/1/Autisme/Page1.html; 11Maret2010
ciri-ciri autisme
Anak-anak penyandang autisme memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia 3 tahun seperti yang ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal pada paling sedikit satu dari bidang-bidang berikut.
1. Interaksi sosial, bahasa yang dipergunakan dalam perkembangan sosial.
2. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial.
3. Permainan simbolik atau imajinatif (Peeters, 2004:2).
Secara ringkas kriteria anak autistik menurut DSM-IV-TR (2000), yaitu:
a. Gangguan kualitatif dalam melakukan interaksi sosial timbal balik,
1. Gangguan nyata dalam berbagai perilaku nonverbal seperti kontak mata,
ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerak tubuh dalam berinteraksi social;
2. Gagal mengembangkan hubungan dengan teman sebaya;
3. Kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat, atau prestasi dengan
orang lain;
4. Kurang mampu melakukan hubungan sosial atau emosi timbal balik.
b. Gangguan kualitatif dalam komunikasi:
1. Terlambat atau tidak bicara sama sekali (tidak ada usaha melakukan cara-cara
komunikasi alternatif seperti gerak tubuh atau mimik);
2. Pada individu yang mampu berbicara, terdapat gangguan untuk memulai atau
mempertahankan percakapan dengan orang lain;
3. Penggunaan bahasa yang stereotip dan diulang-ulang atau sulit dimengerti oleh orang lain;
4. Gagal dalam melakukan permainan „pura-pura‟ atau permainan meniru orang
lain sesuai dengan tahap perkembangannya.
c. Pola-pola perilaku, minat, dan aktivitas yang kaku secara repetitif dan stereotip:
1. Preokupasi pada satu atau lebih pola tertentu yang diminati secara berlebihan;
2. Tidak fleksibel pada rutinitas atau ritual yang spesifik dan nonfungsional;
3. Kebiasaan motorik yang stereotip dan repetitif (misalnya: mengepak-kepakan
tangan, memutar-mutar jari, atau gerakan seluruh tubuh yang kompleks);
4. Preokupasi yang menetap pada bagian-bagian atau objek tertentu
Adapun ganggguan kualitatif dalam berkomunikasi menurut Peeters ditunjukkan oleh paling sedikit salah satu dari keadaan berikut.
1. Keterlambatan atau kekurangan secara menyeluruh dalam berbahasa lisan (tidak disertai usaha untuk mengimbanginya dengan penggunaan gesture atau mimik muka sebagai alternatif dalam berkomunikasi).
2. Ciri gangguan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan sederhana.
3. Penggunaan bahasa yang repetitive (diulang-ulang) atau stereotip (meniru-niru) atau bersifat idiosinktratik (aneh).
4. Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau meniru orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya (2004:1).
Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:
• interaksi sosial,
• komunikasi (bahasa dan bicara),
• perilaku-emosi,
• pola bermain,
• gangguan sensorik dan motorik
• perkembangan terlambat atau tidak normal.
Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.
Berikut ini bagan perbedaan antara perilaku bayi autisme dan bayi normal yang dikemukakan oleh Bambang Hartono dkk. dalam Sultana M.H. Faradz dkk (2002:107).
Bayi Autisme Komunikasi:
Tidak ada kontak mata.
Seperti tuli.
Pada awalnya bahasa berkembang lalu mendadak berhenti.
Tak peduli terhadap orang yang datang maupun pergi.
Melakukan serangan fisik tanpa sebab yang jelas.
Sulit diajak kontak.
Selalu terpaku pada satu aktivitas.
Melakukan gerakan aneh seperti menggoyang-goyang benda berulang-ulang.
Menghisap atau menjilat boneka.
Seperti tidak sensitif terhadap nyeri.
Bayi normal komunikasi
“Menyelidiki” wajah ibunya.
Gampang bereaksi terhadap bunyi.
Kamus kata dan kemampuan gramatikalnya bertambah.
Menangis bila ibunya pergi dan “stres”.
Marah bila lapar dan kecewa.
Mengenal wajah yang telah akrab lalu tersenyum.
Berpindah dari kegiatan satu ke lainnya.
Menggunakan anggota tubuhnya secara bermakna, seperti meraih objek atau mendapatkan benda.
Bermain dengan boneka.
Mencari kepuasan dan menghindari nyeri.
SUMBER: Sutarsih; 2010; Bahasa dan Autisme: Kekuatan Bahasa Menembus Kesenyapan; http://pusatbahasa.diknas.go.id/laman/nawala.php?info=artikel&infocmd=show&infoid=40&row=2; 11Maret2010
No name; 2010; Autisme; http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme; 11Maret2010
Priyanto, Agustina K, S.Psi.; 2009; Sekolah Untuk Anak Autistik; http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:9WqX-FRjEAEJ:puterakembara.org/rm/SEKOLAH-UNTUK-ANAK-AUTISTIK.pdf+dampak+autisme&hl=id&gl=id&sig=AHIEtbSLTjVXzLPsVRB14zxUKs6Zjx5Dvw; 11Maret2010
1. Interaksi sosial, bahasa yang dipergunakan dalam perkembangan sosial.
2. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sosial.
3. Permainan simbolik atau imajinatif (Peeters, 2004:2).
Secara ringkas kriteria anak autistik menurut DSM-IV-TR (2000), yaitu:
a. Gangguan kualitatif dalam melakukan interaksi sosial timbal balik,
1. Gangguan nyata dalam berbagai perilaku nonverbal seperti kontak mata,
ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerak tubuh dalam berinteraksi social;
2. Gagal mengembangkan hubungan dengan teman sebaya;
3. Kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat, atau prestasi dengan
orang lain;
4. Kurang mampu melakukan hubungan sosial atau emosi timbal balik.
b. Gangguan kualitatif dalam komunikasi:
1. Terlambat atau tidak bicara sama sekali (tidak ada usaha melakukan cara-cara
komunikasi alternatif seperti gerak tubuh atau mimik);
2. Pada individu yang mampu berbicara, terdapat gangguan untuk memulai atau
mempertahankan percakapan dengan orang lain;
3. Penggunaan bahasa yang stereotip dan diulang-ulang atau sulit dimengerti oleh orang lain;
4. Gagal dalam melakukan permainan „pura-pura‟ atau permainan meniru orang
lain sesuai dengan tahap perkembangannya.
c. Pola-pola perilaku, minat, dan aktivitas yang kaku secara repetitif dan stereotip:
1. Preokupasi pada satu atau lebih pola tertentu yang diminati secara berlebihan;
2. Tidak fleksibel pada rutinitas atau ritual yang spesifik dan nonfungsional;
3. Kebiasaan motorik yang stereotip dan repetitif (misalnya: mengepak-kepakan
tangan, memutar-mutar jari, atau gerakan seluruh tubuh yang kompleks);
4. Preokupasi yang menetap pada bagian-bagian atau objek tertentu
Adapun ganggguan kualitatif dalam berkomunikasi menurut Peeters ditunjukkan oleh paling sedikit salah satu dari keadaan berikut.
1. Keterlambatan atau kekurangan secara menyeluruh dalam berbahasa lisan (tidak disertai usaha untuk mengimbanginya dengan penggunaan gesture atau mimik muka sebagai alternatif dalam berkomunikasi).
2. Ciri gangguan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan sederhana.
3. Penggunaan bahasa yang repetitive (diulang-ulang) atau stereotip (meniru-niru) atau bersifat idiosinktratik (aneh).
4. Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau meniru orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya (2004:1).
Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:
• interaksi sosial,
• komunikasi (bahasa dan bicara),
• perilaku-emosi,
• pola bermain,
• gangguan sensorik dan motorik
• perkembangan terlambat atau tidak normal.
Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.
Berikut ini bagan perbedaan antara perilaku bayi autisme dan bayi normal yang dikemukakan oleh Bambang Hartono dkk. dalam Sultana M.H. Faradz dkk (2002:107).
Bayi Autisme Komunikasi:
Tidak ada kontak mata.
Seperti tuli.
Pada awalnya bahasa berkembang lalu mendadak berhenti.
Tak peduli terhadap orang yang datang maupun pergi.
Melakukan serangan fisik tanpa sebab yang jelas.
Sulit diajak kontak.
Selalu terpaku pada satu aktivitas.
Melakukan gerakan aneh seperti menggoyang-goyang benda berulang-ulang.
Menghisap atau menjilat boneka.
Seperti tidak sensitif terhadap nyeri.
Bayi normal komunikasi
“Menyelidiki” wajah ibunya.
Gampang bereaksi terhadap bunyi.
Kamus kata dan kemampuan gramatikalnya bertambah.
Menangis bila ibunya pergi dan “stres”.
Marah bila lapar dan kecewa.
Mengenal wajah yang telah akrab lalu tersenyum.
Berpindah dari kegiatan satu ke lainnya.
Menggunakan anggota tubuhnya secara bermakna, seperti meraih objek atau mendapatkan benda.
Bermain dengan boneka.
Mencari kepuasan dan menghindari nyeri.
SUMBER: Sutarsih; 2010; Bahasa dan Autisme: Kekuatan Bahasa Menembus Kesenyapan; http://pusatbahasa.diknas.go.id/laman/nawala.php?info=artikel&infocmd=show&infoid=40&row=2; 11Maret2010
No name; 2010; Autisme; http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme; 11Maret2010
Priyanto, Agustina K, S.Psi.; 2009; Sekolah Untuk Anak Autistik; http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:9WqX-FRjEAEJ:puterakembara.org/rm/SEKOLAH-UNTUK-ANAK-AUTISTIK.pdf+dampak+autisme&hl=id&gl=id&sig=AHIEtbSLTjVXzLPsVRB14zxUKs6Zjx5Dvw; 11Maret2010
definisi autis
Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Perpasive Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah (umbrella term) PDD, yaitu:
1. Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.
2. Asperger’s Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.
3. Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).
4. Rett’s Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.
5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.
Autisme adalah gangguan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi social. Kata autis berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang ditujukan kepada seseorang yang hidup dalam dunianya sendiri.
Kondisi penyandang autisme kiranya sesuai dengan definisi autisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI) Edisi Ketiga tahun 2003 yang menyatakan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu (2003:77). Definisi tersebut didukung dengan pendapat Peeters yang menyatakan bahwa autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan pemahaman atau pervasif, dan bukan suatu bentuk penyakit mental (2004:14). Definisi tersebut didukung dengan pendapat Peeters yang menyatakan bahwa autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan pemahaman atau pervasif, dan bukan suatu bentuk penyakit mental (2004:14).
Sedangkan menurut Baron-Cohen (1993), autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif.
Autisme juga bukan penyakit mental, tentunya anak penyandang autisme tidak seharusnya dirawat di rumah sakit jiwa. Orang tualah pemegang kunci pertama pengenalan dini pada anak penyandang autisme agar tidak terjadi kesalahan penanganan yang dapat memperparah kondisi dan perkembangan jiwanya. Oleh karena itu, penting sekali penanganan dini bagi anak-anak autistik (Hadriami, 2002:151-152).
SUMBER: Sutarsih; 2010; Bahasa dan Autisme: Kekuatan Bahasa Menembus Kesenyapan; http://pusatbahasa.diknas.go.id/laman/nawala.php?info=artikel&infocmd=show&infoid=40&row=2; 11Maret2010
No name; 2010; Autisme; http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme; 11Maret2010
1. Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.
2. Asperger’s Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.
3. Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).
4. Rett’s Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.
5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.
Autisme adalah gangguan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi social. Kata autis berasal dari bahasa Yunani “auto” berarti sendiri yang ditujukan kepada seseorang yang hidup dalam dunianya sendiri.
Kondisi penyandang autisme kiranya sesuai dengan definisi autisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI) Edisi Ketiga tahun 2003 yang menyatakan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain terganggu (2003:77). Definisi tersebut didukung dengan pendapat Peeters yang menyatakan bahwa autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan pemahaman atau pervasif, dan bukan suatu bentuk penyakit mental (2004:14). Definisi tersebut didukung dengan pendapat Peeters yang menyatakan bahwa autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan pemahaman atau pervasif, dan bukan suatu bentuk penyakit mental (2004:14).
Sedangkan menurut Baron-Cohen (1993), autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif.
Autisme juga bukan penyakit mental, tentunya anak penyandang autisme tidak seharusnya dirawat di rumah sakit jiwa. Orang tualah pemegang kunci pertama pengenalan dini pada anak penyandang autisme agar tidak terjadi kesalahan penanganan yang dapat memperparah kondisi dan perkembangan jiwanya. Oleh karena itu, penting sekali penanganan dini bagi anak-anak autistik (Hadriami, 2002:151-152).
SUMBER: Sutarsih; 2010; Bahasa dan Autisme: Kekuatan Bahasa Menembus Kesenyapan; http://pusatbahasa.diknas.go.id/laman/nawala.php?info=artikel&infocmd=show&infoid=40&row=2; 11Maret2010
No name; 2010; Autisme; http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme; 11Maret2010
down syndrome
Definisi sindrom down
Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.
Sindrom down (bahasa Inggris: down syndrome) merupakan kelainan kromosom yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali syndrome ini dengan istilah sindrom down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.
Sindrom down merupakan kelainan kromosom yakni terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21), Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down.
Gejala atau tanda-tanda
Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain.
Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relatf pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia, maka sering juga dikenal dengan Mongoloid.
Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esophagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
Pemeriksaan diagnostik
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
• Pemeriksaan fisik penderita
• Pemeriksaan kromosom
• Ultrasonograpgy
• ECG
• Echocardiogram
• Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.
Sindrom down (bahasa Inggris: down syndrome) merupakan kelainan kromosom yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali syndrome ini dengan istilah sindrom down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.
Sindrom down merupakan kelainan kromosom yakni terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21), Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down.
Gejala atau tanda-tanda
Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain.
Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relatf pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia, maka sering juga dikenal dengan Mongoloid.
Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esophagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
Pemeriksaan diagnostik
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
• Pemeriksaan fisik penderita
• Pemeriksaan kromosom
• Ultrasonograpgy
• ECG
• Echocardiogram
• Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
jenis-jenis gangguan anak khusus
IDENTIFIKASI ANAK-ANAK KHUSUS :
Pengantar untuk memahami perkembangan dan perilakunya
Ditulis oleh Dra. Niken Iriani LNH,Msi,Psi
Selasa, 13 Januari 2009 19:15
Perkembangan merupakan sebuah proses perubahan menuju ke hal-hal yang lebih sempurna, maka pada setiap fasenya, seorang individu mesti sukses melakukan tugas-tugas perkembangannya, tahap demi tahap. Kegagalan seorang individu melakukan tugas perkembangannya pada suatu masa, akan menghambat kesuksesan tugas perkembangan berikutnya. Satu hal penting yang menentukan sukses tidaknya seseorang menjalankan tugas perkembangan adalah lingkungan. Lingkungan yang pertama dan utama bagi setiap seseorang adalah keluarga, intinya orang tua, lebih khusus lagi, ibu . Bagi seorang ibu, mengamati seorang anak yang sedang berkembang merupakan hal yang sangat mengasyikan. Perubahan perkembangan seorang bayi yang hanya bisa terlentang pasif, kemudian dapat tengkurap, duduk, berdiri, berjalan sampai berlari-lari dengan aktif, dan dari ketika tidak mengerti apa-apa, mengoceh, kemudian dapat berbicara, merupakan pemandangan dan peristiwa yang sangat menakjubkan. Seorang ibu cenderung akan merasa cemas manakala perkembangan anaknya tidak menunjukkan kemajuan sebagaimana yang diharapkan. Namun kadang-kadang hal yang diharapkan ini kurang pada tempatnya. Seringkali harapan muncul karena membandingkan begitu saja dengan perkembangan anak lain yang seusia. Untuk itu perlu diluruskan.
Menurut beberapa pakar psikologi bahwa tiap-tiap anak memiliki tempo/waktu dan irama perkembangan yang tidak sama. Ada anak yang memiliki tempo perkembangan cepat ada yang lambat. Ada anak yang tetap berjiwa anak, tetapi ada pula yang lekas berfikir dan bertindak seperti orang dewasa. Ada anak yang lancar proses perkembangannya pada masa kanak-kanak, ada juga yang lebih lancar pada masa remaja. Perkembangan seringkali bersifat menggelombang, bukan berjalan lurus. Pada suatu saat seseorang memiliki sifat tenang disaat berikutnya disusul sifat memberontak, goncang tapi akhirnya tenang lagi. Prinsip ini menyimpulkan bahwa anak yang memiliki umur kronologis yang sama tidak selalu mengalami taraf dan sifat-sifat perkembangan yang sama.
Perkembangan dapat dibagi menjadi perkembangan fisik, perkembangan intelektual, perkembangan bahasa dan perkembangan psikososial. Perkembangan ini merupakan suatu kesatuan yang utuh, pembagian tersebut semata-mata hanya untuk memudahkan pengamatan, diagnosis dan penanganan bila terdapat suatu penyimpangan (Hardjono, 2003). Sebuah perkembangan dikatakan mengalami penyimpangan jika menunjukkan hal-hal yang tidak sebagaimana mestinya . Ke’semestian” ini, merupakan ciri perkembangan umumnya manusia. Misalnya, anak umur 2 tahun dikatakan memiliki penyimpangan fisik, jika pada usia ini dia belum mampu berjalan. Anak umur 3 tahun dikatakan memiliki penyimpangan emosi jika pada usia ini ia belum mampu diajak berkomunikasi, dsb. Berkaitan dengan hal itu, dengan demikian penyimpangan atau kelainan perkembanganpun meliputi 4 aspek, yaitu kelainan fisik, mental/intelektual, bahasa dan psikososial. Anak-anak yang mengalami penyimpangan atau kelainan ini, dikalangan profesioanl disebut dengan anak-anak khusus. Disebut demikian, selain kekhususan perkembangannya, anak-anak dengan kelainan tertentu, memiliki kebutuhan dan cara perawatan yang khusus pula. Berikut akan dibahas secara garis besar.
Kelainan fisik :
Perkembangan fisik dimulai sejak usia bayi dan berhenti ketika anak berusia sekitar 17 th. Pada masa bayi, seseorang ada pada masa ketergantungan penuh pada orang lain untuk bisa mempertahankan hidup. Pada masa ini seseorang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang menghasilkan perubahan bertahap baik dalam ukuran, bentuk tubuh, perasaan hingga perilakunya
Menurut tokoh-tokoh psikologi seperti H.E Erikson dan J. Piaget, kelainan fisik bisa meliputi terhambatnya perkembangan fungsi sensori motorik anak, utamanya dalam hal fungsi penglihatan, pendengaran dan fungsi otak. Oleh karena itu, yang tergolong dalam kelainan ini adalah :
Tuna Netra.
Tuna netra adalah orang yang memiliki ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada mata yang baik, walaupun dengan memakai kacamata, atau yang daerah penglihatannya sempit sedemikian kecil sehingga yang terbesar jarak sudutnya tidak lebih dari 20 derajad (Daniel P. Hallahan dkk, 1982; hal :284, dalam Mardiati Busono, l988).
Tunanetra dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu buta total dan kurang penglihatan (low vision). Orang dikatakan buta total jika tidak dapat melihat dua jari di mukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya yang lumayan dapat dipergunakan untuk orientasi mobilitas. Mereka tidak dapat menggunakan huruf selain huruf braille. Adapun mereka yang tergolong low vision, adalah mereka yang bila melihat sesuatu, mata harus didekatkan, atau mata harus dijauhkan dari objek yang dilihatnya, atau mereka yang memiliki pemandngan kabur ketika melihat objek. Untuk mengatasi permasalahan penglihatannya, para penderita low vision ini menggunakan kacamata atau kotak lensa. Selain dua klasifikasi diatas, penggolongan tunanetra kadang-kadang didasarkan pada kapan terjadinya ketunanetraan, apakah sejak lahir, setelah umur 5 tahun, setelah remaja atau dewasa. Pembagian dengan memperhatikan tahun kemunculan ini didasarkan pada asumsi pengaruh ketunetraan terhadap aspek perkembangan yang lain. Akan tetapi menurut penelitian khusus yang dikutip oleh W.D. Wall dan diterjemahkan oleh Bratantyo (l993), bahwa problem-problem intelek, emosi dan sosial dari anak-anak tunanetra, tidak berbeda dengan anak-anak yang memiliki penglihatan sehat. Perbedaannya hanya mengarah pada tidak dimilikinya pengalaman, kecuali jika perkembangnnya diselamatkan oleh teknologi mutakhir.
Tuna Rungu.
Penderita tunarungu adalah mereka yang memiliki hambatan perkembangan indera oendengar. Tuna rungu tidak dapat mendengar suara atau bunyi. Dikarenakan tidak mampu mendengar suara atau bunyi, kemampuan berbicaranyapun kadang menjadi terganggu. Sebagaimana kita ketahui, ketrampilan berbicara seringkali ditentukan oleh seberapa sering seseorang mendengar orang lain berbicara., akibatnya anak-anak tunarungu sekaligus memiliki hambatan bicara dan menjadi bisu. Untuk berkomunikasi dengan orang lain, mereka menggunakan bahasa bibir atau bahasa isyarat. Sebagaimana anak tuna netra, mereka memiliki potensi perkembangan yang sama dengan anak-anak lain yang tidak mengalami hambatan perkembangan apapun.
Tuna daksa
Tunadaksa adalah penderita kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti tangan, kaki, atau bentuk tubuh. Penyimpangan perkembangan terjadi pada ukuran, bentuk atau kondisi lainnya. Sebab kondisi ini bisa bermula dari lahir, atau ketika melewati proses kanak-kanak yang mungkin disebabkan oleh obat-obatan ataupun kecelakaan. Sebenarnya, secara umum mereka memiliki peluang yang sama untuk melakukan aktualisasi diri. Namun seringkali, karena lingkungan kurang mempercayai kemampuanya, terlalu menaruh rasa iba, anak-anak tuna daksa sedikit memiliki hambatan psikologis, seperti tidak percaya diri dan tergantung pada orang lain. Akibatnya penampilan dan keberadaan mereka di kehidupan umum kurang diperhitungkan. Oleh karena itu, perlakuan yang selama ini menganggap penderita tunadaksa adalah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan untuk hidup, perlu ditinjau lagi. Dengan kemajuan teknologi sebagaimana sekarang, penderita kelainan fisik dapat memperoleh fasilitas hidup yang lebih layak dan memadai.
2. Tuna grahita/kelainan intelektual/kelainan mental
Perkembangan mental intelektual adalah perkembangan dalam hal berfikir simbolik, berfikir intuitif, berfikir praoperasional, dan perkembangan dalam hal mengolah informasi. Secara konkret perkembangan mental intelektual ini dapat kita lihat ketika anak memberikan nama kepada bonekanya, atau main lainnya, ketika anakbermain menjadi tokoh ibu atausiapapun yang diidolakannya, ketika anak mampu menggambarkan sesuatu yang ia bayangkan, ketika anak-anak menganggap mimpinya adalah sebagai sesuatu yang nyata, ketika anak menyimpulkan bahwa benda-benda matipun memiliki keinginan, perasaan dan pikiran seperti dirinya, dan bahkanketika anak sudahmampu mengklasifikan dan mengambil kesimpulan atas sesuatu konsep.
Menurut seorang tokoh psikologi perkembangan J. Piaget, perkembangan mental dimulai bersamaan dengan fungsi sensori motor, yaitu sejak usia 0 – 2 th. Dikatakan juga oleh beberapa pakar psikologi yang lain, bahwa keterkaitan kondisi fisik utamanya fungsi sensori motor dengan perkembangan mental, sungguh sangat besar. Asumsinya, dengan semakin bertambahnya kemampuan anak secara fisik, anak akan mengeksplorasi lingkungan dan menyerap informasi-infprmasi yang akan membantu perkembangan mental intelektualnya. Ada kecenderungan semakin cepat perkembangan fisik anak, kemampuan mental intelektualnyapun akan cepat berkembang.
Kelainan mental, adalah kondisi dimana seorang anak memiliki hambatan untuk dapat berfikir sebagaimana di atas tadi. Atau kalaupun mampu, maka kwalitas hasil berfikirkan jauh dari yang diharapkan. Ada tidaknya kelainan mental intelektual secara pasti ditunjukkan oleh hasil tes psikologi, utamanya tes inteligensi.
Dari tes tsb akan diperoleh gambaran, apakah seseorang memiliki taraf kecerdasan rata-rata ( 90 – 109), di bawah (39 – 89) atau di atasnya (140-169). Seseorang dikatakan memiliki penyimpangan intelektual jika memiliki angka kecerdasan di bawah rata-rata dan genius. Menurut Azwar ( l996), dari sejarah penyebabnya, kelainan mental terbagi atas 2 macam, yaitu lemah mental dan cacat mental. Penderita lemah mental biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan fisik, tidak mempunyai sejarah penyakit atau luka yang menyebabkan kerusakan mentalnya. Dengan kata lain kelemahan mental yang diderita tidak mempunyai dasar organik, namun seringkali didapati bahwa penderita memang mempunyai garis retardasi mental dalam keluarganya.
Adapun pada penderita cacat mental, kelainan ini disebabkan oleh terjadinya luka di otak, penyakit atau kecelakaan yang mengakibatkan pertumbuhan mentalnya tidak normal. Penyebab tersebut bisa terjadi sewaktu masih dalam kandungan, semasa masih kanak-kanak, bahkan setelah menjelang dewasa.
Secara gradasi dapat diketahui, bahwa kelainan mental cukup variatif yaitu sebagai berikut :
Moron : IQ : 50 –70
Imbesil IQ : 25 – 50
Idiot IQ : di bawah 25.
Menurut Telford dan Sawrey (dalam Azwar, l998), selain tingkat inteligensi, beberapa kriteria dalam identifikasi kelainan mental ini ditentukan juga oleh kriteria perilaku adaptif, kriteria kemampuan belajar, dan kriteria penyesuaian sosial .
3. Keterlambatan dan Kelainan bahasa
Menurut para pakar, perkembangan fungsi berbahasa merupakan proses paling kompleks diantara seluruh fase perkembangan (Hardiono Pusponegoro, 2003). Fungsi berbahasa seringkali menjadi indikator paling baik dari ada tidaknya gangguan perkembangan intelek. Bersama-sama dengan perkembangan sensori motorik, perkembangan fungsi bahasa akan menjadi fungsi perkembangan sosial.
Perkembangan bahasa memerlukan fungsi reseptif dan ekspresif. Fungsi reseptif adalah kemampuan anak untuk mengenal dan bereaksi terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suaru dan akhirnya mengerti kata-kata. Fungsi ekspresif adalah kemampuan anak untuk mengutarakan pikirnnya, dimulai dari komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata. Kemungkinan adanya kesulitan berbahasa harus difikirkan bila seorang anak terlambat mencapai tahapan unit bahasa yang sesuai untuk umurnya. Unit bahasa tersebut dapat berupa suara, kata, dan kalimat. Selanjutnya fungsi berbahasa diatur pula oleh aturan tata bahasa, yaitu bagaimana suara membentuk kata, kata membentuk kalimat yang benar dan seterusnya. Keterlambatan bicara terjadi pada 3-15% anak, dan merupakan kelainan perkembangan yang paling sering terjadi. Sebanyak 1% anak yang mengalami keterlambatan bicara, tetap tidak dapat bicara. Tiga puluh persen diantara anak yang mengalami keterlambatan ringan akan sembuh sendiri, tetapi 70% diantaranya akan mengalami kesulitan berbahasa, kurang pandai atau berbagai kesulitan belajar lainnya. Seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan bahasa jika :
tidak mau tersenyum sosial sampai 10 minggu , tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan
Tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia 8 bulan
Tidak bicara sampai usia 15 bulan
Tidak mengucapkan 3-4 kata sampai usia 20 bulan
Penyebab gangguan bicara dan berbahasa ini antara lain karena :
* Sistim syaraf pusat ( otak ): termasuk ini adalah kelainan mental, autism, gangguan perhatian, serta kerusakan otak.
* Adanya gangguan pendengaran, gangguan penglihatan maupun kelainan organ bicara.
* Faktor emosi dan lingkungan : yaitu anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari lingkungannya . Bilamana anak yang kurang mendapat stimulasi tersebut juga mengalami kurang makan atau child abuse, maka kelainan berbahasa dapat lebih berat karena penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi juga kelainan saraf karena kurang gizi atau child abus,. mutisme selektif, biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yaitu tidak mau bicara pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu. Atau kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang tertentu, biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau gangguan motivasi.
* Kumulatif faktor di atas
4. Kelainan psikososial
Perkembangan psikososial adalah perkembangan yang berhubungan dengan pemahaman seorang individu atas situasi sosial di lingkungannya. Secara riil, psikososial ini meliputi bagaimana seseorang mengetahui apa yang dirasakan orang lain, bagaimana mengekspresikan perasaannya dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungannya. Selain itu, psikososial juga berkaitan dengan kemampuan seorang anak melepaskan diri dari ibu atau orang penting didekatnya dan melakukan tugas-tugas yang diberikan secara mandiri. Pada saat yang bersamaan, perkembangan psikososial ini juga meliputi pemahaman seorang anak atas peraturan-peraturan yang ada di sekitarnya.
Dengan demikian yang dimaksud dengan kelainan psikososial adalah kelainan-kelainan yang berhubungan dengan fungsi emosi, dan perhatian terhadap sekitarnya. aya.
Beberapa penyimpangan atau kelainan perilaku yang muncul berkaitan dengan fungsi-fungsi ini antara lain adalah :
* Gangguan emosi, gangguan emosi tampak melalui perilaku ekstrim seperti terlalu agresif, terlalu menarik diri, berteriak, diam seribu bahasa, terlalu gembira atau terlalu sedih. Perilaku ekstrim ini muncul dalam tempo yang tidak sebentar dan dalam situasi yang tidak tepat. Masyarakat kadang-kadang membeei label pada mereka yang memiliki hambatan ini dengan sebutan “anak nakal” misalnya.
* Gangguan perhatian, gangguan perhatian tampak sebagai kesulitan seorang anak dalam memberikan perhatian terhadap objek disekitarnya, sekalipun dalam waktu tidak lama. Termasuk dalam kelainan ini adalah hiperaktif, sulit memusatkan perhatian (adhd) dan autism. Secara sekilas, penyandang gangguan ini dapat terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala tersebut diatas dapat timbul secara bersamaan, sehingga dapat dikatakan bahwa anak-anak yang memiliki gangguan perhatian ini termasuk memiliki gangguan yang kompleks. Untuk memastikan apakah seorang anak memiliki gangguan perhatian ini, utamanya autism, perlu dilakukan oleh dokter, psikolog, terapis, guru dan utamanya keterangan orang tua, mengenai sejarah perkembangannya.
Deteksi kelainan perkembangan dapat dilakukan oleh orang tua sejak dini. Semakin cepat orang tua menemukan kelainan-kelainan pada anaknya akan semakin baik dan mudah penanganannya. Sebagaimana dikatakan para pakar bahwa ada tidaknya perubahan kwalitas perkembangan anak sedikit banyak adalah hasil dari pembiasaan yang diterapkan oleh orang tuanya. Seorang anak yang terbiasa mendapati lingkungan yang menyenangkan (hawa udara, cahaya, suara) dan tidak mengalami hal-hal yang menakutkan atau serba tidak menentu akan cenderung menumbuhkan perasaan mempercayai sesuatu. Sebaliknya, jika seorang anak dibesarkan oleh kebiasaan yang tidak menyenangkan, ia akan tumbuh menjadi anak yang mudah curiga atau tidak mempercayai sesuatu, dingin dan acuh tak acuh . Bahkan diduga, mereka yang tidak mendapatkan hal-hal yang menyenangkan akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak memiliki belas kasih.
H.Erikson (dalam Gunarsa, l980), mengatakan bahwa kuncinya adalah pada fungsi pengindraan sebagai alat pertama untuk melakukan hubungan dan pengalaman sosial yang pada muaranya mempengaruhi reaksi dan sikap seseorang di kemudian hari. Karena anak atau bayi paling sering memperoleh makanan melalui mulut, maka ia berhadapan pertama kali dengan lingkungan sosialnya melalui mulut. Anak akan merasakan hubungan-2 sosial yang pertama ini melalui hal-hal yang kualitatis daripada hal-hal yang kuantitatif, seperti seringnya memperoleh makanan. Dengan kata lain anak akan merasakan kehangatan cinta kasih dari ibu atau pengasuhnya, melalui caranya memberikan makanan, caranya menyusui , caranya mengajak tertawa dan berbicara dengan anak maupun cara-cara yang lain, yang ditunjukkan untuk menyatakan keberadaan si anak. Pengalaman ini untuk selanjutnya akan menjadi bekal bagi anak atau seseorang ketika melalui hari-hari panjangnya yang lebih kompleks di kemudian hari, manakala ia melewati fase-fase berikutnya.
Ternyata, ketidakberdayaan akan berubah menjadi digjaya, manakala perhatian dan kepedulian diberikan oleh orang-orang terkasih….
Pengantar untuk memahami perkembangan dan perilakunya
Ditulis oleh Dra. Niken Iriani LNH,Msi,Psi
Selasa, 13 Januari 2009 19:15
Perkembangan merupakan sebuah proses perubahan menuju ke hal-hal yang lebih sempurna, maka pada setiap fasenya, seorang individu mesti sukses melakukan tugas-tugas perkembangannya, tahap demi tahap. Kegagalan seorang individu melakukan tugas perkembangannya pada suatu masa, akan menghambat kesuksesan tugas perkembangan berikutnya. Satu hal penting yang menentukan sukses tidaknya seseorang menjalankan tugas perkembangan adalah lingkungan. Lingkungan yang pertama dan utama bagi setiap seseorang adalah keluarga, intinya orang tua, lebih khusus lagi, ibu . Bagi seorang ibu, mengamati seorang anak yang sedang berkembang merupakan hal yang sangat mengasyikan. Perubahan perkembangan seorang bayi yang hanya bisa terlentang pasif, kemudian dapat tengkurap, duduk, berdiri, berjalan sampai berlari-lari dengan aktif, dan dari ketika tidak mengerti apa-apa, mengoceh, kemudian dapat berbicara, merupakan pemandangan dan peristiwa yang sangat menakjubkan. Seorang ibu cenderung akan merasa cemas manakala perkembangan anaknya tidak menunjukkan kemajuan sebagaimana yang diharapkan. Namun kadang-kadang hal yang diharapkan ini kurang pada tempatnya. Seringkali harapan muncul karena membandingkan begitu saja dengan perkembangan anak lain yang seusia. Untuk itu perlu diluruskan.
Menurut beberapa pakar psikologi bahwa tiap-tiap anak memiliki tempo/waktu dan irama perkembangan yang tidak sama. Ada anak yang memiliki tempo perkembangan cepat ada yang lambat. Ada anak yang tetap berjiwa anak, tetapi ada pula yang lekas berfikir dan bertindak seperti orang dewasa. Ada anak yang lancar proses perkembangannya pada masa kanak-kanak, ada juga yang lebih lancar pada masa remaja. Perkembangan seringkali bersifat menggelombang, bukan berjalan lurus. Pada suatu saat seseorang memiliki sifat tenang disaat berikutnya disusul sifat memberontak, goncang tapi akhirnya tenang lagi. Prinsip ini menyimpulkan bahwa anak yang memiliki umur kronologis yang sama tidak selalu mengalami taraf dan sifat-sifat perkembangan yang sama.
Perkembangan dapat dibagi menjadi perkembangan fisik, perkembangan intelektual, perkembangan bahasa dan perkembangan psikososial. Perkembangan ini merupakan suatu kesatuan yang utuh, pembagian tersebut semata-mata hanya untuk memudahkan pengamatan, diagnosis dan penanganan bila terdapat suatu penyimpangan (Hardjono, 2003). Sebuah perkembangan dikatakan mengalami penyimpangan jika menunjukkan hal-hal yang tidak sebagaimana mestinya . Ke’semestian” ini, merupakan ciri perkembangan umumnya manusia. Misalnya, anak umur 2 tahun dikatakan memiliki penyimpangan fisik, jika pada usia ini dia belum mampu berjalan. Anak umur 3 tahun dikatakan memiliki penyimpangan emosi jika pada usia ini ia belum mampu diajak berkomunikasi, dsb. Berkaitan dengan hal itu, dengan demikian penyimpangan atau kelainan perkembanganpun meliputi 4 aspek, yaitu kelainan fisik, mental/intelektual, bahasa dan psikososial. Anak-anak yang mengalami penyimpangan atau kelainan ini, dikalangan profesioanl disebut dengan anak-anak khusus. Disebut demikian, selain kekhususan perkembangannya, anak-anak dengan kelainan tertentu, memiliki kebutuhan dan cara perawatan yang khusus pula. Berikut akan dibahas secara garis besar.
Kelainan fisik :
Perkembangan fisik dimulai sejak usia bayi dan berhenti ketika anak berusia sekitar 17 th. Pada masa bayi, seseorang ada pada masa ketergantungan penuh pada orang lain untuk bisa mempertahankan hidup. Pada masa ini seseorang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang menghasilkan perubahan bertahap baik dalam ukuran, bentuk tubuh, perasaan hingga perilakunya
Menurut tokoh-tokoh psikologi seperti H.E Erikson dan J. Piaget, kelainan fisik bisa meliputi terhambatnya perkembangan fungsi sensori motorik anak, utamanya dalam hal fungsi penglihatan, pendengaran dan fungsi otak. Oleh karena itu, yang tergolong dalam kelainan ini adalah :
Tuna Netra.
Tuna netra adalah orang yang memiliki ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada mata yang baik, walaupun dengan memakai kacamata, atau yang daerah penglihatannya sempit sedemikian kecil sehingga yang terbesar jarak sudutnya tidak lebih dari 20 derajad (Daniel P. Hallahan dkk, 1982; hal :284, dalam Mardiati Busono, l988).
Tunanetra dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu buta total dan kurang penglihatan (low vision). Orang dikatakan buta total jika tidak dapat melihat dua jari di mukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya yang lumayan dapat dipergunakan untuk orientasi mobilitas. Mereka tidak dapat menggunakan huruf selain huruf braille. Adapun mereka yang tergolong low vision, adalah mereka yang bila melihat sesuatu, mata harus didekatkan, atau mata harus dijauhkan dari objek yang dilihatnya, atau mereka yang memiliki pemandngan kabur ketika melihat objek. Untuk mengatasi permasalahan penglihatannya, para penderita low vision ini menggunakan kacamata atau kotak lensa. Selain dua klasifikasi diatas, penggolongan tunanetra kadang-kadang didasarkan pada kapan terjadinya ketunanetraan, apakah sejak lahir, setelah umur 5 tahun, setelah remaja atau dewasa. Pembagian dengan memperhatikan tahun kemunculan ini didasarkan pada asumsi pengaruh ketunetraan terhadap aspek perkembangan yang lain. Akan tetapi menurut penelitian khusus yang dikutip oleh W.D. Wall dan diterjemahkan oleh Bratantyo (l993), bahwa problem-problem intelek, emosi dan sosial dari anak-anak tunanetra, tidak berbeda dengan anak-anak yang memiliki penglihatan sehat. Perbedaannya hanya mengarah pada tidak dimilikinya pengalaman, kecuali jika perkembangnnya diselamatkan oleh teknologi mutakhir.
Tuna Rungu.
Penderita tunarungu adalah mereka yang memiliki hambatan perkembangan indera oendengar. Tuna rungu tidak dapat mendengar suara atau bunyi. Dikarenakan tidak mampu mendengar suara atau bunyi, kemampuan berbicaranyapun kadang menjadi terganggu. Sebagaimana kita ketahui, ketrampilan berbicara seringkali ditentukan oleh seberapa sering seseorang mendengar orang lain berbicara., akibatnya anak-anak tunarungu sekaligus memiliki hambatan bicara dan menjadi bisu. Untuk berkomunikasi dengan orang lain, mereka menggunakan bahasa bibir atau bahasa isyarat. Sebagaimana anak tuna netra, mereka memiliki potensi perkembangan yang sama dengan anak-anak lain yang tidak mengalami hambatan perkembangan apapun.
Tuna daksa
Tunadaksa adalah penderita kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti tangan, kaki, atau bentuk tubuh. Penyimpangan perkembangan terjadi pada ukuran, bentuk atau kondisi lainnya. Sebab kondisi ini bisa bermula dari lahir, atau ketika melewati proses kanak-kanak yang mungkin disebabkan oleh obat-obatan ataupun kecelakaan. Sebenarnya, secara umum mereka memiliki peluang yang sama untuk melakukan aktualisasi diri. Namun seringkali, karena lingkungan kurang mempercayai kemampuanya, terlalu menaruh rasa iba, anak-anak tuna daksa sedikit memiliki hambatan psikologis, seperti tidak percaya diri dan tergantung pada orang lain. Akibatnya penampilan dan keberadaan mereka di kehidupan umum kurang diperhitungkan. Oleh karena itu, perlakuan yang selama ini menganggap penderita tunadaksa adalah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan untuk hidup, perlu ditinjau lagi. Dengan kemajuan teknologi sebagaimana sekarang, penderita kelainan fisik dapat memperoleh fasilitas hidup yang lebih layak dan memadai.
2. Tuna grahita/kelainan intelektual/kelainan mental
Perkembangan mental intelektual adalah perkembangan dalam hal berfikir simbolik, berfikir intuitif, berfikir praoperasional, dan perkembangan dalam hal mengolah informasi. Secara konkret perkembangan mental intelektual ini dapat kita lihat ketika anak memberikan nama kepada bonekanya, atau main lainnya, ketika anakbermain menjadi tokoh ibu atausiapapun yang diidolakannya, ketika anak mampu menggambarkan sesuatu yang ia bayangkan, ketika anak-anak menganggap mimpinya adalah sebagai sesuatu yang nyata, ketika anak menyimpulkan bahwa benda-benda matipun memiliki keinginan, perasaan dan pikiran seperti dirinya, dan bahkanketika anak sudahmampu mengklasifikan dan mengambil kesimpulan atas sesuatu konsep.
Menurut seorang tokoh psikologi perkembangan J. Piaget, perkembangan mental dimulai bersamaan dengan fungsi sensori motor, yaitu sejak usia 0 – 2 th. Dikatakan juga oleh beberapa pakar psikologi yang lain, bahwa keterkaitan kondisi fisik utamanya fungsi sensori motor dengan perkembangan mental, sungguh sangat besar. Asumsinya, dengan semakin bertambahnya kemampuan anak secara fisik, anak akan mengeksplorasi lingkungan dan menyerap informasi-infprmasi yang akan membantu perkembangan mental intelektualnya. Ada kecenderungan semakin cepat perkembangan fisik anak, kemampuan mental intelektualnyapun akan cepat berkembang.
Kelainan mental, adalah kondisi dimana seorang anak memiliki hambatan untuk dapat berfikir sebagaimana di atas tadi. Atau kalaupun mampu, maka kwalitas hasil berfikirkan jauh dari yang diharapkan. Ada tidaknya kelainan mental intelektual secara pasti ditunjukkan oleh hasil tes psikologi, utamanya tes inteligensi.
Dari tes tsb akan diperoleh gambaran, apakah seseorang memiliki taraf kecerdasan rata-rata ( 90 – 109), di bawah (39 – 89) atau di atasnya (140-169). Seseorang dikatakan memiliki penyimpangan intelektual jika memiliki angka kecerdasan di bawah rata-rata dan genius. Menurut Azwar ( l996), dari sejarah penyebabnya, kelainan mental terbagi atas 2 macam, yaitu lemah mental dan cacat mental. Penderita lemah mental biasanya tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan fisik, tidak mempunyai sejarah penyakit atau luka yang menyebabkan kerusakan mentalnya. Dengan kata lain kelemahan mental yang diderita tidak mempunyai dasar organik, namun seringkali didapati bahwa penderita memang mempunyai garis retardasi mental dalam keluarganya.
Adapun pada penderita cacat mental, kelainan ini disebabkan oleh terjadinya luka di otak, penyakit atau kecelakaan yang mengakibatkan pertumbuhan mentalnya tidak normal. Penyebab tersebut bisa terjadi sewaktu masih dalam kandungan, semasa masih kanak-kanak, bahkan setelah menjelang dewasa.
Secara gradasi dapat diketahui, bahwa kelainan mental cukup variatif yaitu sebagai berikut :
Moron : IQ : 50 –70
Imbesil IQ : 25 – 50
Idiot IQ : di bawah 25.
Menurut Telford dan Sawrey (dalam Azwar, l998), selain tingkat inteligensi, beberapa kriteria dalam identifikasi kelainan mental ini ditentukan juga oleh kriteria perilaku adaptif, kriteria kemampuan belajar, dan kriteria penyesuaian sosial .
3. Keterlambatan dan Kelainan bahasa
Menurut para pakar, perkembangan fungsi berbahasa merupakan proses paling kompleks diantara seluruh fase perkembangan (Hardiono Pusponegoro, 2003). Fungsi berbahasa seringkali menjadi indikator paling baik dari ada tidaknya gangguan perkembangan intelek. Bersama-sama dengan perkembangan sensori motorik, perkembangan fungsi bahasa akan menjadi fungsi perkembangan sosial.
Perkembangan bahasa memerlukan fungsi reseptif dan ekspresif. Fungsi reseptif adalah kemampuan anak untuk mengenal dan bereaksi terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suaru dan akhirnya mengerti kata-kata. Fungsi ekspresif adalah kemampuan anak untuk mengutarakan pikirnnya, dimulai dari komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata. Kemungkinan adanya kesulitan berbahasa harus difikirkan bila seorang anak terlambat mencapai tahapan unit bahasa yang sesuai untuk umurnya. Unit bahasa tersebut dapat berupa suara, kata, dan kalimat. Selanjutnya fungsi berbahasa diatur pula oleh aturan tata bahasa, yaitu bagaimana suara membentuk kata, kata membentuk kalimat yang benar dan seterusnya. Keterlambatan bicara terjadi pada 3-15% anak, dan merupakan kelainan perkembangan yang paling sering terjadi. Sebanyak 1% anak yang mengalami keterlambatan bicara, tetap tidak dapat bicara. Tiga puluh persen diantara anak yang mengalami keterlambatan ringan akan sembuh sendiri, tetapi 70% diantaranya akan mengalami kesulitan berbahasa, kurang pandai atau berbagai kesulitan belajar lainnya. Seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan bahasa jika :
tidak mau tersenyum sosial sampai 10 minggu , tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan
Tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia 8 bulan
Tidak bicara sampai usia 15 bulan
Tidak mengucapkan 3-4 kata sampai usia 20 bulan
Penyebab gangguan bicara dan berbahasa ini antara lain karena :
* Sistim syaraf pusat ( otak ): termasuk ini adalah kelainan mental, autism, gangguan perhatian, serta kerusakan otak.
* Adanya gangguan pendengaran, gangguan penglihatan maupun kelainan organ bicara.
* Faktor emosi dan lingkungan : yaitu anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari lingkungannya . Bilamana anak yang kurang mendapat stimulasi tersebut juga mengalami kurang makan atau child abuse, maka kelainan berbahasa dapat lebih berat karena penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi juga kelainan saraf karena kurang gizi atau child abus,. mutisme selektif, biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yaitu tidak mau bicara pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu. Atau kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang tertentu, biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau gangguan motivasi.
* Kumulatif faktor di atas
4. Kelainan psikososial
Perkembangan psikososial adalah perkembangan yang berhubungan dengan pemahaman seorang individu atas situasi sosial di lingkungannya. Secara riil, psikososial ini meliputi bagaimana seseorang mengetahui apa yang dirasakan orang lain, bagaimana mengekspresikan perasaannya dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungannya. Selain itu, psikososial juga berkaitan dengan kemampuan seorang anak melepaskan diri dari ibu atau orang penting didekatnya dan melakukan tugas-tugas yang diberikan secara mandiri. Pada saat yang bersamaan, perkembangan psikososial ini juga meliputi pemahaman seorang anak atas peraturan-peraturan yang ada di sekitarnya.
Dengan demikian yang dimaksud dengan kelainan psikososial adalah kelainan-kelainan yang berhubungan dengan fungsi emosi, dan perhatian terhadap sekitarnya. aya.
Beberapa penyimpangan atau kelainan perilaku yang muncul berkaitan dengan fungsi-fungsi ini antara lain adalah :
* Gangguan emosi, gangguan emosi tampak melalui perilaku ekstrim seperti terlalu agresif, terlalu menarik diri, berteriak, diam seribu bahasa, terlalu gembira atau terlalu sedih. Perilaku ekstrim ini muncul dalam tempo yang tidak sebentar dan dalam situasi yang tidak tepat. Masyarakat kadang-kadang membeei label pada mereka yang memiliki hambatan ini dengan sebutan “anak nakal” misalnya.
* Gangguan perhatian, gangguan perhatian tampak sebagai kesulitan seorang anak dalam memberikan perhatian terhadap objek disekitarnya, sekalipun dalam waktu tidak lama. Termasuk dalam kelainan ini adalah hiperaktif, sulit memusatkan perhatian (adhd) dan autism. Secara sekilas, penyandang gangguan ini dapat terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala tersebut diatas dapat timbul secara bersamaan, sehingga dapat dikatakan bahwa anak-anak yang memiliki gangguan perhatian ini termasuk memiliki gangguan yang kompleks. Untuk memastikan apakah seorang anak memiliki gangguan perhatian ini, utamanya autism, perlu dilakukan oleh dokter, psikolog, terapis, guru dan utamanya keterangan orang tua, mengenai sejarah perkembangannya.
Deteksi kelainan perkembangan dapat dilakukan oleh orang tua sejak dini. Semakin cepat orang tua menemukan kelainan-kelainan pada anaknya akan semakin baik dan mudah penanganannya. Sebagaimana dikatakan para pakar bahwa ada tidaknya perubahan kwalitas perkembangan anak sedikit banyak adalah hasil dari pembiasaan yang diterapkan oleh orang tuanya. Seorang anak yang terbiasa mendapati lingkungan yang menyenangkan (hawa udara, cahaya, suara) dan tidak mengalami hal-hal yang menakutkan atau serba tidak menentu akan cenderung menumbuhkan perasaan mempercayai sesuatu. Sebaliknya, jika seorang anak dibesarkan oleh kebiasaan yang tidak menyenangkan, ia akan tumbuh menjadi anak yang mudah curiga atau tidak mempercayai sesuatu, dingin dan acuh tak acuh . Bahkan diduga, mereka yang tidak mendapatkan hal-hal yang menyenangkan akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak memiliki belas kasih.
H.Erikson (dalam Gunarsa, l980), mengatakan bahwa kuncinya adalah pada fungsi pengindraan sebagai alat pertama untuk melakukan hubungan dan pengalaman sosial yang pada muaranya mempengaruhi reaksi dan sikap seseorang di kemudian hari. Karena anak atau bayi paling sering memperoleh makanan melalui mulut, maka ia berhadapan pertama kali dengan lingkungan sosialnya melalui mulut. Anak akan merasakan hubungan-2 sosial yang pertama ini melalui hal-hal yang kualitatis daripada hal-hal yang kuantitatif, seperti seringnya memperoleh makanan. Dengan kata lain anak akan merasakan kehangatan cinta kasih dari ibu atau pengasuhnya, melalui caranya memberikan makanan, caranya menyusui , caranya mengajak tertawa dan berbicara dengan anak maupun cara-cara yang lain, yang ditunjukkan untuk menyatakan keberadaan si anak. Pengalaman ini untuk selanjutnya akan menjadi bekal bagi anak atau seseorang ketika melalui hari-hari panjangnya yang lebih kompleks di kemudian hari, manakala ia melewati fase-fase berikutnya.
Ternyata, ketidakberdayaan akan berubah menjadi digjaya, manakala perhatian dan kepedulian diberikan oleh orang-orang terkasih….
anak indigo
REFLEKSI ANAK INDIGO DALAM PEREMPUAN MENCARI TUHAN
15/11/2009
Resti Nurfaidah
Abstrak
Anak indigo merupakan fenomena abad neew age, abad milenium. Anak-anak tersebut kerapkali menunjukkan karakter yang cenderung aneh. Terkadang, kehadiran mereka kerapkali menjadi bumerang bagi lingkungan sekitarnya. Bahkan, mereka sering dicap sebagai anak yang berperilaku menyimpang. Terlebih lagi bagi orang tua yang tidak sabar cenderung membawa anak indigo ke pusat rehabilitasi mental. Salah satu sebab yang membedakan anak indigo dengan anak lainnya adalah mereka senantiasa menunjukkan perilaku yang aneh. Padahal, tanpa mereka sadari kebanyakan anak indigo memiliki intelegensi di atas rata-rata atau bahkan kemampuan yang belum tentu dapat dimiliki anak sebayanya. Sementara itu salah seorang psikoterapis senior di Indonesia mengatakan bahwa anak indigo merupakan anak yang abnormal karena terjadinya kerusakan pada sistem otak. Sehubungan dengan hal itu, anak indigo harus mendapatkan penanganan yang tepat sejak awal dan mereka harus dianggap sebagai anak biasa. Berbeda dengan kondisi di negeri ini, Amerika menjadikan anak indigo sebagai aset yang sangat berharga. Di sana anak indigo dilibatkan dalam penanganan kasus kriminal. Semakin maraknya fenomena anak indigo tersebut, banyak penulis yang mengangkat hal itu ke dalam karya mereka. Salah satu di antaranya, dapat kita temukan dalam novel Perempuan Mencari Tuhan yang ditulis oleh Yudhistira. Novel tersebut bercerita tentang konflik antara anak indigo dan lingkungan sekitarnya. Lingkungan tersebut menunjukkan sikap tidak berterima kepada anak indigo. Tokoh Ganet menjadi korban ketidakberterimaan atas kelebihan yang dimilikinya. Hal itu menimbulkan kekecewaan dalam diri Ganet dan ia tidak bisa menerima kondisi itu. Hal itu tanpa sengaja membawanya menuju pintu gerbang pencarian jalan menuju Tuhan. Sayang sekali, Tuhan Mahakuasa yang ingin ia temui didapatinya di penghujung ajalnya. Novel tersebut sarat dengan penyampaian konflik antara lingkungan dan anak istimewa itu.
Kata kunci: anak indigo, ketidakberterimaan lingkungan, dan konflik
Abstract
Indigo children is one of the new age phenomenon. They sometimes showing as ones with some bad characters. Sometimes, their appearance is being a boomerang for their environtment. Even, they are accepted as children with psychological disorder. Most dispassionated parents take them to the mental rehabilitation center. One of the reasons is the indigo children always show their abnormal action. Whereas, they mostly have high standard of intelligence or the skill that not everyone can do. One of Indonesia senior psychiatrician said that actually the indigo children is abnormal ones because of their brain damage. Because of that, the indigo children must have right theraphy and are accepted to be normal ones. Meanwhile, another said that they can be useful state asset as America does. There, they are involved in the investigation of the crime. The reflection of indigo Children can be found in Perempuan Mencari Tuhan—a novel by Yudhistira. It is told us about the conflict between those indigo children and their environment. Bad acceptance emerges those conflict. Ganet, one of them, is a victim of unacceptance of her environment towards the skill that she has. She is very disappointed with it and can’t stand with the condition. This opens the gateway of exploring God, the Almighty that is at least she found in time with the coming her death. This writing is describing about the conflict of indigo children in the novel.
Key word: indigo children, environment unacceptance, and conflict
1. Pendahuluan
Sejak peralihan ke era milenium, kasus kehadiran anak indigo semakin merebak di berbagai belahan dunia. Anak indigo adalah sebuah istilah baru yang dicetuskan oleh Nancy Ann Tappe, seorang konselor, pada tahun 1980-an, untuk cahaya berwarna perpaduan antara biru dan merah yang menyelimuti tubuh seorang anak (Bataviase:2007). Perpaduan kedua warna itu terletak tepat di kening bagian tengah, di antara kedua alis mata.
Anak indigo sekilas tampak sama dengan anak-anak pada umumnya. Namun, jika diperhatikan lebih saksama tampak jelas perbedaannya. Gaya pembicaraan mereka cenderung seperti orang tua, sulit beradaptasi dengan teman sebaya, dan peka terhadap hal-hal yang terjadi di luar kemampuan manusia pada umumnya. Menurut Tobler (dalam Bataviase:2007), anak indigo memiliki beberapa karakter berikut:
1. mereka datang ke dunia dengan rasa ingin berbagi;
2. mereka menghayati hak keberadaannya di dunia ini dan heran bila ada yang menolaknya;
3. dirinya bukanlah yang utama, seringkali menyampaikan ‘siapa jati dirinya’ kepada orang tuanya;
4. sulit menerima otoritas mutlak tanpa alasan;
5. tidak mau/sulit menunggu giliran;
6. mereka kecewa bila menghadapi ritual dan hal-hal yang tidak memerlukan pemikiran yang kreatif;
7. seringkali mereka menemukan cara-cara yang lebih tepat, baik di sekolah maupun di rumah sehingga menimbulkan kesan “non konformistis” terhadap sistem yang berlaku;
8. tampak seperti antisosial, terasing kecuali di lingkungannya, sekolah seringkali menjadi amat sulit untuk mereka bersosialisasi;
9. tidak berespons terhadap aturan-aturan kaku (mis.: “tunggu sampai ayahmu pulang”);
10. tidak malu untuk meminta apa yang dibutuhkannya (banyak teori yang membahas masalah ini).
Akibat segala kelebihan yang dimiliki mereka, anak indigo kebanyakan justru menghadapi posisi dan kondisi yang sulit dalam hidupnya. Gaya pikiran yang cenderung futuristik serta perilaku yang lebih dewasa daripada teman sebayanya, membuat anak indigo kerapkali mengalami ketidakberterimaan dari lingkungannya, termasuk lingkungan terdekat atau keluarga sekalipun.
Beberapa pakar metafisika dan psikiater menyatakan bahwa sistem pendidikan kita belum dapat mengakomodasi kebutuhan anak indigo sehingga mereka mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan guru dan teman-teman sebayanya. “Penolakan” yang bertubi-tubi itulah yang menyeret sebagian besar anak indigo pada frustasi. Emosi yang cenderung labil dan tiadanya tempat untuk mengaktualisasikan diri sepenuhnya mengakibatkan anak indigo cenderung mencoba cara alternatif yang negatif, misalnya menjadi pemakai obat-obatan terlarang atau penderita depresi.
Jika sistem pendidikan belum menerima keberadaan mereka, para pakar kejiwaan dan metafisika menyarankan bahwa diperlukan suatu wadah yang dapat menampung aktualisasi anak indigo yang pada umumnya dikaruniai satu atau banyak kelebihan yang tidak dimiliki oleh anak sebayanya. Sebenarnya kita selama ini menganggap bahwa anak indigo tersebut sama satu sama lain. Padahal, tidak demikian. Ada empat tipe anak indigo dengan kelebihan masing-masing. Tipe pertama adalah tipe interdimensional, yakni anak indigo yang memiliki ketajaman indra keenam. Ada pula tipe artis. Anak indigo dari tipe ini amat menonjol di bidang seni dan sastra. Lalu, ada tipe humanis yang mempunyai kelebihan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Biasanya mereka menggunakan kemampuannya untuk menolong orang lain. Tipe terakhir adalah tipe konseptual. Mereka amat menonjol dalam merancang suatu program, misalnya dalam rangka menyelamatkan perusahaan yang akan bangkrut atau membuat usaha baru yang booming dan mendatangkan keuntungan finansial bagi banyak orang. Selain keempat tipe tadi, kadar indigo setiap orang juga sangat berbeda. Sehubungan dengan hal itu, penanganan yang diperlukan bagi setiap anak indigo pun berbeda-beda (Megarini dalam Eriyanti, 2009:17).
Berdasarkan keempat tipe indigo tadi, sudah selayaknya anak indigo mendapatkan tempat yang tepat dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan, ada pula beberapa pakar yang menyatakan bahwa anak indigo dapat dijadikan sebagai aset negara, seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat. Lembaga pendidikan khusus anak indigo pun banyak didirikan di benua itu. Banyak pula anak indigo yang dilibatkan dalam tugas-tugas yang berkaitan dengan kriminal dengan mengandalkan kepekaan luar biasa yang dimiliki mereka.
Banyak perdebatan yang terjadi di kalangan pakar kejiwaan, psikologi, dan metafisika tentang kasus anak indigo tersebut. Sebagian mengatakan bahwa anak indigo merupakan anugerah illahi yang dapat dimanfaatkan demi kepentingan umum. Sementara itu, sebagian lain menyatakan bahwa kasus tersebut tidak lebih dari kasus kerusakan otak pada bagian tertentu, sedangkan yang lain berpendapat bahwa anak indigo adalah produk zaman baru yang mengemban misi tertentu. Misi anak indigo dalam pandangan pakar metafisika adalah manusia yang dilahirkan untuk mengemban perdamaian dunia. Selain itu, Suhalim (dalam Yaya) mengatakan bahwa anak indigo merupakan produk perubahan perputaran bumi. Pada tahun 1970 sampai dengan tahun 1980-an, resonansi bumi sekitar 7,83 Hz. Pada tahun 2000 resonansi bumi menjadi 8,5-9 Hz, sedangkan pada tahun 2004 sudah mencapai 13,5 Hz. Secara teoretis getaran bumi yang semakin cepat akan membuat bumi semakin panas dan suhu ikut meningkat. “Kenaikan ini juga mengakibatkan perubahan yang cukup signifikan sehingga membutuhkan orang tertentu untuk menyeimbangkannya,” lanjut konsultan fengsui dan aura ini. Kelahiran anak-anak berbakat inilah yang akan membantu getaran bumi berjalan lebih smooth, lebih mulus. Kelahiran mereka ditujukan untuk mengubah tatanan dunia supaya menjadi lebih nyaman. Di lain pihak, ada pula yang berpendapat bahwa makhluk indigo muncul bukan tanpa sebab. Lucky (2007) menyatakan bahwa anak indigo muncul karena tiga sebab berikut, yaitu:
1. berasal dari keturunan yang masih memberlakukan sirik, misalnya menyimpan keris yang dianggap memberi berkah dsb atau memelihara benda pusaka lainnya;
2. turunan dari kakek, pokoknya ada keturunan keluarga yang juga indigo;
3. tidak turunan, tetapi jin mencoba untuk mengikuti anak tsb.
Uraian singkat tentang anak indigo tadi penulis jadikan dasar analisis pada sumber data, yaitu novel Perempuan Mencari Tuhan karya Dianing Widya Yudhistira. Analisis tersebut penulis jadikan sebagai pembuktian apakah uraian tadi dapat berterima atau tidak berterima dengan sumber data yang penulis ambil.
2. Refleksi Anak Indigo Dalam Perempuan Mencari Tuhan
Novel Perempuan Mencari Tuhan karya Yudhistira (2007) bercerita tentang kematian seorang gadis belia bernama Clara. Kematian Clara ternyata berbuntut panjang. Pascakematiannya banyak menimbulkan peristiwa aneh yang dialami oleh keluarganya. Peristiwa aneh itu terus berlanjut sampai kelahiran Ganet—anak Zahra. Keponakan kecilnya itu ternyata terus dibuntuti oleh Clara. Beberapa pesan Clara disampaikan dengan baik oleh bocah kecil yang ajaib itu. Ganet mewarisi keanehan yang dimiliki oleh Zahra dulu. Salah satu tantenya, Laksma, sangat meyakini Ganet sebagai reinkarnasi Clara terlebih dengan segala kemiripan yang dimiliki bocah itu. Nasib Ganet pun hampir sama dengan nasib tantenya yang sudah lama berpulang lebih dulu itu.
Novel itu diawali dengan peristiwa kematian Clara. Suasana kematian yang berjalan alot terungkap seutuhnya pada bagian itu. Nuansa kematian menyiratkan nuansa pucat dan kesedihan. Pada saat ajalnya itulah, Clara baru menyadari siapa Tuhan dan siapa malaikatulmaut, sosok yang sempat membuatnya sangat ketakutan dan mengunci mulutnya dari kalimat ilahiah. Dengan gigih Laksma—kakak yang selama ini selalu membencinya, yang menunggui Clara pada saat-saat terakhirnya itu—terus mendesakkan nama Tuhan ke telinga Clara. Clara mampu menghilangkan rasa takutnya dan berserah diri kepada Tuhan. Dengan legowo Clara menyerahkan desah napas terakhirnya teriring sebutan nama Tuhan di mulutnya.
Susah payah Laksma mengendalikan Clara. Hingga akhirnya nama Tuhan tereja di bibir Clara dengan terbata-bata. Sangat jelas bayang-bayang kematian Clara di mata Laksma. Wajah Clara begitu sunyi. Hening.senyap. (PMT:3)
Namun, kematian Clara ternyata berbuah rangkaian peristiwa aneh yang dialami, terutama oleh keluarga terdekatnya. Beberapa peristiwa aneh tersebut, antara lain, adalah sebagai berikut.
1. Peristiwa aneh di pascapemakaman Clara: Kedua kaki Zahra seolah tertancap kuat pada kulit bumi. Bobot tubuhnya bertambah drastis sehingga Laksma tidak mampu menariknya saat mengajak pulang adik satu-satunya itu. Dinding pemakaman mendadak tumbuh meninggi dan menebal. Pepohonan di pemakaman juga mengalami hal yang sama, tumbuh kian menjulang tinggi hingga hampir menggaruk langit. Bunga kematian jatuh berguguran, menebarkan aroma wangi misterius di sekitar pemakaman, dan kunang-kunang hadir menghias malam. Kedua kakak beradik itu terjebak di pemakaman hingga akhirnya kelelahan dan tertidur pulas di tempat itu. Ibu yang menyusul ke tempat itu pun mengalami hal yang sama (hlm. 8—20).
2. Waktu berlalu sangat cepat: Peristiwa aneh di pemakaman tersebut rupanya telah menjebak ibu dan kedua anaknya itu selama satu minggu. Padahal, mereka merasa bahwa peristiwa itu hanya berlangsung semalam saja (hlm 22—25). Peristiwa yang sama juga dialami mereka setelah Ganet tumbuh dan bersekolah (hlm. 181—182).
3. Keindahan surga di kamar Clara: Zahra, yang tidak sempat memenuhi keinginan sang kakak, membawakan Clara syal dan selimut kesayangannya. Zahra juga melihat sebuah pemandangan yang sangat indah di kamar Clara (hlm. 27—29).
4. Keanehan Zahra hanya dirasakan oleh ibunya (hlm.35).
5. Peristiwa kotak sepatu: Laksma merasa heran karena kotak sepatu yang ia cari ditemukan tidak pada tempat semula ketika menyimpannya dulu (hlm. 46—47 dan 50).
6. Clara menjadi psikiater: Psikiater yang ditemui Zahra memiliki fisik yang identik dengan Clara. Namanya pun sama, Clara. Bahkan, psikiater itu mengatakan bahwa ia memang Clara, kakaknya sendiri. Namun, Zahra tidak menerima hal itu dan memilih hengkang dari hadapan wanita itu (hlm. 68—70).
7. Perubahan wajah pramugari: Dalam perjalanan ke kota rantau, Zahra mendapati wajah-wajah pramugari berubah menjadi wajah Clara. Perubahan itu terjadi berulang-ulang (hlm. 80).
8. Dekorasi kamar Clara di kamar Zahra: Zahra heran ketika melihat dekorasi kamar kosnya tidak ubahnya seperti kamar Clara di rumah (hlm. 83—83).
9. Mug Clara di kamar kos Zahra: Zahra merasa heran ketika ibu kos menyatakan bahwa seorang gadis telah mengantarkan gelas itu kepadanya (hlm. 84—85). Ketika Zahra kembali ke rumah, mug itu sudah ada di kamarnya (hlm. 108).
10. Berlipatnya jumlah anak tangga: Nenek menaiki tangga menuju kamar kos Zahra dengan perjuangan yang sangat berat ia merasa menaiki seratus anak tangga sementara setelah sampai dilihatnya ke bawah jumlah anak tangga itu hanya 13 buah (hlm. 94).
11. Keanehan yang dialami suami Zahra, Bayu, selama kehamilan istrinya: Zahra tidak merasakan keanehan sedikit pun selama mengandung. Namun, rasa mual yang hebat justru dirasakan oleh Bayu. Selain itu, gerakan janin juga tidak dirasakan oleh Zahra, tetapi Bayu yang merasakan gerakan itu. Zahra tidak merasakan sakit saat akan melahirkan. Sebaliknya, Bayulah yang didera derita luar biasa menjelang kelahiran anaknya, Ganet (hlm. 114—118).
12. Nama Clara tertulis di dada Ganet: Laksma menemukan tulisan nama Clara pada dada Ganet, keponakannya yang baru saja lahir. Ia teringat kembali pada tulisan nama yang sama yang digoreskan di dada Clara pascakematiannya (hlm. 120—123 dan 133).
13. Perubahan wajah ibu ketika memangku Ganet: Wajah ibu berubah menjadi muda seperti saat ia baru melahirkan Clara dulu (hlm.126—127).
14. Ganet bisa bicara saat masih berusia empat bulan: Laksma mendengarkan musibah yang akan menimpa suaminya dari mulut Ganet (hlm. 158—159).
15. Setahun sekali Ganet tidur seharian: Zahra ingat Clara selalu berpuasa seharian saat hari ulang tahun dan baru makan pada pukul 12 malam menjelang pergantian hari. Tepat pada hari ulang tahun Clara, Ganet tertidur seharian dan baru terjaga tengah malam (hlm.162—163).
16. Selera Ganet mirip dengan selera Clara: Ia sangat menyukai boneka kura-kura (hlm. 163—165). Dekorasi di kamar Ganet pun sama persis dengan dekorasi di kamar Clara (hlm. 207).
17. Suara Ganet berubah menjadi suara Clara: Laksma mendengar sendiri perubahan suara Ganet (hlm.170—172).
18. Ganet mampu memberikan informasi yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Hal itu terjadi ketika Zahra lupa kepada teman sekosnya dulu (hlm. 183—185).
19. Daya nalar dan kepekaan Ganet terhadap peristiwa yang akan datang sangat tinggi. 192, 200, 205, 208—209, 212—213, 224—226, 237—240, 246—257).
20. Ganet memiliki alibi: Ketika ibu gurunya menderita depresi karena musibah kecelakaan yang menimpanya, Ganet mengunjungi ibu gurunya itu dan turut menenangkannya. Padahal, pada saat yang sama Ganet tertidur pulas hingga denyut nadinya melemah. Ketika Ganet kembali, gadis kecil itu terjaga (hlm. 229–236). Ganet juga beralibi menemui Carol di dalam pesawat yang akan membawanya ke luar negeri. Padahal pada saat yang bersamaan Ganet tertidur pulas (hlm. 240—241).
21. Jarak yang kian menjauh: Laksma mendadak menempuh jarak yang sangat jauh untuk menuju rumah Zahra hingga sangat kelelahan dan setengah linglung (hlm. 244—245).
22. Masa hidup Ganet dan Clara sama: Ganet meninggal tepat ketika menginjak usia 13 tahun. Keduanya meninggal dalam kondisi pencarian jati diri Tuhan dan sebelumnya mengalami perjalanan rohani yang sama, di antaranya berkunjung ke neraka dan surga (hlm.271—281).
Selama hidupnya Clara sangat dekat dengan adiknya, Zahra. Sebaliknya, sang kakak, Laksma, tidak demikian. Kelahiran Clara seakan meretas benang kasih sang ibu kepadanya. Kondisi Clara yang lemah tentunya menuntut perhatian khusus sang ibu kepadanya. Laksma merasa tersisihkan. Ia tidak segan-segan melampiaskan kekesalannya itu kepada Clara dengan berbagai cara. Kelahiran Zahra dapat menghibur Clara karena ia memiliki sahabat berbagi suka dan duka. Demikian pula, Zahra sangat menyayangi kakaknya. Kematian Clara sangat ia sesali karena tidak sempat memberikan apa yang diinginkan sang kakak menjelang ajalnya. Zahra tidak dapat mendampingi Clara saat orang terkasih itu tiada. Suasana kepedihan Zahra tercermin dalam kutipan berikut.
Sejak itu hari-hari Zahra adalah seorang perawan yang tengah menunggu kereta api di stasiun terakhir. Tak satu pun kereta yang datang berhenti di depan Zahra. Kepergian Clara sangat membuat Zahra terpukul. Ia kehilangan saudara, kakak, teman, sahabat, ibu, guru, dan entah sebutan apa lagi. Sebab hanya kepada Clara, Zahra menemukan kedamaian. Kedamaian yang tak mampu ibu dan ayah Zahra penuhi. (PMT:31)
Kematian Clara bukan merupakan akhir persahabatan mereka. Sepeninggal teman curhatnya itu, Zahra tidak pernah kehilangan Clara. Rupanya Zahra dikaruniai kepekaan yang luar biasa. Ia selalu berkomunikasi dengan Clara. Clara rupanya masih mencintai kehidupan di dunia dan enggan meninggalkan orang-orang yang ia cintai. Clara telah mendapat izin dari Tuhan untuk mengunjungi orang yang ia rindukan, Zahra. Jadilah komunikasi di antara keduanya berlanjut. Bahkan, Clara masih bisa mencicipi masakan ibunya yang disisihkan Zahra untuknya. Kamar Clara pun masih dibiarkan seperti aslinya dan dirawat seperti saat Clara masih hidup.
Kelebihan yang dimiliki Zahra tersebut rupanya menuai reaksi pro dan kontra dari keluarganya. Ibu, nenek, dan kakaknya tidak mempercayai Zahra yang mampu berhubungan dengan Clara. Mereka menganggap bahwa Zahra bersikap sangat aneh sepeninggal Clara.
Nenek yang pernah memvonisnya tak waras. (PMT:92)
Keikhlasan ibu untuk melepaskan Clara terusik dengan tingkah aneh Zahra. (PMT:35)
“Berhentilah bersikap aneh,” ujar Laksma lagi. (PMT:65)
Ibu telah berupaya keras untuk ‘menyembuhkan’ Zahra agar tidak menceracau tentang Clara, di antaranya membawa si bungsu kepada seorang psikiater.
Zahra sedikit gusar. Tak ada gunanya ia berlama-lama di depan psikiater ngawur itu. Ia tak mendapatkan apa-apa. Psikiater itu sama dengan nenek, ibu, dan Laksma. Jadi, untuk apa ia berlama-lama di situ. Serta merta ia beranjak dari duduknya. Berlalu dari ruangan itu. (PMT:70)
Namun, hal itu tidak pernah berhasil. Zahra kembali seperti semula, senang berbicara dengan Clara dan menyendiri. Ibu yang akhirnya putus asa, mengalihkan kekecewaannya itu pada pekerjaannya, workaholic. Nenek juga tidak percaya kepada Zahra sampai akhirnya wanita tua itu melihat sendiri keajaiban yang dialami cucunya itu. Laksma sama sekali tidak mempercayai Zahra hingga akhirnya ia mendapati bahwa kelak keponakannya, anak Zahra yang bernama Ganet, dikaruniai tanda-tanda yang cenderung identik dengan Clara.
Reaksi negatif dari keluarga yang diterimanya membuat Zahra memutuskan untuk menarik diri dari lingkungannya. Ia cenderung mengurung diri di kamar seharian sepulang dari sekolah. Komunikasi dengan anggota keluarga lainnya menjadi hambar. Satu-satunya jalan adalah pergi ke kamar Clara dan menunggu kehadiran sang kakak yang mampu menutup rasa hampa dalam diri Zahra.
Puncak dari kekecewaan Zahra adalah keputusannya untuk hengkang dari rumah, meninggalkan nenek, ibu, dan Laksma. Meskipun harus bersitegang dengan ibunya, Zahra tidak bergeming. Ia bersikeras untuk melanjutkan sekolahnya di perantauan.
Perjalanan di pesawat adalah perjalanan yang panjang. Setiap kali pesawat menempuh kilometer, jarak tujuan terasa bertambah jauh. Entah mengapa di atas pesawat itu Zahra merasa sendirian di alam lepas. Awan putih dengan titik air bening menggumpal di kaca jendela pesawat. Pergi dari rumah tanpa restu dan dukungan ibu telah ia lakukan.
Meskipun Zahra ngeri dengan ancaman ibunya, ia tetap bertekad belajar di kota propinsi. Tabungan dan beasiswa yang ia punya cukup untuk membiayai kuliah hingga selesai, sedang untuk tinggal dan makan mau tak mau ia harus bekerja. Bekerja? Sebagai apa. Pekerjaan apa yang bisa dilakukan anak selepas SMU. (PMT:74)
Pertemuan dengan Clara tiada terputus. Clara masih menemuinya. Namun, setelah pertemuannya dengan Bayu, lelaki yang mencintainya, Clara tidak lagi dapat menemuinya. Pada pertemuan terakhirnya dengan sang kakak, Zahra mendapat perintah dari kakak tercintanya itu untuk menerima pinangan Bayu. Clara mengatakan bahwa hanya melalui Bayulah ia dapat mengunjungi Zahra kembali.
Perkawinan Bayu dan Zahra membuahkan seorang bayi perempuan yang cantik bernama Ganet. Fisik dan seleranya sangat mirip dengan Clara. Kelahiran Ganet sama halnya dengan kematian Clara, sama-sama membuahkan peristiwa aneh. Ketika digendong oleh neneknya, wajah sang nenek berangsur-angsur menjadi muda kembali seperti saat ia melahirkan Clara dulu.
Diangkatnya Ganet pelan-pelan dengan penuh perasaan. Zahra melihat ada perubahan besar dalam diri ibu. Ia lihat pelan-pelan wajah ibu jauh lebih muda. Ibu seperti baru saja melahirkan, ya, ibu seperti baru melahirkan Clara. Ibu sangat cantik, berkulit bersih, matanya bersinar. Ibu mencium Ganet dalam-dalam dan menyebut nama Clara. Zahra tercengang. Ia dengar betul ibu menyebut nama Clara saat mencium Ganet. (PMT:127)
Ketika Clara meninggal, Laksma dengan iseng menuliskan nama Clara di dada adiknya yang telah membujur kaku itu. Namun, setelah Ganet lahir, tanpa sengaja ia membuka baju bayi itu dan menemukan tulisan nama yang sama di dada keponakannya yang masih merah itu.
Pelan-pelan Laksma membuka baju si bayi. Ia menelisik ke dada si bayi. Deg, jantung Laksma berpindah tempat. Pada dada si bayi jelas-jelas tertera nama Clara dengan tinta warna hitam. Tinta yang sama ketika ia menorehkan nama Clara pada dada Clara. (PMT:120)
Namun, keanehan tersebut hanya dapat dilihat oleh Laksma dan Zahra. Bayu dan ibu tidak melihatnya. Keanehan itu semakin berkembang seiring perkembangan tubuh Ganet. Ganet sudah dapat berbicara ketika menginjak usia empat bulan. Selain itu, kemampuan Ganet yang lain muncul seiring kemampuannya untuk berbicara. Ganet dapat menyampaikan peristiwa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
“Jangan pergi.”
Laksma terkejut. Ia yakin ucapan yang baru saja ia dengar bukan berasal dari ibu. Laksma memandangi Ganet dengan keheranan yang luar biasa. Ia semakin terheran-heran dengan pembicaraan Ganet yang sangat lancar.
“Nenek tak bohong, Ganet yang minta bertemu dengan Tante.”
Laksma bengong.
“Ada sesuatu yang mesti Ganet sampaikan.”
Laksma menautkan kening.
“Akan ada kabar buruk datang. Kapal suami tante tertabrak karang. Seluruh awak kapal meninggal.”
“Ganet.”
“Ini benar, Tante.”
Dada ibu bergemuruh, sedang Laksma seperti ingin mati. Ganet mengatakan suaminya akan meninggal. Itu menyakitkan. (PMT:158—159)
Kemampuan supranatural Ganet semakin berkembang seiring perkembangan usianya. Dengan spontan ia akan menyampaikan informasi futuristik kepada orang yang bersangkutan, di antaranya, keluarga teman kuliah ibunya, guru wali, tetangga, presiden, termasuk kerabatnya sendiri. Tentu saja informasi yang disampaikan Ganet mengundang pro dan kontra dari pihak yang bersangkutan. Ganet selalu dianggap mengada-ada, bahkan cenderung ditertawakan. Kata-kata Ganet dianggap angin lalu. Namun, ada pula yang menerima dan mengikuti kata-katanya. Salah seorang di antaranya adalah Sandra, teman ibu Ganet semasa kuliah dulu. Sandra dan kedua adiknya, Ester dan Carol, sudah tiga tahun lamanya tidak mengunjungi tanah kelahirannya dan makam ibu mereka. Ketika bertemu dengan Ganet, gadis kecil itu mengatakan bahwa makam ibunya sangat tidak terawat dan jika ketiga bersaudara itu tidak memperbaiki makam itu mereka akan tertimpa bencana. Semula Sandra tidak mempercayainya. Namun, akhirnya ia mencoba untuk mengikuti informasi anak ajaib itu. Diupayakannya untuk mengumpulkan dua saudaranya yang sama-sama supersibuk. Hanya Esterlah yang kurang memedulikan rencana itu. Sandra akhirnya berangkat sendirian dan memperbaiki makam ibunya serta rumah tempat ia menghabiskan masa kecilnya dulu. Selanjutnya, Ganet mengabarkan kabar buruk kepada Ester bahwa Ganet mengatakan Ester akan kehilangan pekerjaannya. Tidak lama kemudian Ester mengalami hal itu. Lalu, Ganet menyarankan kepada Ester untuk melakukan sesuatu yang dulu sangat disukai oleh mendiang ibunya. Ester pun melakukan hal itu. Tidak lama kemudian Ester kembali mendapatkan panggilan kerja dari sebuah perusahaan. Ganet juga melakukan hal yang sama kepada Carol. Ketika Carol hendak bepergian dengan menggunakan kereta api, Ganet melarangnya dengan keras. Ganet melihat bayangan musibah tabrakan kereta api di pesawahan. Peristiwa itu sangat mengerikan. Carol pun terpaksa membatalkan kepergiannya meskipun telah membeli tiket kereta. Ganet pun meminta Carol untuk tinggal sementara di rumah selama beberapa hari. Tidak lama kemudian Carol menyaksikan peristiwa itu di televisi.
Ganet merasa sedih dan sesal ketika kata-katanya tidak ditanggapi. Terlebih ketika pihak istana kepresidenan menganggapnya angin lalu. Ia menyampaikan bahwa ibu kota akan dilanda banjir besar yang luar biasa mengerikan. Padahal, saat itu negeri ini sedang dilanda musim kemarau panjang. Pihak istana menyepelekan kata-katanya. Ganet dilanda rasa sedih dan sesal yang sangat dalam. Ia pulang dengan tangan hampa. Tidak berapa lama kemudian hujan terus-menerus mengguyur ibu kota. Air yang melimpah ruah itu tidak mampu dikendalikan dan merusak hampir seluruh wilayah kota metropolitan itu. Bahkan, sang presiden yang sempat melecehkan gadis ajaib itu terpaksa harus kehilangan anggota keluarganya. Korban jiwa pun berjatuhan tiada terhingga. Ganet hanya dapat menyaksikan poeristiwa itu dengan penyesalan yang luar biasa. Hal itu membuatnya sakit. Kondisi Ganet memburuk sejak saat itu.
Selain dapat meramalkan hal-hal pada masa yang akan datang, Ganet juga mampu beralibi. Jika demikian, di kamar ia tampak seperti tertidur pulas. Namun, pada saat itu jiwanya sedang mengunjungi orang-orang yang ia perhatikan. Ketika guru walinya mendapat musibah, ia datang mengunjunginya di rumah sakit. Padahal pada saat yang sama Zahra dan Laksma menyaksikan gadis itu sedang tertidur lelap. Namun, denyut nadi Ganet melemah. Setelah nyawa Ganet kembali, kondisinya akan kembali seperti semula.
Kemampuan Ganet pun memiliki ambang batas. Ganet tidak dapat membaca pikiran ibunya. Pada saat itu Zahra sedang terhanyut ke alam penyesalan. Penyesalan yang selalu datang pada akhirnya. Ganet terus berusaha membaca isi benak ibunya, tetapi tetap tidak bisa. Gadis kecil itu baru menyadari kelemahannya setelah mendapat bisikan Clara bahwa kemampuannya hanya muncul dengan sendirinya.
Zahra dan Ganet merupakan anak indigo. Namun, kadar keindigoan mereka sangat berbeda. Zahra hanya dapat menembus alam Clara dan berkomunikasi dengan mendiang kakaknya itu. Namun, Ganet memiliki kadar keindigoan yang lebih besar, bahkan sangat besar untuk ukuran anak seusianya itu. Selain dapat berkomunikasi dengan Clara, Ganet juga mampu menyampaikan hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Sensitivitas Ganet sangat besar.
Sebagai anak indigo Zahra dan Ganet memiliki kesamaan, yaitu tidak mendapatkan tempat yang layak sebagai seorang anak indigo. Ketika Zahra mengatakan bahwa ia sering didatangi oleh Clara, anggota keluarganya yang lain menunjukkan reaksi kontra. Mereka menuduh bahwa Zahra sudah tidak waras, bertingkah aneh, dan pandai berhalusinasi. Karena tidak tahan dengan keanehan Zahra, ibu memutuskan untuk menjaga jarak dengan Zahra. Komunikasi dengan anggota keluarga lainnya pun terasa hambar. Akhirnya, Zahra pun menarik diri dan mengurung diri di kamar. Terlebih setelah keputusan ibu untuk mengubah kamar Clara menjadi gudang dilaksanakan. Puncaknya adalah larinya Zahra dari rumah dan melanjutkan kuliah di kota provinsi.
Ganet juga mengalami hal yang sama dengan Zahra, yaitu tidak mendapat tempat di hati keluarga terdekatnya, terutama ibunya. Satu hal yang sulit dimengerti, keanehan Ganet tidak akan tampak jika ayahnya, Bayu, berada di dekatnya. Ganet merasakan kesepian dan kesedihan yang justru dirasakan oleh Zahra. Ketika Zahra dianggap ‘tidak sembuh’ oleh ibunya, ia ditinggalkan wanita yang melahirkannya itu. Ibunya lebih memilih menjaga jarak dengan Zahra dan mencurahkan perhatian sepenuhnya pada pekerjaannya. Ibu baru pulang larut malam saat Zahra telah tertidur. Zahra merasakan betapa orang-orang dekatnya, terutama ibunya, telah meninggalkannya. Padahal, saat itu ia sebenarnya sangat memerlukan kehadiran mereka.
Zahra menatap ibunya dengan penuh heran. Ada gerangan apa ibu menemuinya. Bukankah selama ini ibu seperti menghindar dari Zahra tanpa alasan yang jelas. Ya, sejak Clara orang yang paling dekat dengannya meninggal, ibu justru menjauh darinya. Padahal selama Clara meninggal Zahra sering kesepian dan kangen dengan ibu. Selalu ibu mengunjunginya meski hanya untuk merapikan selimut yang sesungguhnya sudah rapi. Dulu ada saja yang ibu katakan menjelang Zahra tidur. Sekarang tak terasa hampir satu tahun ibu telah meninggalkan kebiasaan yang hangat itu. (PMT:36)
Apa yang dialami oleh ibunya dulu juga dialami oleh Zahra. Zahra tidak mampu menerima keanehan yang dimiliki oleh Ganet. Zahra memutuskan untuk kembali bekerja demi menghindarkan diri dari penglihatannya terhadap kelebihan pada diri Ganet. Zahra tidak menyadari bahwa Ganet juga merasakan kesedihan dan kesepian seperti yang pernah ia alami dulu. Bahkan, Ganet sangat membenci ibunya. Beruntung ia masih memiliki tempat untuk mencurahkan isi hatinya, yaitu Laksma. Laksma sangat memahami apa yang pernah terjadi pada diri Zahra dan kini pada diri keponakan kecilnya itu. Melihat kesibukan dan sikap Zahra, Laksma bersikeras untuk merawat Ganet sepenuh hati. Terlebih setelah ia kehilangan suaminya, perhatian Laksma sepenuhnya tercurah kepada gadis itu. Laksma tidak menginginkan Ganet membenci ibunya. Ia berjuang untuk melekatkan kembali ikatan di antara keduanya yang sudah kendur itu. Zahra kemudian menyadari hal itu. Ia berusaha untuk mendampingi putrinya meskipun selalu tampak kewalahan menghadapi keanehan putrinya itu. Zahra sebagai anak indigo tidak mampu menerima kodrat putrinya yang juga indigo. Seharusnya posisi Ganet lebih baik karena berada di dekat seseorang yang juga indigo. Namun, posisi Ganet sama saja dengan posisi Zahra dahulu. Sama-sama tidak nyaman.
Lingkungan sekitar Zahra dan Ganet senantiasa monoton, yaitu menghendaki keduanya untuk bertindak seperti anak normal lainnya. Zahra tidak menghendaki kemampuan Ganet untuk menyampaikan prediksi masa depan. Demikian pula anggota keluarga tidak menghendaki Zahra berbicara tentang pertemuannya dengan Clara. Kelebihan yang dimiliki oleh Zahra dan Ganet tampak menjadi bumerang bagi orang-orang di sekitarnya. Khusus bagi Ganet, hal itu juga berlaku bagi orang-orang yang akan mengalami peristiwa yang diprediksinya.
Sikap lingkungan yang tidak berterima itu mendorong Zahra dan Ganet pada situasi yang sangat sulit. Zahra harus mengasingkan diri dari rumah dan anggota keluarganya. Lebih parah lagi, Ganet memburuk kondisinya ketika menyadari bahwa orang-orang yang ia prediksikan nasibnya itu menolaknya dan, kemudian, mengalami kejadian yang sangat menyedihkan. Batin Ganet pun terkoyak hebat. Stamina Ganet memburuk.
Zahra dan Ganet sama-sama tidak mendapatkan penanganan yang baik dari keluarganya. Latar belakang keluarganya yang broken home dan tiadanya sosok sang ayah, mendorong Zahra menuntaskan kelebihan yang dimilikinya dengan menjauh dari kehidupan keluarganya. Ganet sedikit lebih beruntung. Ganet memiliki latar orang tua yang utuh. Namun, sang ayah tidak pernah mengetahui kelebihan yang dimilikinya. Komunikasi Zahra tentang hal itu tidak pernah terjadi dalam keluarga. Namun, dukungan Laksma membuat Ganet memiliki sedikit celah untuk mengaktualisasikan kelebihannya itu. Zahra dan Ganet juga tidak digambarkan memiliki hubungan dengan teman-teman sebayanya. Mereka hanya digambarkan berkutat dengan lingkungan keluarga yang aggotanya notabene usianya lebih tua.
Kurangnya pendidikan religi juga mendukung sikap negatif keluarga dan Zahra sendiri. Clara baru mengenali Tuhannya tepat ketika di penghujung hayatnya. Demikian pula Ganet. Gadis itu juga berusaha menelusuri arti Tuhan dan makna kebesaran-Nya tepat ketika ia meregang nyawa yang hanya sejengkal lagi itu. Sosok ayah yang tidak pernah tergambarkan dalam cerita justru mengundang misteri dan sejuta pertanyaan (kecuali kiriman bunga mawar sesaat pascakematian Clara). Bukan tidak mungkin jika ayah Zahra berlatar belakang keyakinan yang berbeda. Hal itu tercermin dalam nama Clara yang berbau nasrani, yaitu Theodora Clara Dewi. Sementara itu, nama Zahra dan Laksma tidak pernah terungkapkan. Bukan tidak mungkin perbedaan keyakinan itulah yang menyebabkan terjadinya perpecahan di antara kedua orang tua tiga bersaudara itu. Hal itu pula yang memicu hambarnya pendidikan agama di lingkungan terkecil itu. Makna dan hakikat Tuhan tidak pernah tertanamkan sejak dini.
Ditinjau dari segi keturunan, Ganet memiliki garis indigo dari ibunya, Zahra. Sementara itu, tidak tertutup kemungkinan Zahra mengalami hal yang sama dari generasi sebelumnya.
Hembusan arus hidup globalisasi juga tercermin dalam novel ini. Gaya hidup yang cenderung serba cepat mendorong manusia menjadi mudah frustasi. Hal ini tercermin dari sikap ibu, Laksma, dan Zahra. Ibu tidak sabar dalam menghadapi kelebihan yang dimiliki oleh Zahra sehingga ikatan batin di antara keduanya menjadi hambar dan renggang. Laksma tidak sabar dalam menghadapi kondisi Clara yang sakit-sakitan. Bahkan, Laksma sempat menghendaki kematian adiknya itu. Zahra tidak sabar dalam menghadapi perilaku Ganet yang sebenarnya sama dengan dirinya. Zahra bersikap seperti ibunya, yaitu menghendaki perubahan pada diri orang lain dalam waktu cepat tanpa upaya dan kegigihan untuk menangani hal itu. Hubungan Zahra dan Ganet tidak ubahnya seperti hubungan Zahra dan ibu dulu. Perbedaannya ialah Ganet masih memiliki Laksma, sedangkan Zahra tidak mendapatkan pelabuhan curhat yang kasat mata seorang pun.
3. Simpulan
Novel Perempuan Mencari Tuhan merupakan rangkaian refleksi kehidupan anak indigo yang tidak mendapatkan penanganan secara tepat. Kelebihan yang dimiliki para indigo dalam cerita itu tidak mendapatkan tempat di lingkungan sekitarnya. Seperti dalam kisah indigo di dunia nyata, reaksi yang diterima dari lingkungan sekitar adalah reaksi kontra. Hal itu sangat menyulitkan kaum indigo untuk mengaktualisasikan kelebihan yang dimilikinya itu. Tidak tampaknya hubungan sosial dengan teman sebaya menyulitkan keseimbangan hubungan sosial sang indigo. Tokoh indigo dalam novel tampak terjerumus ke dalam dunia supranatural karena kurangnya latar pemahaman religi. Berkaitan dengan silsilah, teori yang mengatakan bahwa bakat indigo merupakan bakat turunan, juga terbukti. Ganet mendapatkan talenta indigo dari ibunya, Zahra.
Deraan arus globalisasi juga terasa kental dalam cerita. Arus tersebut cenderung mendorong manusia untuk mengembangkan gaya hidup cepat. Hal itu berimbas pada kejiwaan manusia. Manusia menjadi mudah depresi. Kesabaran menjadi prioritas nomor sekian. Hal itu tercermin dalam sikap tokoh ibu, Laksma, dan Zahra dalam menghadapi fakta yang ada. Lingkungan yang tidak berterima tersebut juga mudah mendorong anak indigo menjadi frustasi. Zahra dengan kepergiannya dan Ganet dengan sakitnya.
Beberapa karakteristik anak indigo seperti yang dikemukakan Tobler juga tercermin dalam cerita, di antaranya sebagai berikut: (1) Zahra dan Ganet memiliki kepekaan yang tinggi atau indera keenam, (2) Ganet mampu berfikir futuristik, (3) cenderung menarik diri dari lingkungan sekitar, dan (4) sering bersitegang dengan orang terdekat terutama ibu dalam mempertahankan prinsip tertentu.
Daftar Pustaka
Bataviase. 2007. “Jiwa Tua Anak Indigo” dalam http://bataviase.wordpress.com/2007/04/30/jiwa-tua-anak-indigo/ diunduh tanggal 16 Maret 2009 jam 15:34
Eriyanti. 2009. “Indra Keenam Anak Indigo” dalam suplemen “Geulis” Pikiran Rakyat edisi Minggu, 22 Februari 2009, halaman 17.
http://dearlucky.blogspot.com/2007/08/anak-indigo-itu-hebat.html diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:40
http://forum.wintersat.com/science-n-art/1173-fenomena-anak-indigo.html diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:40
http://www.indospiritual.com/artikel_anak-indigo–aset-negara-yang-harus-diperhatikan.html diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:38
http://kontaktuhan.org/news/news186/fr_26.html diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:13
Mohammad, Herry et al. 2004. Liputan khusus Gatra dalam http://209.85.175.132/search?q=cache:aXL0mG13XR8J:www.gatra.com/2004-05-9/artikel.php%3Fid%3D35187+ANAK+INDIGO&cd=8&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:36
Rimba, Leonardo. 2005. “Anak Indigo dan Sistem Pendidikan Kita” dalam http://www.mail-archive.com/psikologi_net@yahoogroups.com/msg00170.html diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:34
Yaya. 2007. “Anak-Indigo” dalam http://myhealthblogging.com/parenting/2007/08/23// diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:25
Yudhistira, Dianing Widya. 2007. Perempuan Mencari Tuhan. Jakarta: Republika.
15/11/2009
Resti Nurfaidah
Abstrak
Anak indigo merupakan fenomena abad neew age, abad milenium. Anak-anak tersebut kerapkali menunjukkan karakter yang cenderung aneh. Terkadang, kehadiran mereka kerapkali menjadi bumerang bagi lingkungan sekitarnya. Bahkan, mereka sering dicap sebagai anak yang berperilaku menyimpang. Terlebih lagi bagi orang tua yang tidak sabar cenderung membawa anak indigo ke pusat rehabilitasi mental. Salah satu sebab yang membedakan anak indigo dengan anak lainnya adalah mereka senantiasa menunjukkan perilaku yang aneh. Padahal, tanpa mereka sadari kebanyakan anak indigo memiliki intelegensi di atas rata-rata atau bahkan kemampuan yang belum tentu dapat dimiliki anak sebayanya. Sementara itu salah seorang psikoterapis senior di Indonesia mengatakan bahwa anak indigo merupakan anak yang abnormal karena terjadinya kerusakan pada sistem otak. Sehubungan dengan hal itu, anak indigo harus mendapatkan penanganan yang tepat sejak awal dan mereka harus dianggap sebagai anak biasa. Berbeda dengan kondisi di negeri ini, Amerika menjadikan anak indigo sebagai aset yang sangat berharga. Di sana anak indigo dilibatkan dalam penanganan kasus kriminal. Semakin maraknya fenomena anak indigo tersebut, banyak penulis yang mengangkat hal itu ke dalam karya mereka. Salah satu di antaranya, dapat kita temukan dalam novel Perempuan Mencari Tuhan yang ditulis oleh Yudhistira. Novel tersebut bercerita tentang konflik antara anak indigo dan lingkungan sekitarnya. Lingkungan tersebut menunjukkan sikap tidak berterima kepada anak indigo. Tokoh Ganet menjadi korban ketidakberterimaan atas kelebihan yang dimilikinya. Hal itu menimbulkan kekecewaan dalam diri Ganet dan ia tidak bisa menerima kondisi itu. Hal itu tanpa sengaja membawanya menuju pintu gerbang pencarian jalan menuju Tuhan. Sayang sekali, Tuhan Mahakuasa yang ingin ia temui didapatinya di penghujung ajalnya. Novel tersebut sarat dengan penyampaian konflik antara lingkungan dan anak istimewa itu.
Kata kunci: anak indigo, ketidakberterimaan lingkungan, dan konflik
Abstract
Indigo children is one of the new age phenomenon. They sometimes showing as ones with some bad characters. Sometimes, their appearance is being a boomerang for their environtment. Even, they are accepted as children with psychological disorder. Most dispassionated parents take them to the mental rehabilitation center. One of the reasons is the indigo children always show their abnormal action. Whereas, they mostly have high standard of intelligence or the skill that not everyone can do. One of Indonesia senior psychiatrician said that actually the indigo children is abnormal ones because of their brain damage. Because of that, the indigo children must have right theraphy and are accepted to be normal ones. Meanwhile, another said that they can be useful state asset as America does. There, they are involved in the investigation of the crime. The reflection of indigo Children can be found in Perempuan Mencari Tuhan—a novel by Yudhistira. It is told us about the conflict between those indigo children and their environment. Bad acceptance emerges those conflict. Ganet, one of them, is a victim of unacceptance of her environment towards the skill that she has. She is very disappointed with it and can’t stand with the condition. This opens the gateway of exploring God, the Almighty that is at least she found in time with the coming her death. This writing is describing about the conflict of indigo children in the novel.
Key word: indigo children, environment unacceptance, and conflict
1. Pendahuluan
Sejak peralihan ke era milenium, kasus kehadiran anak indigo semakin merebak di berbagai belahan dunia. Anak indigo adalah sebuah istilah baru yang dicetuskan oleh Nancy Ann Tappe, seorang konselor, pada tahun 1980-an, untuk cahaya berwarna perpaduan antara biru dan merah yang menyelimuti tubuh seorang anak (Bataviase:2007). Perpaduan kedua warna itu terletak tepat di kening bagian tengah, di antara kedua alis mata.
Anak indigo sekilas tampak sama dengan anak-anak pada umumnya. Namun, jika diperhatikan lebih saksama tampak jelas perbedaannya. Gaya pembicaraan mereka cenderung seperti orang tua, sulit beradaptasi dengan teman sebaya, dan peka terhadap hal-hal yang terjadi di luar kemampuan manusia pada umumnya. Menurut Tobler (dalam Bataviase:2007), anak indigo memiliki beberapa karakter berikut:
1. mereka datang ke dunia dengan rasa ingin berbagi;
2. mereka menghayati hak keberadaannya di dunia ini dan heran bila ada yang menolaknya;
3. dirinya bukanlah yang utama, seringkali menyampaikan ‘siapa jati dirinya’ kepada orang tuanya;
4. sulit menerima otoritas mutlak tanpa alasan;
5. tidak mau/sulit menunggu giliran;
6. mereka kecewa bila menghadapi ritual dan hal-hal yang tidak memerlukan pemikiran yang kreatif;
7. seringkali mereka menemukan cara-cara yang lebih tepat, baik di sekolah maupun di rumah sehingga menimbulkan kesan “non konformistis” terhadap sistem yang berlaku;
8. tampak seperti antisosial, terasing kecuali di lingkungannya, sekolah seringkali menjadi amat sulit untuk mereka bersosialisasi;
9. tidak berespons terhadap aturan-aturan kaku (mis.: “tunggu sampai ayahmu pulang”);
10. tidak malu untuk meminta apa yang dibutuhkannya (banyak teori yang membahas masalah ini).
Akibat segala kelebihan yang dimiliki mereka, anak indigo kebanyakan justru menghadapi posisi dan kondisi yang sulit dalam hidupnya. Gaya pikiran yang cenderung futuristik serta perilaku yang lebih dewasa daripada teman sebayanya, membuat anak indigo kerapkali mengalami ketidakberterimaan dari lingkungannya, termasuk lingkungan terdekat atau keluarga sekalipun.
Beberapa pakar metafisika dan psikiater menyatakan bahwa sistem pendidikan kita belum dapat mengakomodasi kebutuhan anak indigo sehingga mereka mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan guru dan teman-teman sebayanya. “Penolakan” yang bertubi-tubi itulah yang menyeret sebagian besar anak indigo pada frustasi. Emosi yang cenderung labil dan tiadanya tempat untuk mengaktualisasikan diri sepenuhnya mengakibatkan anak indigo cenderung mencoba cara alternatif yang negatif, misalnya menjadi pemakai obat-obatan terlarang atau penderita depresi.
Jika sistem pendidikan belum menerima keberadaan mereka, para pakar kejiwaan dan metafisika menyarankan bahwa diperlukan suatu wadah yang dapat menampung aktualisasi anak indigo yang pada umumnya dikaruniai satu atau banyak kelebihan yang tidak dimiliki oleh anak sebayanya. Sebenarnya kita selama ini menganggap bahwa anak indigo tersebut sama satu sama lain. Padahal, tidak demikian. Ada empat tipe anak indigo dengan kelebihan masing-masing. Tipe pertama adalah tipe interdimensional, yakni anak indigo yang memiliki ketajaman indra keenam. Ada pula tipe artis. Anak indigo dari tipe ini amat menonjol di bidang seni dan sastra. Lalu, ada tipe humanis yang mempunyai kelebihan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Biasanya mereka menggunakan kemampuannya untuk menolong orang lain. Tipe terakhir adalah tipe konseptual. Mereka amat menonjol dalam merancang suatu program, misalnya dalam rangka menyelamatkan perusahaan yang akan bangkrut atau membuat usaha baru yang booming dan mendatangkan keuntungan finansial bagi banyak orang. Selain keempat tipe tadi, kadar indigo setiap orang juga sangat berbeda. Sehubungan dengan hal itu, penanganan yang diperlukan bagi setiap anak indigo pun berbeda-beda (Megarini dalam Eriyanti, 2009:17).
Berdasarkan keempat tipe indigo tadi, sudah selayaknya anak indigo mendapatkan tempat yang tepat dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan, ada pula beberapa pakar yang menyatakan bahwa anak indigo dapat dijadikan sebagai aset negara, seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat. Lembaga pendidikan khusus anak indigo pun banyak didirikan di benua itu. Banyak pula anak indigo yang dilibatkan dalam tugas-tugas yang berkaitan dengan kriminal dengan mengandalkan kepekaan luar biasa yang dimiliki mereka.
Banyak perdebatan yang terjadi di kalangan pakar kejiwaan, psikologi, dan metafisika tentang kasus anak indigo tersebut. Sebagian mengatakan bahwa anak indigo merupakan anugerah illahi yang dapat dimanfaatkan demi kepentingan umum. Sementara itu, sebagian lain menyatakan bahwa kasus tersebut tidak lebih dari kasus kerusakan otak pada bagian tertentu, sedangkan yang lain berpendapat bahwa anak indigo adalah produk zaman baru yang mengemban misi tertentu. Misi anak indigo dalam pandangan pakar metafisika adalah manusia yang dilahirkan untuk mengemban perdamaian dunia. Selain itu, Suhalim (dalam Yaya) mengatakan bahwa anak indigo merupakan produk perubahan perputaran bumi. Pada tahun 1970 sampai dengan tahun 1980-an, resonansi bumi sekitar 7,83 Hz. Pada tahun 2000 resonansi bumi menjadi 8,5-9 Hz, sedangkan pada tahun 2004 sudah mencapai 13,5 Hz. Secara teoretis getaran bumi yang semakin cepat akan membuat bumi semakin panas dan suhu ikut meningkat. “Kenaikan ini juga mengakibatkan perubahan yang cukup signifikan sehingga membutuhkan orang tertentu untuk menyeimbangkannya,” lanjut konsultan fengsui dan aura ini. Kelahiran anak-anak berbakat inilah yang akan membantu getaran bumi berjalan lebih smooth, lebih mulus. Kelahiran mereka ditujukan untuk mengubah tatanan dunia supaya menjadi lebih nyaman. Di lain pihak, ada pula yang berpendapat bahwa makhluk indigo muncul bukan tanpa sebab. Lucky (2007) menyatakan bahwa anak indigo muncul karena tiga sebab berikut, yaitu:
1. berasal dari keturunan yang masih memberlakukan sirik, misalnya menyimpan keris yang dianggap memberi berkah dsb atau memelihara benda pusaka lainnya;
2. turunan dari kakek, pokoknya ada keturunan keluarga yang juga indigo;
3. tidak turunan, tetapi jin mencoba untuk mengikuti anak tsb.
Uraian singkat tentang anak indigo tadi penulis jadikan dasar analisis pada sumber data, yaitu novel Perempuan Mencari Tuhan karya Dianing Widya Yudhistira. Analisis tersebut penulis jadikan sebagai pembuktian apakah uraian tadi dapat berterima atau tidak berterima dengan sumber data yang penulis ambil.
2. Refleksi Anak Indigo Dalam Perempuan Mencari Tuhan
Novel Perempuan Mencari Tuhan karya Yudhistira (2007) bercerita tentang kematian seorang gadis belia bernama Clara. Kematian Clara ternyata berbuntut panjang. Pascakematiannya banyak menimbulkan peristiwa aneh yang dialami oleh keluarganya. Peristiwa aneh itu terus berlanjut sampai kelahiran Ganet—anak Zahra. Keponakan kecilnya itu ternyata terus dibuntuti oleh Clara. Beberapa pesan Clara disampaikan dengan baik oleh bocah kecil yang ajaib itu. Ganet mewarisi keanehan yang dimiliki oleh Zahra dulu. Salah satu tantenya, Laksma, sangat meyakini Ganet sebagai reinkarnasi Clara terlebih dengan segala kemiripan yang dimiliki bocah itu. Nasib Ganet pun hampir sama dengan nasib tantenya yang sudah lama berpulang lebih dulu itu.
Novel itu diawali dengan peristiwa kematian Clara. Suasana kematian yang berjalan alot terungkap seutuhnya pada bagian itu. Nuansa kematian menyiratkan nuansa pucat dan kesedihan. Pada saat ajalnya itulah, Clara baru menyadari siapa Tuhan dan siapa malaikatulmaut, sosok yang sempat membuatnya sangat ketakutan dan mengunci mulutnya dari kalimat ilahiah. Dengan gigih Laksma—kakak yang selama ini selalu membencinya, yang menunggui Clara pada saat-saat terakhirnya itu—terus mendesakkan nama Tuhan ke telinga Clara. Clara mampu menghilangkan rasa takutnya dan berserah diri kepada Tuhan. Dengan legowo Clara menyerahkan desah napas terakhirnya teriring sebutan nama Tuhan di mulutnya.
Susah payah Laksma mengendalikan Clara. Hingga akhirnya nama Tuhan tereja di bibir Clara dengan terbata-bata. Sangat jelas bayang-bayang kematian Clara di mata Laksma. Wajah Clara begitu sunyi. Hening.senyap. (PMT:3)
Namun, kematian Clara ternyata berbuah rangkaian peristiwa aneh yang dialami, terutama oleh keluarga terdekatnya. Beberapa peristiwa aneh tersebut, antara lain, adalah sebagai berikut.
1. Peristiwa aneh di pascapemakaman Clara: Kedua kaki Zahra seolah tertancap kuat pada kulit bumi. Bobot tubuhnya bertambah drastis sehingga Laksma tidak mampu menariknya saat mengajak pulang adik satu-satunya itu. Dinding pemakaman mendadak tumbuh meninggi dan menebal. Pepohonan di pemakaman juga mengalami hal yang sama, tumbuh kian menjulang tinggi hingga hampir menggaruk langit. Bunga kematian jatuh berguguran, menebarkan aroma wangi misterius di sekitar pemakaman, dan kunang-kunang hadir menghias malam. Kedua kakak beradik itu terjebak di pemakaman hingga akhirnya kelelahan dan tertidur pulas di tempat itu. Ibu yang menyusul ke tempat itu pun mengalami hal yang sama (hlm. 8—20).
2. Waktu berlalu sangat cepat: Peristiwa aneh di pemakaman tersebut rupanya telah menjebak ibu dan kedua anaknya itu selama satu minggu. Padahal, mereka merasa bahwa peristiwa itu hanya berlangsung semalam saja (hlm 22—25). Peristiwa yang sama juga dialami mereka setelah Ganet tumbuh dan bersekolah (hlm. 181—182).
3. Keindahan surga di kamar Clara: Zahra, yang tidak sempat memenuhi keinginan sang kakak, membawakan Clara syal dan selimut kesayangannya. Zahra juga melihat sebuah pemandangan yang sangat indah di kamar Clara (hlm. 27—29).
4. Keanehan Zahra hanya dirasakan oleh ibunya (hlm.35).
5. Peristiwa kotak sepatu: Laksma merasa heran karena kotak sepatu yang ia cari ditemukan tidak pada tempat semula ketika menyimpannya dulu (hlm. 46—47 dan 50).
6. Clara menjadi psikiater: Psikiater yang ditemui Zahra memiliki fisik yang identik dengan Clara. Namanya pun sama, Clara. Bahkan, psikiater itu mengatakan bahwa ia memang Clara, kakaknya sendiri. Namun, Zahra tidak menerima hal itu dan memilih hengkang dari hadapan wanita itu (hlm. 68—70).
7. Perubahan wajah pramugari: Dalam perjalanan ke kota rantau, Zahra mendapati wajah-wajah pramugari berubah menjadi wajah Clara. Perubahan itu terjadi berulang-ulang (hlm. 80).
8. Dekorasi kamar Clara di kamar Zahra: Zahra heran ketika melihat dekorasi kamar kosnya tidak ubahnya seperti kamar Clara di rumah (hlm. 83—83).
9. Mug Clara di kamar kos Zahra: Zahra merasa heran ketika ibu kos menyatakan bahwa seorang gadis telah mengantarkan gelas itu kepadanya (hlm. 84—85). Ketika Zahra kembali ke rumah, mug itu sudah ada di kamarnya (hlm. 108).
10. Berlipatnya jumlah anak tangga: Nenek menaiki tangga menuju kamar kos Zahra dengan perjuangan yang sangat berat ia merasa menaiki seratus anak tangga sementara setelah sampai dilihatnya ke bawah jumlah anak tangga itu hanya 13 buah (hlm. 94).
11. Keanehan yang dialami suami Zahra, Bayu, selama kehamilan istrinya: Zahra tidak merasakan keanehan sedikit pun selama mengandung. Namun, rasa mual yang hebat justru dirasakan oleh Bayu. Selain itu, gerakan janin juga tidak dirasakan oleh Zahra, tetapi Bayu yang merasakan gerakan itu. Zahra tidak merasakan sakit saat akan melahirkan. Sebaliknya, Bayulah yang didera derita luar biasa menjelang kelahiran anaknya, Ganet (hlm. 114—118).
12. Nama Clara tertulis di dada Ganet: Laksma menemukan tulisan nama Clara pada dada Ganet, keponakannya yang baru saja lahir. Ia teringat kembali pada tulisan nama yang sama yang digoreskan di dada Clara pascakematiannya (hlm. 120—123 dan 133).
13. Perubahan wajah ibu ketika memangku Ganet: Wajah ibu berubah menjadi muda seperti saat ia baru melahirkan Clara dulu (hlm.126—127).
14. Ganet bisa bicara saat masih berusia empat bulan: Laksma mendengarkan musibah yang akan menimpa suaminya dari mulut Ganet (hlm. 158—159).
15. Setahun sekali Ganet tidur seharian: Zahra ingat Clara selalu berpuasa seharian saat hari ulang tahun dan baru makan pada pukul 12 malam menjelang pergantian hari. Tepat pada hari ulang tahun Clara, Ganet tertidur seharian dan baru terjaga tengah malam (hlm.162—163).
16. Selera Ganet mirip dengan selera Clara: Ia sangat menyukai boneka kura-kura (hlm. 163—165). Dekorasi di kamar Ganet pun sama persis dengan dekorasi di kamar Clara (hlm. 207).
17. Suara Ganet berubah menjadi suara Clara: Laksma mendengar sendiri perubahan suara Ganet (hlm.170—172).
18. Ganet mampu memberikan informasi yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Hal itu terjadi ketika Zahra lupa kepada teman sekosnya dulu (hlm. 183—185).
19. Daya nalar dan kepekaan Ganet terhadap peristiwa yang akan datang sangat tinggi. 192, 200, 205, 208—209, 212—213, 224—226, 237—240, 246—257).
20. Ganet memiliki alibi: Ketika ibu gurunya menderita depresi karena musibah kecelakaan yang menimpanya, Ganet mengunjungi ibu gurunya itu dan turut menenangkannya. Padahal, pada saat yang sama Ganet tertidur pulas hingga denyut nadinya melemah. Ketika Ganet kembali, gadis kecil itu terjaga (hlm. 229–236). Ganet juga beralibi menemui Carol di dalam pesawat yang akan membawanya ke luar negeri. Padahal pada saat yang bersamaan Ganet tertidur pulas (hlm. 240—241).
21. Jarak yang kian menjauh: Laksma mendadak menempuh jarak yang sangat jauh untuk menuju rumah Zahra hingga sangat kelelahan dan setengah linglung (hlm. 244—245).
22. Masa hidup Ganet dan Clara sama: Ganet meninggal tepat ketika menginjak usia 13 tahun. Keduanya meninggal dalam kondisi pencarian jati diri Tuhan dan sebelumnya mengalami perjalanan rohani yang sama, di antaranya berkunjung ke neraka dan surga (hlm.271—281).
Selama hidupnya Clara sangat dekat dengan adiknya, Zahra. Sebaliknya, sang kakak, Laksma, tidak demikian. Kelahiran Clara seakan meretas benang kasih sang ibu kepadanya. Kondisi Clara yang lemah tentunya menuntut perhatian khusus sang ibu kepadanya. Laksma merasa tersisihkan. Ia tidak segan-segan melampiaskan kekesalannya itu kepada Clara dengan berbagai cara. Kelahiran Zahra dapat menghibur Clara karena ia memiliki sahabat berbagi suka dan duka. Demikian pula, Zahra sangat menyayangi kakaknya. Kematian Clara sangat ia sesali karena tidak sempat memberikan apa yang diinginkan sang kakak menjelang ajalnya. Zahra tidak dapat mendampingi Clara saat orang terkasih itu tiada. Suasana kepedihan Zahra tercermin dalam kutipan berikut.
Sejak itu hari-hari Zahra adalah seorang perawan yang tengah menunggu kereta api di stasiun terakhir. Tak satu pun kereta yang datang berhenti di depan Zahra. Kepergian Clara sangat membuat Zahra terpukul. Ia kehilangan saudara, kakak, teman, sahabat, ibu, guru, dan entah sebutan apa lagi. Sebab hanya kepada Clara, Zahra menemukan kedamaian. Kedamaian yang tak mampu ibu dan ayah Zahra penuhi. (PMT:31)
Kematian Clara bukan merupakan akhir persahabatan mereka. Sepeninggal teman curhatnya itu, Zahra tidak pernah kehilangan Clara. Rupanya Zahra dikaruniai kepekaan yang luar biasa. Ia selalu berkomunikasi dengan Clara. Clara rupanya masih mencintai kehidupan di dunia dan enggan meninggalkan orang-orang yang ia cintai. Clara telah mendapat izin dari Tuhan untuk mengunjungi orang yang ia rindukan, Zahra. Jadilah komunikasi di antara keduanya berlanjut. Bahkan, Clara masih bisa mencicipi masakan ibunya yang disisihkan Zahra untuknya. Kamar Clara pun masih dibiarkan seperti aslinya dan dirawat seperti saat Clara masih hidup.
Kelebihan yang dimiliki Zahra tersebut rupanya menuai reaksi pro dan kontra dari keluarganya. Ibu, nenek, dan kakaknya tidak mempercayai Zahra yang mampu berhubungan dengan Clara. Mereka menganggap bahwa Zahra bersikap sangat aneh sepeninggal Clara.
Nenek yang pernah memvonisnya tak waras. (PMT:92)
Keikhlasan ibu untuk melepaskan Clara terusik dengan tingkah aneh Zahra. (PMT:35)
“Berhentilah bersikap aneh,” ujar Laksma lagi. (PMT:65)
Ibu telah berupaya keras untuk ‘menyembuhkan’ Zahra agar tidak menceracau tentang Clara, di antaranya membawa si bungsu kepada seorang psikiater.
Zahra sedikit gusar. Tak ada gunanya ia berlama-lama di depan psikiater ngawur itu. Ia tak mendapatkan apa-apa. Psikiater itu sama dengan nenek, ibu, dan Laksma. Jadi, untuk apa ia berlama-lama di situ. Serta merta ia beranjak dari duduknya. Berlalu dari ruangan itu. (PMT:70)
Namun, hal itu tidak pernah berhasil. Zahra kembali seperti semula, senang berbicara dengan Clara dan menyendiri. Ibu yang akhirnya putus asa, mengalihkan kekecewaannya itu pada pekerjaannya, workaholic. Nenek juga tidak percaya kepada Zahra sampai akhirnya wanita tua itu melihat sendiri keajaiban yang dialami cucunya itu. Laksma sama sekali tidak mempercayai Zahra hingga akhirnya ia mendapati bahwa kelak keponakannya, anak Zahra yang bernama Ganet, dikaruniai tanda-tanda yang cenderung identik dengan Clara.
Reaksi negatif dari keluarga yang diterimanya membuat Zahra memutuskan untuk menarik diri dari lingkungannya. Ia cenderung mengurung diri di kamar seharian sepulang dari sekolah. Komunikasi dengan anggota keluarga lainnya menjadi hambar. Satu-satunya jalan adalah pergi ke kamar Clara dan menunggu kehadiran sang kakak yang mampu menutup rasa hampa dalam diri Zahra.
Puncak dari kekecewaan Zahra adalah keputusannya untuk hengkang dari rumah, meninggalkan nenek, ibu, dan Laksma. Meskipun harus bersitegang dengan ibunya, Zahra tidak bergeming. Ia bersikeras untuk melanjutkan sekolahnya di perantauan.
Perjalanan di pesawat adalah perjalanan yang panjang. Setiap kali pesawat menempuh kilometer, jarak tujuan terasa bertambah jauh. Entah mengapa di atas pesawat itu Zahra merasa sendirian di alam lepas. Awan putih dengan titik air bening menggumpal di kaca jendela pesawat. Pergi dari rumah tanpa restu dan dukungan ibu telah ia lakukan.
Meskipun Zahra ngeri dengan ancaman ibunya, ia tetap bertekad belajar di kota propinsi. Tabungan dan beasiswa yang ia punya cukup untuk membiayai kuliah hingga selesai, sedang untuk tinggal dan makan mau tak mau ia harus bekerja. Bekerja? Sebagai apa. Pekerjaan apa yang bisa dilakukan anak selepas SMU. (PMT:74)
Pertemuan dengan Clara tiada terputus. Clara masih menemuinya. Namun, setelah pertemuannya dengan Bayu, lelaki yang mencintainya, Clara tidak lagi dapat menemuinya. Pada pertemuan terakhirnya dengan sang kakak, Zahra mendapat perintah dari kakak tercintanya itu untuk menerima pinangan Bayu. Clara mengatakan bahwa hanya melalui Bayulah ia dapat mengunjungi Zahra kembali.
Perkawinan Bayu dan Zahra membuahkan seorang bayi perempuan yang cantik bernama Ganet. Fisik dan seleranya sangat mirip dengan Clara. Kelahiran Ganet sama halnya dengan kematian Clara, sama-sama membuahkan peristiwa aneh. Ketika digendong oleh neneknya, wajah sang nenek berangsur-angsur menjadi muda kembali seperti saat ia melahirkan Clara dulu.
Diangkatnya Ganet pelan-pelan dengan penuh perasaan. Zahra melihat ada perubahan besar dalam diri ibu. Ia lihat pelan-pelan wajah ibu jauh lebih muda. Ibu seperti baru saja melahirkan, ya, ibu seperti baru melahirkan Clara. Ibu sangat cantik, berkulit bersih, matanya bersinar. Ibu mencium Ganet dalam-dalam dan menyebut nama Clara. Zahra tercengang. Ia dengar betul ibu menyebut nama Clara saat mencium Ganet. (PMT:127)
Ketika Clara meninggal, Laksma dengan iseng menuliskan nama Clara di dada adiknya yang telah membujur kaku itu. Namun, setelah Ganet lahir, tanpa sengaja ia membuka baju bayi itu dan menemukan tulisan nama yang sama di dada keponakannya yang masih merah itu.
Pelan-pelan Laksma membuka baju si bayi. Ia menelisik ke dada si bayi. Deg, jantung Laksma berpindah tempat. Pada dada si bayi jelas-jelas tertera nama Clara dengan tinta warna hitam. Tinta yang sama ketika ia menorehkan nama Clara pada dada Clara. (PMT:120)
Namun, keanehan tersebut hanya dapat dilihat oleh Laksma dan Zahra. Bayu dan ibu tidak melihatnya. Keanehan itu semakin berkembang seiring perkembangan tubuh Ganet. Ganet sudah dapat berbicara ketika menginjak usia empat bulan. Selain itu, kemampuan Ganet yang lain muncul seiring kemampuannya untuk berbicara. Ganet dapat menyampaikan peristiwa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
“Jangan pergi.”
Laksma terkejut. Ia yakin ucapan yang baru saja ia dengar bukan berasal dari ibu. Laksma memandangi Ganet dengan keheranan yang luar biasa. Ia semakin terheran-heran dengan pembicaraan Ganet yang sangat lancar.
“Nenek tak bohong, Ganet yang minta bertemu dengan Tante.”
Laksma bengong.
“Ada sesuatu yang mesti Ganet sampaikan.”
Laksma menautkan kening.
“Akan ada kabar buruk datang. Kapal suami tante tertabrak karang. Seluruh awak kapal meninggal.”
“Ganet.”
“Ini benar, Tante.”
Dada ibu bergemuruh, sedang Laksma seperti ingin mati. Ganet mengatakan suaminya akan meninggal. Itu menyakitkan. (PMT:158—159)
Kemampuan supranatural Ganet semakin berkembang seiring perkembangan usianya. Dengan spontan ia akan menyampaikan informasi futuristik kepada orang yang bersangkutan, di antaranya, keluarga teman kuliah ibunya, guru wali, tetangga, presiden, termasuk kerabatnya sendiri. Tentu saja informasi yang disampaikan Ganet mengundang pro dan kontra dari pihak yang bersangkutan. Ganet selalu dianggap mengada-ada, bahkan cenderung ditertawakan. Kata-kata Ganet dianggap angin lalu. Namun, ada pula yang menerima dan mengikuti kata-katanya. Salah seorang di antaranya adalah Sandra, teman ibu Ganet semasa kuliah dulu. Sandra dan kedua adiknya, Ester dan Carol, sudah tiga tahun lamanya tidak mengunjungi tanah kelahirannya dan makam ibu mereka. Ketika bertemu dengan Ganet, gadis kecil itu mengatakan bahwa makam ibunya sangat tidak terawat dan jika ketiga bersaudara itu tidak memperbaiki makam itu mereka akan tertimpa bencana. Semula Sandra tidak mempercayainya. Namun, akhirnya ia mencoba untuk mengikuti informasi anak ajaib itu. Diupayakannya untuk mengumpulkan dua saudaranya yang sama-sama supersibuk. Hanya Esterlah yang kurang memedulikan rencana itu. Sandra akhirnya berangkat sendirian dan memperbaiki makam ibunya serta rumah tempat ia menghabiskan masa kecilnya dulu. Selanjutnya, Ganet mengabarkan kabar buruk kepada Ester bahwa Ganet mengatakan Ester akan kehilangan pekerjaannya. Tidak lama kemudian Ester mengalami hal itu. Lalu, Ganet menyarankan kepada Ester untuk melakukan sesuatu yang dulu sangat disukai oleh mendiang ibunya. Ester pun melakukan hal itu. Tidak lama kemudian Ester kembali mendapatkan panggilan kerja dari sebuah perusahaan. Ganet juga melakukan hal yang sama kepada Carol. Ketika Carol hendak bepergian dengan menggunakan kereta api, Ganet melarangnya dengan keras. Ganet melihat bayangan musibah tabrakan kereta api di pesawahan. Peristiwa itu sangat mengerikan. Carol pun terpaksa membatalkan kepergiannya meskipun telah membeli tiket kereta. Ganet pun meminta Carol untuk tinggal sementara di rumah selama beberapa hari. Tidak lama kemudian Carol menyaksikan peristiwa itu di televisi.
Ganet merasa sedih dan sesal ketika kata-katanya tidak ditanggapi. Terlebih ketika pihak istana kepresidenan menganggapnya angin lalu. Ia menyampaikan bahwa ibu kota akan dilanda banjir besar yang luar biasa mengerikan. Padahal, saat itu negeri ini sedang dilanda musim kemarau panjang. Pihak istana menyepelekan kata-katanya. Ganet dilanda rasa sedih dan sesal yang sangat dalam. Ia pulang dengan tangan hampa. Tidak berapa lama kemudian hujan terus-menerus mengguyur ibu kota. Air yang melimpah ruah itu tidak mampu dikendalikan dan merusak hampir seluruh wilayah kota metropolitan itu. Bahkan, sang presiden yang sempat melecehkan gadis ajaib itu terpaksa harus kehilangan anggota keluarganya. Korban jiwa pun berjatuhan tiada terhingga. Ganet hanya dapat menyaksikan poeristiwa itu dengan penyesalan yang luar biasa. Hal itu membuatnya sakit. Kondisi Ganet memburuk sejak saat itu.
Selain dapat meramalkan hal-hal pada masa yang akan datang, Ganet juga mampu beralibi. Jika demikian, di kamar ia tampak seperti tertidur pulas. Namun, pada saat itu jiwanya sedang mengunjungi orang-orang yang ia perhatikan. Ketika guru walinya mendapat musibah, ia datang mengunjunginya di rumah sakit. Padahal pada saat yang sama Zahra dan Laksma menyaksikan gadis itu sedang tertidur lelap. Namun, denyut nadi Ganet melemah. Setelah nyawa Ganet kembali, kondisinya akan kembali seperti semula.
Kemampuan Ganet pun memiliki ambang batas. Ganet tidak dapat membaca pikiran ibunya. Pada saat itu Zahra sedang terhanyut ke alam penyesalan. Penyesalan yang selalu datang pada akhirnya. Ganet terus berusaha membaca isi benak ibunya, tetapi tetap tidak bisa. Gadis kecil itu baru menyadari kelemahannya setelah mendapat bisikan Clara bahwa kemampuannya hanya muncul dengan sendirinya.
Zahra dan Ganet merupakan anak indigo. Namun, kadar keindigoan mereka sangat berbeda. Zahra hanya dapat menembus alam Clara dan berkomunikasi dengan mendiang kakaknya itu. Namun, Ganet memiliki kadar keindigoan yang lebih besar, bahkan sangat besar untuk ukuran anak seusianya itu. Selain dapat berkomunikasi dengan Clara, Ganet juga mampu menyampaikan hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Sensitivitas Ganet sangat besar.
Sebagai anak indigo Zahra dan Ganet memiliki kesamaan, yaitu tidak mendapatkan tempat yang layak sebagai seorang anak indigo. Ketika Zahra mengatakan bahwa ia sering didatangi oleh Clara, anggota keluarganya yang lain menunjukkan reaksi kontra. Mereka menuduh bahwa Zahra sudah tidak waras, bertingkah aneh, dan pandai berhalusinasi. Karena tidak tahan dengan keanehan Zahra, ibu memutuskan untuk menjaga jarak dengan Zahra. Komunikasi dengan anggota keluarga lainnya pun terasa hambar. Akhirnya, Zahra pun menarik diri dan mengurung diri di kamar. Terlebih setelah keputusan ibu untuk mengubah kamar Clara menjadi gudang dilaksanakan. Puncaknya adalah larinya Zahra dari rumah dan melanjutkan kuliah di kota provinsi.
Ganet juga mengalami hal yang sama dengan Zahra, yaitu tidak mendapat tempat di hati keluarga terdekatnya, terutama ibunya. Satu hal yang sulit dimengerti, keanehan Ganet tidak akan tampak jika ayahnya, Bayu, berada di dekatnya. Ganet merasakan kesepian dan kesedihan yang justru dirasakan oleh Zahra. Ketika Zahra dianggap ‘tidak sembuh’ oleh ibunya, ia ditinggalkan wanita yang melahirkannya itu. Ibunya lebih memilih menjaga jarak dengan Zahra dan mencurahkan perhatian sepenuhnya pada pekerjaannya. Ibu baru pulang larut malam saat Zahra telah tertidur. Zahra merasakan betapa orang-orang dekatnya, terutama ibunya, telah meninggalkannya. Padahal, saat itu ia sebenarnya sangat memerlukan kehadiran mereka.
Zahra menatap ibunya dengan penuh heran. Ada gerangan apa ibu menemuinya. Bukankah selama ini ibu seperti menghindar dari Zahra tanpa alasan yang jelas. Ya, sejak Clara orang yang paling dekat dengannya meninggal, ibu justru menjauh darinya. Padahal selama Clara meninggal Zahra sering kesepian dan kangen dengan ibu. Selalu ibu mengunjunginya meski hanya untuk merapikan selimut yang sesungguhnya sudah rapi. Dulu ada saja yang ibu katakan menjelang Zahra tidur. Sekarang tak terasa hampir satu tahun ibu telah meninggalkan kebiasaan yang hangat itu. (PMT:36)
Apa yang dialami oleh ibunya dulu juga dialami oleh Zahra. Zahra tidak mampu menerima keanehan yang dimiliki oleh Ganet. Zahra memutuskan untuk kembali bekerja demi menghindarkan diri dari penglihatannya terhadap kelebihan pada diri Ganet. Zahra tidak menyadari bahwa Ganet juga merasakan kesedihan dan kesepian seperti yang pernah ia alami dulu. Bahkan, Ganet sangat membenci ibunya. Beruntung ia masih memiliki tempat untuk mencurahkan isi hatinya, yaitu Laksma. Laksma sangat memahami apa yang pernah terjadi pada diri Zahra dan kini pada diri keponakan kecilnya itu. Melihat kesibukan dan sikap Zahra, Laksma bersikeras untuk merawat Ganet sepenuh hati. Terlebih setelah ia kehilangan suaminya, perhatian Laksma sepenuhnya tercurah kepada gadis itu. Laksma tidak menginginkan Ganet membenci ibunya. Ia berjuang untuk melekatkan kembali ikatan di antara keduanya yang sudah kendur itu. Zahra kemudian menyadari hal itu. Ia berusaha untuk mendampingi putrinya meskipun selalu tampak kewalahan menghadapi keanehan putrinya itu. Zahra sebagai anak indigo tidak mampu menerima kodrat putrinya yang juga indigo. Seharusnya posisi Ganet lebih baik karena berada di dekat seseorang yang juga indigo. Namun, posisi Ganet sama saja dengan posisi Zahra dahulu. Sama-sama tidak nyaman.
Lingkungan sekitar Zahra dan Ganet senantiasa monoton, yaitu menghendaki keduanya untuk bertindak seperti anak normal lainnya. Zahra tidak menghendaki kemampuan Ganet untuk menyampaikan prediksi masa depan. Demikian pula anggota keluarga tidak menghendaki Zahra berbicara tentang pertemuannya dengan Clara. Kelebihan yang dimiliki oleh Zahra dan Ganet tampak menjadi bumerang bagi orang-orang di sekitarnya. Khusus bagi Ganet, hal itu juga berlaku bagi orang-orang yang akan mengalami peristiwa yang diprediksinya.
Sikap lingkungan yang tidak berterima itu mendorong Zahra dan Ganet pada situasi yang sangat sulit. Zahra harus mengasingkan diri dari rumah dan anggota keluarganya. Lebih parah lagi, Ganet memburuk kondisinya ketika menyadari bahwa orang-orang yang ia prediksikan nasibnya itu menolaknya dan, kemudian, mengalami kejadian yang sangat menyedihkan. Batin Ganet pun terkoyak hebat. Stamina Ganet memburuk.
Zahra dan Ganet sama-sama tidak mendapatkan penanganan yang baik dari keluarganya. Latar belakang keluarganya yang broken home dan tiadanya sosok sang ayah, mendorong Zahra menuntaskan kelebihan yang dimilikinya dengan menjauh dari kehidupan keluarganya. Ganet sedikit lebih beruntung. Ganet memiliki latar orang tua yang utuh. Namun, sang ayah tidak pernah mengetahui kelebihan yang dimilikinya. Komunikasi Zahra tentang hal itu tidak pernah terjadi dalam keluarga. Namun, dukungan Laksma membuat Ganet memiliki sedikit celah untuk mengaktualisasikan kelebihannya itu. Zahra dan Ganet juga tidak digambarkan memiliki hubungan dengan teman-teman sebayanya. Mereka hanya digambarkan berkutat dengan lingkungan keluarga yang aggotanya notabene usianya lebih tua.
Kurangnya pendidikan religi juga mendukung sikap negatif keluarga dan Zahra sendiri. Clara baru mengenali Tuhannya tepat ketika di penghujung hayatnya. Demikian pula Ganet. Gadis itu juga berusaha menelusuri arti Tuhan dan makna kebesaran-Nya tepat ketika ia meregang nyawa yang hanya sejengkal lagi itu. Sosok ayah yang tidak pernah tergambarkan dalam cerita justru mengundang misteri dan sejuta pertanyaan (kecuali kiriman bunga mawar sesaat pascakematian Clara). Bukan tidak mungkin jika ayah Zahra berlatar belakang keyakinan yang berbeda. Hal itu tercermin dalam nama Clara yang berbau nasrani, yaitu Theodora Clara Dewi. Sementara itu, nama Zahra dan Laksma tidak pernah terungkapkan. Bukan tidak mungkin perbedaan keyakinan itulah yang menyebabkan terjadinya perpecahan di antara kedua orang tua tiga bersaudara itu. Hal itu pula yang memicu hambarnya pendidikan agama di lingkungan terkecil itu. Makna dan hakikat Tuhan tidak pernah tertanamkan sejak dini.
Ditinjau dari segi keturunan, Ganet memiliki garis indigo dari ibunya, Zahra. Sementara itu, tidak tertutup kemungkinan Zahra mengalami hal yang sama dari generasi sebelumnya.
Hembusan arus hidup globalisasi juga tercermin dalam novel ini. Gaya hidup yang cenderung serba cepat mendorong manusia menjadi mudah frustasi. Hal ini tercermin dari sikap ibu, Laksma, dan Zahra. Ibu tidak sabar dalam menghadapi kelebihan yang dimiliki oleh Zahra sehingga ikatan batin di antara keduanya menjadi hambar dan renggang. Laksma tidak sabar dalam menghadapi kondisi Clara yang sakit-sakitan. Bahkan, Laksma sempat menghendaki kematian adiknya itu. Zahra tidak sabar dalam menghadapi perilaku Ganet yang sebenarnya sama dengan dirinya. Zahra bersikap seperti ibunya, yaitu menghendaki perubahan pada diri orang lain dalam waktu cepat tanpa upaya dan kegigihan untuk menangani hal itu. Hubungan Zahra dan Ganet tidak ubahnya seperti hubungan Zahra dan ibu dulu. Perbedaannya ialah Ganet masih memiliki Laksma, sedangkan Zahra tidak mendapatkan pelabuhan curhat yang kasat mata seorang pun.
3. Simpulan
Novel Perempuan Mencari Tuhan merupakan rangkaian refleksi kehidupan anak indigo yang tidak mendapatkan penanganan secara tepat. Kelebihan yang dimiliki para indigo dalam cerita itu tidak mendapatkan tempat di lingkungan sekitarnya. Seperti dalam kisah indigo di dunia nyata, reaksi yang diterima dari lingkungan sekitar adalah reaksi kontra. Hal itu sangat menyulitkan kaum indigo untuk mengaktualisasikan kelebihan yang dimilikinya itu. Tidak tampaknya hubungan sosial dengan teman sebaya menyulitkan keseimbangan hubungan sosial sang indigo. Tokoh indigo dalam novel tampak terjerumus ke dalam dunia supranatural karena kurangnya latar pemahaman religi. Berkaitan dengan silsilah, teori yang mengatakan bahwa bakat indigo merupakan bakat turunan, juga terbukti. Ganet mendapatkan talenta indigo dari ibunya, Zahra.
Deraan arus globalisasi juga terasa kental dalam cerita. Arus tersebut cenderung mendorong manusia untuk mengembangkan gaya hidup cepat. Hal itu berimbas pada kejiwaan manusia. Manusia menjadi mudah depresi. Kesabaran menjadi prioritas nomor sekian. Hal itu tercermin dalam sikap tokoh ibu, Laksma, dan Zahra dalam menghadapi fakta yang ada. Lingkungan yang tidak berterima tersebut juga mudah mendorong anak indigo menjadi frustasi. Zahra dengan kepergiannya dan Ganet dengan sakitnya.
Beberapa karakteristik anak indigo seperti yang dikemukakan Tobler juga tercermin dalam cerita, di antaranya sebagai berikut: (1) Zahra dan Ganet memiliki kepekaan yang tinggi atau indera keenam, (2) Ganet mampu berfikir futuristik, (3) cenderung menarik diri dari lingkungan sekitar, dan (4) sering bersitegang dengan orang terdekat terutama ibu dalam mempertahankan prinsip tertentu.
Daftar Pustaka
Bataviase. 2007. “Jiwa Tua Anak Indigo” dalam http://bataviase.wordpress.com/2007/04/30/jiwa-tua-anak-indigo/ diunduh tanggal 16 Maret 2009 jam 15:34
Eriyanti. 2009. “Indra Keenam Anak Indigo” dalam suplemen “Geulis” Pikiran Rakyat edisi Minggu, 22 Februari 2009, halaman 17.
http://dearlucky.blogspot.com/2007/08/anak-indigo-itu-hebat.html diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:40
http://forum.wintersat.com/science-n-art/1173-fenomena-anak-indigo.html diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:40
http://www.indospiritual.com/artikel_anak-indigo–aset-negara-yang-harus-diperhatikan.html diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:38
http://kontaktuhan.org/news/news186/fr_26.html diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:13
Mohammad, Herry et al. 2004. Liputan khusus Gatra dalam http://209.85.175.132/search?q=cache:aXL0mG13XR8J:www.gatra.com/2004-05-9/artikel.php%3Fid%3D35187+ANAK+INDIGO&cd=8&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:36
Rimba, Leonardo. 2005. “Anak Indigo dan Sistem Pendidikan Kita” dalam http://www.mail-archive.com/psikologi_net@yahoogroups.com/msg00170.html diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:34
Yaya. 2007. “Anak-Indigo” dalam http://myhealthblogging.com/parenting/2007/08/23// diunduh tanggal 16 Maret 2009 pukul 16:25
Yudhistira, Dianing Widya. 2007. Perempuan Mencari Tuhan. Jakarta: Republika.
Langganan:
Postingan (Atom)