Apa yang sudah kalian lakukan untuk orang tua???

Apa yang sudah kalian lakukan untuk orang tua??? Especially your mom…

Kalian pernah sadar ga siapa orang yang selalu ngurusin kalian.. Someone who bangun tidur paling pagi dan tidur paling malam. Mengandung kalian selama sembilan bulan. Menyusui kalian selama dua tahun. Menggendong kalian kemana-mana. Ngajak kalian main padahal kalian ga mau tau kan kalau dia udah cape. Menina bobokan kalian padahal udah ngantuk banget. Masakin kalian karena pasti masakan mama yang paling enak dibandingin mbak-mbak yang ada di rumah. Dan masih banyak yang dilakukan orang tua kita terutama mama untuk kita anak-anaknya.

Padahal apa yang kita lakuin untuk beliau????

Kita sering banget membangkang. Melawan orang tua. Ga nurut sama orang tua. Males banget kalo disuruh-suruh walaupun cuma sekedar ke warung. Sering bilang “nanti ah” kalo disuruh bantu-bantu. Bilang orang tua itu “katro” kalo dilarang main sampai larut malam. Ga suka dengerin nasihat orang tua. Marah kalo pendapat orang tua ga sesuai dengan yang kita harapkan. Bilang orang tua bawel.

Banyak banget yang kita ga suka dari orang tua kita. Kita sering nganggep mereka itu ga gaul, ga asik, katro, dan sebaginya. Padahal nih, mereka juga pernah merasakan apa yang kita alami sekarang, makanya mereka nasehatin kita macem-macem. Mereka ga mau kita “terlanjur” jadi anak yang ga baik. Percaya deh, apapun yang orang tua kita katakan itu adalah yang terbaik. Coba dicerna baik-baik setiap perkataan orang tua, apalagi ibu kita yang sudah mengenal kita saat kita masih menjadi segumpal darah.

Kita sebagai anak muda biasanya lebih cinta sama pacar kita. Tiap valentine’s day berlomba-lomba ngasih bunga, coklat, kado ke pacar, tapi ada yang inget sama ibu atau ayahnya ga yaaa??? Padahal kan valentine’s day itu hari kasih sayang yang bisa ditujukan buat siapa aja. Kalo lagi bikin status di facebook atau tweet di twitter ada yang suka bikin status atau tweet buat nyokap ga?? Kebanyakan tweetnya galauin pacar kan? Kalo pacar lagi sakit pasti khawatirnya cetar membahana banget yah? Tapi kalo nyokap yang sakit khawatir juga ga??? Kalo ketemu pacar pasti ga pernah lupa peluk cium kaaann?? Hayooo… tapi coba inget-inget kapan terakhir peluk cium nyokap bokap???? Kalo lagi pergi-pergi pasti ga pernah lupa ngabarin pacar,,tapi ada yang inget ngabarin nyokap bokap ga???? Kalo disms, bbm, telepon pacar pasti buru-buru dibales, tapi kalo nyokap bokap yang sms, bbm, atau telepon pasti dibilangnya bawel kaaaaaann????

Itulah kita, anak-anak yang kadang-kadang ga tau diri yang pada saatnya nanti akan menjadi orang tua juga.

Pernah denger pribahasa “kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah”???? Itulah kita....(^_^)

damn!!!

jatuh cinta itu sakit
jatuh cinta itu nyebelin
jatuh cinta itu air mata
jatuh cinta itu perih
jatuh cinta itu impossible!!!!!

a little process

I believe this is just a process

a process to restore the old memories

about me and you....

about us

Jatuh Cinta

Jatuh cinta itu ketika kamu selalu mencarinya

Selalu merindukannya walaupun baru sedetik berpisah

Jatuh cinta itu ketika kamu menggenggam erat tangannya dan berkata "jangan pernah tinggalkan aku"

Jatuh cinta itu ketika dadamu berdetak lebih kencang ketika dia berjanji untuk menemuimu

Jatuh cinta itu ketika dia menggenggam tanganmu dan menatap matamu dalam dan berkata "aku cinta kamu"

Jatuh cinta itu adalah ketika aku dan kamu bisa menjadi kita

Dan jatuh cinta itu adalah ketika kamu membayangkan wajahnya ketika membaca tulisan ini

Ketika Malaikat Izrail Menjemput Pak Efendi

            Pak effendi atau kakek Pepep adalah mertua dari salah satu om ku. Pertama aku melihat beliau, aku terkagum-kagum dan berkata dalam hati “pasti bapak ini waktu mudanya ganteng banget deh”. Kakek Pepep ini emang kelihatan ganteng walaupun usianya sudah ga muda lagi, tapi badannya masih terlihat gagah walaupun dia mengidap penyakit ginjal dan harus melakukan cuci darah seminggu dua kali. Walaupun begitu, beliau masih punya semangat hidup yang tinggi. Istri, anak-anak, dan menantu-menantunya dengan setia mengantar dan menunggu ritual wajib cuci darah itu. Pernah suatu hari aku menengoknya yang sedang melakukan cuci darah, raganya sudah mulai berbeda dari yang pertama kali aku lihat, beliau mulai mengurus dan terlihat bengkak disekujur tubuhnya. Keluarganya selalu bilang “ikhlas kalo papa diambil. Kasian papa sakit terus”. Bahkan cucunya yang masih taman kanak-kanak juga bilang “kakek pepep sakit, tuh lagi cuci darah”. Ocehan khas anak kecil yang menggemaskan tapi juga ga tega melihat kakeknya bolak-balik ke rumah sakit.

            Lama sekali aku ga menengok kakek Pepep karena kesibukan dan aku juga sudah mulai lupa dengan beliau, maklumlah beliau bukan saudara dekat yang sering aku jumpai. Sekitar tiga bulan setelah aku menengoknya yang sedang cuci darah di rumah sakit, aku mendengar kabar kalau beliau sedang sekarat. Aku ingat waktu itu hari Minggu, aku dan mama papaku berniat untuk menjenguknya di rumah, tapi salah satu tanteku meminta kami untuk datang ke rumah nenek dulu. Akhirnya kami batal menjenguk kakek Pepep karena sudah terlalu malam, takut mengganggu. Jadilah besok sorenya kami datang ke rumah beliau dengan membawa mangga yang kami pikir bisa dimakan oleh beliau karena beliau sudah tidak mau dipantang makan apapun lagi. Ketika masuk rumahnya, aku kaget melihat beliau sudah tertidur di lantai beralaskan kasur di ruang tengah tanpa sadarkan diri dan hanya ngorok seperti orang susah bernafas. Aku, mama, papa, istrinya kakek Pepep, dan seorang anaknya duduk mengitari kakek Pepep. Aku ga berbicara sepatah kata pun, hanya menatap kakek Pepep yang sedang tertidur dengan nafas yang terlihat sulit. Sekitar beberapa menit aku mendengarkan cerita tante Novi, anak kakek Pepep, “papa udah begini aja dari kemaren. Sebelumnya papa ngajak kita semua ngaji, dia nyuruh kita ngikutin dia baca Al-Fatihah tapi dia yang nuntun, bukan kita”. Subhanallah, seseorang yang sudah sekarat yang biasanya dibimbing membaca ayat-ayat Al Quran, malah beliau yang menuntun istri dan anak-anaknya. “Papa juga masih rajin ke mesjid tiap waktu shalat lima waktu pas masih bisa jalan sampai akhirnya ga lagi setelah ga bisa jalan. Papa juga selalu mandi tiap masuk waktu shalat”. Subhanallah.

            Mama tanya sama anak dan istrinya kakek Pepep “apa masih ada yang ditunggu ga? Saudara atau siapa gitu?”. “ga ada mba, adiknya cuma satu, itu juga udah kesini” cerita istri kakek Pepep. “ya udah yang ikhlas aja ya, semuanya harus ikhlas” mama minta semua keluarga untuk ikhlas.

            Ga lama kita berbincang-bincang disana, bahkan setengah jam pun ga sampai. Tiba-tiba nafas kakek Pepep terlihat lega, nafasnya ga tersenggal-senggal lagi, nafas seperti orang normal. “oh udah ga ada lendirnya lagi mungkin” itu yang ada dipikiran aku. Tapi tiba-tiba nafasnya kembali seperti orang ngorok lagi, dan tiba-tiba menjadi lega lagi. Istri kakek Pepep langsung histeris dan ngambil Al Quran yang ada di  lemari belakang aku, dan semua anak-anaknya histeris nangis sambil memeluk kakek Pepep, saat itu juga air mataku mengalir. “jangan nangis, baca lahilallah, ayo baca” mama aku mencoba menenangkan situasi yang sudah terlanjur histeris. “Lahilahailallah….lahilahailallah…. Papa…Papa….” Istri, dua anaknya, dan dua menantunya mencoba membimbing sang ayah dalam sakaratul mautnya. Papa ku sibuk menelpon keluarga yang lainnya, sementara om ku mencoba menelpon istrinya yang kebetulan bekerja hari itu, dan aku mencoba mengajak Tanisha, cucu kakek Pepep yang sedang main untuk melihat kakeknya. Tanisha cuma tanya “kok kakak Onya ga nangis? Itu yang lain semuanya nangis” aku cuma bisa tersenyum sambil menahan tangis dan mengajak Tanisha untuk mendoakan kakeknya. Om ku mencoba mencari detak nadi ayah mertuanya, tapi ga ketemu. Lalu mamaku memberikan kaca, “taro kaca di deket hidungnya, kalo basah berarti masih ada” dan itu dilakukan om ku, “kering mbak”. Tangis pecah dan semua tetangga yang masih ada hubungan saudara pun datang dengan tangis mereka. Innalillahi wainalillahi rojiun.

            Subhanallah, sungguh indah cara malaikat Izrail menjemput kakek Pepep yang dikelilingi istri, anak, menantu, dan cucunya.  

           

Sebuah Mimpi

Entah kenapa aku berharap ini hanya sebuah mimpi
Mimpi buruk yang akan berganti menjadi kenyataan
Kenyataan bahwa kamu selalu ada di sampingku
Di sampingku untuk selamanya tanpa ada yang lain

Ku tak ingin kamu pergi bersamanya
Ku ingin kamu di sini
Kamu tau itu sejak dulu
Kamu tau apa yang ku inginkan

Badai pasti cepat berlalu
Dan ku harap ini hanya sebuah badai
Badai yang akan berlalu
Dan kamu kembali bersamaku

Menjalin cerita cinta berdua

Penerimaan Masyarakat Terhadap Epilepsi

Oke,gw mau sharing sedikit tentang "penerimaan masyarakat terhadap epilepsi" berdasarkan pengalaman pribadi & cerita temen-temen...

Overall gw ga ngalamin sesuatu yang terlalu gmn-gimana atau bahkan ga diterima dimasyarakat karena gw adalah ODE (Orang Dengan Epilepsi), mungkin emng karena gw ga pernah bilang ke siapa pun tentang penyakit gw kecuali ke orang yang bener-bener deket sama gw. Gw takut orang-orang akan memberikan respon yang buruk setelah gw kasih tau klo gw adalah ODE, sampe gw rela banget banget dicap sebagai "anak mama" dari pada dibilang "anak ayan", itu yang ada dipikiran gw dulu. Tapi ternyata respon berbeda yang gw dapet sekarang, setelah gw akui di media public bahwa gw adalah ODE (Orang Dengan Epilepsi). Ternyata banyak dukungan dr temen-temen termasuk kalian!! Tapi hal berbeda yang gw lihat dari beberapa temen-temen ODE lainnya, banyak juga yang kurang dapat penerimaan di masyarakat. Keluhan terbanyak adalah para ODE harus berpindah-pindah pekerjaan karena tidak ada penerimaan dari tempat mereka bekerja setelah mengetahui mereka ODE,  beruntung ada beberapa temen yang mempunyai sedkit modal dan akhirnya bisa mencoba membuka usaha sendiri. Tapi yang ga punya??? Mereka yang tidak punya cukup dana untuk buka usaha sendiri akhirnya hanya bisa berpindah-pindah pekerjaan terus menerus. Mereka punya semangat yang tinggi!! Ada lagi adik-adik yang baru masuk sekolah dan tidak diterima pihak sekolah setelah mengetahui dirinya ODE, padahal dia punya nilai yang baik. Alasan pihak sekolah adalah pihak sekolah tidak siap menerima anak penyandang epilepsi. Ada juga anak yang dijauhi oleh teman-temannya karena dia adalah penyandang epilepsi. Bahkan ada seorang anak yang diolok-olok dan jadi bahan ejekan teman-temannya karena dia mendapatkan serangan epilepsi di sekolah. Ada juga orang tua yang melarang anaknya bergaul dengan anak penyandang epilepsi. Ada pula orang tua yang menjadi overprotective ketika mengetahui anaknya terkena penyakit epilepsi. Bahkan hal terbaru yang gw denger ada juga dokter dan petugas kesehatan yang berperilaku diskrimiasi terhadap ODE & keluarganya. 

 

Miris ketika gw tau cerita-cerita di atas!! ODE dipandang sebelah mata oleh masyarakat.  Padahal orang-orang lain bisa dengan santai bilang "Saya sakit jantung. Saya sakit diabetes." Pemikiran-pemikiran negatif dari masyarakat kadang yang membuat para ODE menutup diri. Padahal seharusnya ga gitu. Sebenarnya faktor dukungan dari keluarga/lingkungan sekitar sangat besar untuk mencegah terjadi serangan. Karena itu gw ngajak temen-temen semua buat #PeduliEpilepsi. Siapa tau kan ternyata orang-orang disekitar kalian ternyata ada yg penyandang epilepsi. Contohnya gw, ada beberapa temen-temen gw yang ternyata punya penyakit yang sama dengan gw tapi malu ngungkapinnya. Ada juga beberapa temen gw yang punya masalah tapi takut orang lain tau dan akhirnya sekarang bisa terbuka. Itulah kenapa gw ngajak temen-temen semua untuk lebih peduli. Gw ga pengen lagi liat berita ada orang dipasung karena dianggap kesurupan padahal epilepsi. Mudah-mudahan masyarakat bisa lebih menerima epilepsi seperti penyakit-penyakit lain ☺

Sehat itu sama dgn kebahagiaan,,diciptakan bukan dicari ☺

*still follow @soniacinantya @infoyei #PeduliEpilepsi on twitter

My Life is My Story: Cerita Hidup Sebelum dan Saat Menjadi ODE

Gue, Sonia Cinantya. Cewek umur 22 tahun. Secara sepintas mungkin gue terlihat seperti cewek pada umumnya. Perempuan yang baru memasuki masa dewasa, kuliah, kadang-kadang bergaul dengan lingkungan sekitar, beberapa kali mengenal cinta. Yaa, seperti biasa banget deh. Tapi mungkin banyak orang juga yang melihat gue sebagai “anak mama” karena sering banget tampak berdua sama mama, ga pernah boleh keluar malem, dan lain-lain seperti anak mama deh.

…

            Dulu, gue seperti anak biasanya, normal. Gue jadi anak kecil yang ceria, yang ngefans banget sama Trio Kwek-Kwek, Sherina, Tasya, Joshua, dan semua artis-artis cilik lainnya. Bergaya Candy-Candy dengan rambut dikuncir dua pake pita-pita, pake rok mini yang lucu-lucu, pake plester di lutut, dimana-mana biar kaya Sherina. Lucu banget deh kalo inget jaman kecil dulu, menyenangkan.

            Masa SD gue juga menyenangkan banget, punya beberapa sahabat, main kesana-kesini. Dan ada yang ga pernah gue lupain, kejadiannya kira-kira waktu gue kelas 5 SD kalo ga salah. Gue main ke rumah temen gue, ga terlalu jauh sih sebenernya, cuma beda komplek aja, tapi berhubung gue masih SD, gue ga pernah main jauh-jauh. Waktu itu gue ke rumah Vina, sahabat SD gue, dianterin sama bokap. Yaa bokap gue taunya gue main di rumah Vina, padahal gue, Vina, dan Fani, sahabat SD juga, kita ke Plaza Jambu Dua. Kalo ga salah waktu itu Vina pengen beli sepatu, tapi gue ga izin dulu sama nyokap bokap karena tau ga bakal diizinin kalo bilang mau ke Plaza Jambu Dua. Gue seneng banget karena berasa “ngeliat dunia” yang selama ini ga pernah pergi sendiri tanpa orang tua. Tapi senengnya gue berubah jadi nangis pas nyampe di rumah. Nyokap gue ngomel-ngomel pas bukain pintu pager. Kira-kira gini percakapannya:

Nyokap           : “kamu dari mana aja sih?”

Gue                 : “dari rumah Vina”

Nyokap           : “jangan bohong! Tadi papa ke rumah Vina tapi kamunya ga ada”

Gue                 : “oh, tadi dari rumah Vina trus ke rumah Fani”

Nyokap           : “jangan bohong!” (mukanya udah kaya mau makan orang)

“tau ga kakak tuh sakit, tadi mau dibawa ke rumah sakit tapi kamunya ga ada, kan mama bingung”                     

Gue                 : “ya maaf ma, tadi ade ke Jambu Dua” (nangis gara-gara diomelin plus merasa bersalah)   

            Ternyata kakak gue itu sakit hepatitis dan harus dirawat di rumah sakit dan gue malah bikin masalah di rumah. Ya begitulah masa kecil gue. Menggemaskan, lucu, dan nakal ala-ala anak-anak yang pengen tau banyak hal.

…

            Ketika SMP banyak lagi yang gue lakukan selayaknya anak ABG yang pengeeeen banget tau segala macem, dan selalu menganggap dirinya paling bener aja, yang lain salah deh buat ABG-ABG.

            Masa SMP gue berkesan banget. Berkesan karena cerita cinta monyetnya, gaulnya, serunya, sampe dimusuhin sama banyak orang cuma karena hal sepele.

            Bisa dibilang masa SMP lebih berkesan buat gue kalo dibandingin masa SMA yang kalo menurut orang-orang berkesan. Di SMP itu adalah untuk pertama kalinya gue mengenal cinta, cinta monyet pastinya. Pacar pertama gue adalah Al, dia kakak kelas gue. Jadi pas gue kelas 1 SMP, dia udah kelas 2. Kita bisa kenal dan deket gara-gara satu eksul. Kita sama-sama ikut karate. Waktu itu dia ikut dua eskul, karate dan paskibra. Jadi ceritanya gue dicomblangin sama anak karate juga, sebenernya sih semua anak-anak karate ikut-ikutan nyomblangin, tapi yang pertama nyomblangin itu SF, anak karate dan paskibra juga. Sebener-benernya dan sejujur-jujurnya, gue lebih suka SF dari pada Al, ya ga lain dan ga bukan karena Syahid lebih ganteng. Yaa namanya juga cinta monyet, ga dari hati.

            Alkisah di hari itu, hari yang ngagetin buat gue, tiba-tiba sebelum mulai latihan karate SF nyamperin gue, dia bilang sesuatu yang bikin gue geeeeeeeeeeeeerrrrrrr tujuh turunan.

SF                                : “Son, ada yang suka sama lo”

Gue                             : “ah apaan sih lo”

SF                   : “serius. Anak karate juga kok. Anak paskib juga”

Gue                             : (terbang melayang ke langit ketujuh)

SF                                : “anaknya ganteng kok”

Gue                             : “siapa?”

SF                                : “nanti juga lo tau. Rambutnya berjambul”

Gue                 : “siapa?” (girang banget gara-gara SF juga pake jambul)

Syahid                         : “nanti juga tau deh”

            Begitu upacara karate mulai, semua anak-anak minggir dan tiba-tiba disebelah gue ada Al. Kaget lah gue, liat Al pake jambul. Gue langsung mikir “anak karate, paskib, pake jambul”. Jadilah semua anak karate ngecengin gue sama Al. Ternyata orangnya Al!!

            Tiap hari gue ngeliat Al lagi ngeliat ke arah kelas gue yang kebetulan banget seberang-seberangan. Dan lama-lama gue juga kepincut sama Al si jambul itu. Dia sering main ke kelas gue, istirahat juga bareng. Sampe akhirnya Al ngajak gue ketemuan di perpustakaan, yup, perpustakaan! Al emang pinter banget, beda banget sama gue yang nilainya do re mi.

            Di perpustakaan itu ternyata Al nyatain cintanya yang ga bertepuk sebelah tangan. Kita duduk di kursi dengan meja lumayan besar, kita duduk seberang-seberangan, jadi dia bisa liat muka gue dengan jelas banget, dia juga megang tangan gue untuk meyakinkan gue yang saat itu baru pertama kalinya memutuskan untuk pacaran. Gue takut banget ngejawab iya karena emang ini saat-saat pertama kalinya dalam hidup gue punya pacar, gue ngeri kakak gue tau karena kakak gue yang ngajar eskul karate di sekolah gue, gue takut kakak gue ngasih tau nyokap bokap kalo gue punya pacar, gue takut dimarahin nyokap. Aaaarrrrrrggggghhhhh! Pokoknya waktu itu gue takut banget, tapi gue juga mulai ada rasa suka sama Al. Tapi Al berhasil meyakinkan gue kalo semuanya akan baik-baik aja. So, my answer is Yes, I do!

#(satu hal yang gue tau belakangan kalo ternyata temen-temen gue pada ngintipin prosesi penembakan itu. *tutup muka*)

            Hari-hari itu gue lalui sangat menyenangkan sama Al, layaknya anak ABG lain yang baru mengenal cinta, sampe akhirnya kakak gue tau kalo gue pacaran sama Al. Lama-lama kakak gue curiga karena semua anak-anak karate ngecengin gue sama Al dan akhirnya kakak gue nanya juga. Dan akhirnya nyampelah berita itu ke kuping nyokap gue. Nyokap cuma bisa nanya aja ke gue, dan gue jawab dengan ketus “ya emang kenapa, namanya juga perempuan ya sukanya sama laki-laki, kalo ade sukanya sama perempuan itu yang aneh. Kan berarti ade normal”. Jawaban yang bikin nyokap bingung dan akhirnya merelakan anaknya yang menemukan “cintanya”.

            Ga terlalu lama juga gue pacaran sama Al, kira-kira beberapa bulan deh, gue lupa tepatnya berapa bulan. Akhirnya gue putus setelah tau dia rangking 2 sementara gue cuma ada diurutan bawah didaftar peringkat kelas gue. Al juga tau kalo gue sebenernya naksir sama SF. Awalnya Al ga terima gue putusin gitu aja.

Gue                             : “gue mau ngomong donk. Di kelas gue aja”

Al                                : “iya”

Gue                             : “gue mau putus”

Al                                : “kenapa? Karena lo suka sama SF?”

Gue                             : “pokoknya gue mau putus aja. Lo sayang ga sama gue?” (ala-ala sinetron ABG)

Al                                : “trus kalo gue sayang, gue musti mau aja diputusin gini?!”

Gue                             : “yaaaaa…..”

Al                                : (mulai ngamuk-ngamuk ga terima diputusin)

Gue                           : “ya udah deh, pokoknya gue mau putus” (gue tinggalin dia yang lagi ngamuk-ngamuk  ngancurin kelas gue)

            Bener aja, besoknya pas gue masuk kelas, kelas gue udah berantakan. Meja-meja udah ga sesuai dengan tempatnya. Penghapus papan tulis udah ga tau dimana. Begitu temen-temen gue nanya siapa yang terakhir di kelas, gue cuma diem aja pura-pura ga tau apa-apa. Hihihi.

            Cerita cinta gue semasa SMP juga bukan sama Al aja. Gue pernah cinta monyet sama beberapa laki-laki, tapi yang paling berkesan pas gue jadian sama DS, sampe-sampe gue dimusuhin sama senior-senior gue. Ada yang bilang “oh ini pacarnya DS, apa bagusnya sih”. Yaelaaaahhh, rasanya pengen banget gue ngomong di depan mukanya “emang lo lebih bagus dari gue???!!! Dilirik DS aja kagak lo” tapi berhubung gue ade kelas yang sopan, jadi ngomongnya cuma dalam hati aja,hehe.

…

            Selama SMP gue juga punya sahabat yang sampe sekarang masih jadi sahabat gue, namanya Annisa dan Rita. Dulu Rita juga suka sama DS, tapi ternyata DS lebih ngelirik gue alias naksir sama gue dan akhirnya jadian sama gue. Rita sebagai sahabat yang baik cuma bisa ikhlas aja, walaupun gue tau banget pasti dia gondok juga. Yaa gitulah cerita cinta monyet.

            SMP juga berarti malapetaka buat gue. Di sekolah gue itu ada satu geng yang lumayan berpengaruh di sekolah yg nama gengnya sama dengan merek sepatu :D . Jaman gue SMP itu lagi tren banget sepatu yang mereknya itu, jadi satu geng itu yang isinya banyak banget (sampe gue aja ga pernah ngitung) semuanya pake sepatu merek yang sama. Gue rasa sih yang ga mampu beli sepatu itu ga boleh masuk geng itu. Dan ga ngerti kenapa, satu geng itu musuhin gue. Sampe detik ini gue ga pernah tau alasan mereka tuh apa. Mungkin karena persoalan cowok, atau mungkin karena mereka sirik sama gue. Ya karena bisa jadian sama DS itu emang bikin gue dimusuhin banyak orang, karena DS itu ganteng, keren, anak tajir, dan punya geng yang isinya mayoritas orang keren semua yang kalo lewat itu harus bin musti lewat tengah lapangan dengan gaya F4 yang tangannya dimasukin ke kantong (udah segitu aja yah deskripsinya, nanti naksir lagi :D ).

            Dimusuhin sama geng merek sepatu itu artinya sama aja dimusuhin satu angkatan, karena jumlah gengnya yang banyak itu, ditambah lagi “cowok-cowok”nya anak geng itu. Ada beberapa cowok-cowok yang sering gabung sama anak-anak geng itu, beberapa diantara mereka ada juga yang jadi “cowok bergilir”nya. Kenapa gue sebut cowok bergilir,,,karena ada beberapa cowok yang jadian sama beberapa cewek secara ganti-gantian, misalnya: si cowok A jadian sama si cewek A minggu ini, nah minggu depan si cowok A itu jadian sama cewek B. Apa coba namanya kalo bukan cowok bergilir???

            Dimusuhin sama rombongan geng sepatu plus cowok-cowoknya dan senior-senior yang sirik karena gue bisa jadian sama DS sementara mereka ga, itu rasanya bikin gue maleeeesss banget berangkat sekolah. Bayangin aja, gue kayak dimusuhin satu sekolahan. Setiap gue bergerak kesini ada yang ga suka, kesana ada yang ga suka. Gue dibully abis selama SMP, sampe akhirnya anak-anak geng sepatu minta maaf sama gue tanpa alasan yang jelas pula. Mereka minta maaf karena udah musuhin gue pas banget mau masuk puasa, mungkin biar dosa-dosanya diapusin. Sebagai anak yang baik gue selalu maafin siapa pun yang minta maaf ke gue. Dan akhirnya hidup gue pun jadi makin damai setelah senior-senior gue itu cabuuuut semuanya ke SMA, gue pun jadi senior, dan gue langsung sujud syukur (joget-joget tengah lapangan).

           

…

            Ada sebuah cerita tertinggal, sejak gue kelas 2 SMP gue merasakan ada sesuatu yang aneh, yang berbeda dari diri gue. Gue sering menggerakkan badan gue sendiri tanpa ada koordinasi yang jelas, misalnya aja tangan gue suka tiba-tiba bergerak tanpa ada perintah dari otak. Gue juga merasa punya teman imajinasi sendiri, yang seharusnya diumur segitu udah ga ada teman imajinasi. Gue juga beberapa kali pingsan dengan mata terbuka. Beberapa kenalan keluarga gue mengklaim kalo gue itu kesurupan. Yup, kesurupan, kemasukan setan, atau whatever itulah namanya. Banyak banget orang pinter, pak haji, sampe tukang pijet yang gue datengin. Hasilnya?? Katanya sih ada setan yang nempelin gue, ada juga yang bilang setannya dari perumahan diseberang rumah gue yang baru dibangun, katanya setannya pada pindah karena tempatnya digusur (ya kali juga deh setan pindahan). Sampe-sampe gue juga pernah di pijet-pijet beberapa kali sama ibu-ibu trus gue disuruh wudhu di sungai. Tapi hasilnya nihil. Tetep aja gue suka goyang-goyang (bahasa di rumah gue kalo gue lagi ga bisa mengkoordinasikan badan gue dengan baik). Kurang lebih 3 tahun gue mengalami itu terus menerus.

            Yang terakhir, gue dateng ke seorang pak haji rekomendasi dari nenek gue. Di sana kepala gue dipegang, dia cuma bilang “ini sih epilepsy. Coba aja periksa ke dokter kalo ga percaya”. Gue kaget banget waktu pak haji itu bilang gue epilepsy. Ayan dong gue??? Iiihhh penyakit apaan tuh!

            Syok udah pasti pas gue denger pak haji itu bilang gue epilepsy. Gue langsung memutuskan periksa ke dokter syaraf, di sana gue disuruh periksa CT SCAN, dan hasil analisa dokter sama dengan pak haji. Sejak itulah, sejak gue kelas 2 SMA gue resmi jadi seorang ODE (Orang Dengan Epilepsy). Dan sejak itu juga kehidupan gue berubah 180 derajat.

            Gue yang selama ini jadi anak kece, sukanya main, dari SMP suka bohong sama nyokap kalo pulang sekolah suka main dulu ke rumah Dimas, suka ke mall sama temen gue, suka main sama GENG KESEBELASAN gue (gue, Vheby, Vella, Rieke, Nube, Tyas, Tomat, Toge, Jawis, Java, Rela) naek mobil karimun gue, suka ke mall sama Annisa dan Rita. Semuanya berubah hanya karena satu kata-kata dokter dan pak haji, yaitu gue sakit epilepsy.

            Sejak itu gue jadi anak mama yang selalu pulang selesai sekolah. Ga pernah main tanpa nyokap gue. Yaa,, itulah hidup gue setelah sakit. Gue mencoba menikmati hidup gue. Dan syukur banget pada saat itu gue punya pacar yang nerima kekurangan gue itu, Y. Karena penyakit itu nyokap jadi over protektif sama gue. Gue ga boleh pergi kemana-kemana sendirian, ga boleh naik motor, ga boleh ini, ga boleh itu, bla…bla…bla.

            Y yang sangat mengerti gue saat itu sangat mengharukan. Karena gue ga boleh naik motor, sementara dia selalu naik motor ke sekolah, dia rela nyimpen motornya di parkiran sekolah trus nganterin gue pulang ke rumah naik angkot, trus dia balik lagi ke sekolah naik angkot buat ngambil motornya. Itu yang dia lakuin kalo gue lagi ga dijemput. Terima kasih buat Y yang sampe saat ini masih suka memperhatikan gue walaupun akhirnya kita cuma pacaran kurang lebih setahun. Kita putus bukan karena penyakit gue, tapi karena cinta monyet kita menjenuhkan hanya dengan pacaran di sekolah. Bahkan nonton film di bioskop juga bisa keitung jari. Tapi gue cukup salut sama Y yang bisa bertahan dengan sabarnya dia buat jadi pacar gue selama setahun itu.

…

            Epilepsy memang telah mengubah hidup gue. Hidup bergantung dengan obat-obatan, orang lain, dan kedisiplinan. Masa SMA gue menjadi kurang berwarna karena epilepsy.

            Gue sendiri pernah merasakan beratnya hidup, bencinya menjalani hidup, marah sama Allah, benci sama diri sendiri, dan selalu bertanya-tanya “kenapa musti gue????”. Pertanyaan yang belum gue temukan jawabannya dan akhirnya gue coba untuk lupakan.

            Tanpa gue menjelaskan ke orang-orang terdekat gue tentang penyakit gue ini, ga akan ada orang yang mengerti. Mungkin mereka cuma menganggap gue “anak mama”. Seorang cewek SMA yang selalu dikuntitin sama mamanya, ga pernah jauh sama mamanya. Manja! Banyak orang yang bilang begitu. Tapi kalo aja kalian tau, bukan itu yang gue inginkan. Gue pengen jadi remaja normal yang bisa main setiap pulang sekolah, pergi sama temen-temen sampe malem, ke café-café, nongkrong sana-sini, dan pergi tanpa kawalan. Keliatannya simple, tapi sulit untuk gue dapatkan saat itu.

            Gue berusaha menjalani hidup gue dengan baik, dan gue selalu melakukan sesuatu supaya orang lain melihat gue sebagai orang yang normal. Ga banyak temen-temen SMA gue yang tau tentang kekurangan gue ini, karena memang gue ga pernah kambuh di tempat lain selain rumah. Sesuatu yang sangat gue syukuri. Gue pernah tanya tentang hal ini sama seseorang yang meriksa EEG di rumah sakit, kenapa gue cuma kambuh di rumah? Dia bilang “karena setiap orang punya alam bawah sadar yang bisa mengontrol diri kita tanpa kita sadarin, kamu kambuh cuma di rumah karena kamu ngerasa nyaman di rumah, sementara di luar rumah ga”.

            Masa SMA gue terlewati dengan biasa banget. Ga ada keren-kerennya. Ya normal aja gitu, nyampe di sekolah lanjut belajar, trus pulang. Emang gue punya beberapa cerita cinta selama di SMA, salah satunya sama Y kayak yang udah gue certain tadi. Selain itu gue juga pernah menjalin cerita cinta sama ST. ST orang yang sangat protekif, sampe-sampe gue ga nyadar kalo pacar dia selain gue itu ada banyak. Menjalin cinta sama ST membuat hidup gue lebih sempit lagi. Istirahat di sekolah gue lebih sering sama dia dibanding sama temen-temen gue, kebetulan dia itu senior di sekolah gue, jadi kita satu sekolah juga. Pulang sekolah gue juga sering sama ST, nyokap percaya banget sama dia, kita juga sering jalan bareng sama keluarga gue, bahkan ST pernah jadi guru privat keyboard buat saudara gue.

            Tapi dibalik sifat protektif dan playboy-nya, ST orang yang baik. Dia juga nerima kekurangan gue ini, perhatian, yaa layaknya orang pacaran deh. Oiya, ternyata ST itu temennya DS, malah mereka sempet ngeband bareng. Sempitnya dunia.

…

            Lulus SMA, gue seneng banget karena bakal menemukan dunia yang baru. Dunia yang sebenernya flat!

            Seperti anak-anak SMA pada umumnya, sekolah gue mengadakan acara perpisahan sekolah. Untungnyaaa,,perpisahan sekolah diadain di sekolah dan diadakan pagi hari. Itu adalah satu hal yang sangat menguntungkan buat gue tapi tidak buat orang lain. Menguntungkan buat gue karena gue ga perlu repot-repot minta izin pergi jauh-jauh dan malem-malem sama nyokap, karena udah pasti ga akan diizinin kalo acaranya jauh dan malem hari.

            Perpisahan sekolah itu cukup mengharukan buat gue. Gue ketemu mantan calon ibu mertua (nyokapnya Y) yang emang guru di SMA gue itu. Gue menganggap itu terakhir kalinya gue ketemu temen-temen gue, mantan pacar gue, dan mantan calon ibu mertua, hehehe. Gue juga sempet berfoto ria sama Y yang waktu itu udah punya pacar baru. Sebenernya gue pengen foto sama Y karena momentnya pas aja, kan jarang-jarang banget kita foto berdua pake baju resmi, gue pake kebaya, Y pake kemeja plus dasi. Sampe sekarang gue masih simpen fotonya loh.

            Gue dan temen-temen kelas gue juga bikin acara perpisahan kelas. Acara perpisahan kelas yang kita adain di Gunung Salak. Karena acaranya yang lumayan jauh dan kita bikin acara outbound, jadilah nyokap bokap gue ikut nganterin gue. Hal yang sebenernya cukup nyebelin, lagi-lagi harus dianterin sama nyokap bokap. Bahkan ketika harusnya gue bisa bareng-bareng jalan kaki sama temen-temen yang lain untuk masuk ke tempat wisatanya, gue harus naik motor bareng Ridho, salah satu temen gue, karena mobil gue ga bisa masuk tempat wisatanya dan gue ga boleh kecapean. Yup, gue ga boleh kecapean. Tapi ya gue berusaha untuk tetep menikmati hidup gue yang “ga normal” itu. Berusaha sebisa mungkin supaya terlihat “normal” oleh orang-orang sekitar gue.

            Diacara perpisahan kelas gue itu gue juga menemukan salah satu cinta gue, J, temennya dari temen-temen gue yang les bimbel disalah satu tempat. Kebetulan J diajakin ikutan perpisahan kelas gue sama temen-temen yang lain. Dan akhirnya beberapa tahun kemudian gue sempet jadian sama J, tepatnya setelah gue masuk kuliah. Gue bisa ketemu lagi sama J karena facebook. Yaa, akhirnya kita jadian lumayan lama sekitar 10 bulan, dan akhirnya hubungan kita berakhir pas dihari ulang tahun gue.

            J cukup mengerti tentang hidup gue yang seorang ODE. Tapi gue lumayan bandel selama pacaran. Gue sering main naik motor sama dia. Gue sering ngumpet-ngumpet pergi berdua sama dia. Sering cabut kuliah juga biar bisa pergi berdua. Tentunya tanpa sepengetahuan nyokap gue, hehehe. Itulah sisi nakal gue.

…

            Hidup sebagai ODE bukanlah hal yang gampang untuk gue jalanin. Selain hal-hal ga normal yang tadi udah gue certain sebelumnya, epilepsy sangat mengganggu gue setelah gue masuk kuliah. Gue jadi suka kambuh dengan tiba-tiba tidak bisa mengkoordinasikan diri gue dengan baik, tiba-tiba menggerakkan tangan sendiri, menjatuhkan barang-barang yang gue pegang, tas gue tiba-tiba gue jatuhin, menjatuhkan diri sendiri, tiba-tiba gue kayak orang cegukan, dan kejadian-kejadian semacam itu. Semakin lama epilepsy gue ga tertahankan. Gue bisa kambuh dimana aja. Bahkan gue cukup sering kambuh di kampus, walaupun gue ga pernah mendapat serangan yang paling parah yaitu pingsan dan sedikit kejang di luar rumah.

            Temen-temen kuliah gue pun mulai nanyain tentang hal itu, ada apa dengan Sonia? Sampai akhirnya gue berusaha menjelaskan walaupun sulit. Beberapa temen-temen terdekat gue cukup mengerti dengan apa yang gue alami, walaupun ga banyak orang yang tau tentang apa yang sebenernya terjadi dengan diri gue. Gue sering banget bilang “gue ga kenapa-kenapa kok” atau “cuma cegukan aja” bahkan gue sering bilang “iya nih gue kurang keseimbangan” atau “gue lagi kecapean nih”. Banyaaaak banget alesan-alesan yang gue kasih ke orang-orang sekitar gue. Sejujurnya gue malu dengan diri gue sendiri. Gue takut akan respon-respon orang yang ga bisa nerima keadaan gue. Gue takut orang-orang menjauhi gue. Gue takut orang menganggap gue adalah orang yang memiliki penyakit menular, karena masih banyak orang yang menganggap epilepsy dapat menular, hal yang sebenernya ga bener sama sekali. Ketakutan-ketakutan ini sangat menyiksa gue. Ketakutan yang ga pernah orang ketahui.

            Tapi disisi lain ada beberapa sahabat-sahabat gue semasa kuliah yang sangat membantu gue. Retno, Jeje, Nina, Rima (para gembel) dan Winny adalah sahabat-sahabat yang tau kondisi gue dan memaklumi kondisi gue. Bahkan Winny yang usianya paling tua diantara kita, pernah bertanya sesuatu yang buat gue kaget ternyata masih ada orang yang peduli sama gue. Winny pernah bilang “apa yang harus gue lakuin kalo kamu lagi kambuh? Aku ga tau apa yang harus dilakuin”. Satu pertanyaan yang gue sendiri ga bisa jawab saking kaget dan terharunya. Selama ini cuma keluarga gue, terutama nyokap yang selalu menangani diri gue kalo gue lagi kena serangan. Tapi ternyata masih ada orang yang peduli sama diri gue, sepeduli itu dan gue ga ngerasa kalo dia hanya sekedar basa-basi aja.

…

            Semasa kuliah gue berusaha menjadi mahasiswi yang baik. Walaupun nilai-nilai gue bukanlah yang terbaik dan ipk gue belum bisa mencapai 3, tapi setidaknya gue berusaha menjalani hari-hari gue.

            Sering gue mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas, bukan karena gue bodoh, tapi karena gue adalah ODE. ODE yang memiliki keterbatasan dalam menjalani hidup. Sering gue stress saat mengerjakan tugas dan akhirnya gue kena serangan. Beberapa kali juga gue pingsan cuma karena stress mengerjakan tugas yang harus segera gue kumpulkan. Pernah juga gue kena serangan besar saat bikin slide untuk presentasi besok. Bahkan pernah gue gagal ikut presentasi karena kena serangan sampai pingsan, serangan yang udah datang sejak pagi dan akhirnya nyokap ngelarang gue pergi ke kampus, tapi gue tetep ngirim bahan-bahan ke temen gue via email tapi karena koneksi internet yang lagi ga bersahabat gue jadi stress dan akhirnya kena serangan sampai pingsan.

            Ya, stress adalah salah satu musuh utama gue. Sebagai ODE, gue sangat bermusuhan dengan yang namanya STRESS, KELAPARAN, KEDINGINAN, KEPANASAN, EMOSI YANG GA STABIL, KECAPEAN. Ketika gue bertemu dengan hal-hal itu, dengan mudah serangan gue akan datang.

            Tapi sebagai manusia biasa, gue sulit untuk menjauhi hal-hal itu. Sekitar 9 tahun gue menjalani hidup sebagai ODE, dan hal-hal itulah yang sering mengganggu gue. Stress selalu mendatangi siapa saja, bahkan orang normal sekalipun. Ada kalanya kita menginginkan sesuatu dan tidak tercapai dan akhirnya stress. Kelaparan masih bisa gue tangani, makan diwaktu-waktu yang telah ditentukan, tapi tetep aja ada kalanya gue kelaparan ketika situasi yang ga memungkinkan buat gue untuk makan. Makanya sering gue membawa biskuit kalo gue tau akan ada kemungkinan gue kesulitan menemukan waktu makan. Kedinginan juga jarang gue temui. Biasanya gue kedinginan kalo numpang mobil saudara atau temen-temen, karena kalo di mobil gue sendiri gue bisa mengatur kapan AC dinyalain dan dimatiin. Kalo kepanasan cukup sering gue alami, berhubung Indonesia cukup panas. Emosi yang ga stabil bukan cuma sedih aja. Terlalu seneng juga bikin gue kambuh, apalagi terlalu sedih. Bahkan setiap kali gue nangis, gue selalu ngerasa kepala gue sakit banget. Dan yang terakhir kecapean. Kecapean ini hal yang sangat nyokap gue jaga, sebisa mungkin gue ga kecapean, tapi biasanya gue ga kambuh kalo menjalani suatu aktivitas yang menyenangkan buat gue, tapi besok paginya gue baru mulai kena serangan hebat. Sebagai manusia biasa emang susah menghindari semua itu. Apalagi mahasiswa yang penuh aktivitas dan tugas-tugas.

            Suatu waktu ketika gue mengerjakan Penulisan Ilmiah (PI), semacam skripsi tapi tidak sampai harus mengambil data, hanya sebatas penulisan aja dan hanya mengerjakan 3 bab, namun tetap diakhiri dengan sidang seperti skripsi, sebagai salah satu kewajiban mahasiswa di Universitas Gunadarma (Gundar) cukup membuat gue stress. Tapi syukur banget dosen pembimbing gue waktu itu, ibu Hally Weliangan, sangat mengerti keadaan gue. Beberapa kali gue kena serangan kecil saat bimbingan dengan beliau, pernah gue bilang “ga kenapa-kenapa kok bu” sampai akhirnya beliau beberapa kali nanya “kamu kenapa?” dan akhirnya gue terpaksa cerita jujur ditengah-tengah waktu bimbingan gue. Beliau mengerti gue banget dan sering bilang “kamu cepet sehat ya”. Bu Hally sangat bisa mensupport gue untuk menyelesaikan PI gue tepat waktu dan lulus sidang dengan nilai B.

            Bu Hally sangat berbeda dengan dosen pembimbing skripsi gue. Entah kenapa gue merasa takut kalo ketemu beliau. Dan penulisan skripsi gue terhambat lagi-lagi karena adanya serangan-serangan yang selalu muncul saat mengerjakan skripsi dan akhirnya terbengkalai. Entah skripsi itu bisa menjadi sebuah skripsi atau hanya menjadi angan-angan.

…

            Kesulitan gue mengerjakan skripsi membuat gue depresi sampai akhirnya pada suatu waktu gue menumpahkan itu semua dalam air mata. Suatu hari nyokap menemukan gue menangis di kamar. Dan gue bilang “ade ga bisa ma..” cuma kata-kata itu yang gue lontarkan di depan nyokap gue. Nyokap gue meluk gue dengan hangat, dan lagi-lagi gue mengatakan sesuatu yang mungkin membuat nyokap sedih “ade mau berenti aja”. Kalimat yang sesungguhnya berat gue katakan tapi gue emang udah merasa ga sanggup. Nyokap cuma bilang “ga apa-apa”. Kata-kata yang sedikit tapi sangat menenangkan hati gue. “orang yang belajar psikologi bukan berarti harus jadi psikolog. Ilmu bisa di dapet dimana aja” kata-kata nyokap yang sangat membuat gue tenang. Pelukan hangat dari nyokap yang hangat dan membuat gue merasa gue cuma butuh mama…

            Hal berbeda gue dapetin dari seseorang yang gue anggap sebagai orang yang gue cintai, Mumu. Laki-laki yang dua tahun lalu menyatakan cintanya sama gue. Memang sekarang kita udah ga sama-sama lagi. Tapi sampai terakhir gue cerita tentang kesulitan gue mengerjakan skripsi gue, kita masih menjalin komunikasi dengan baik.

            Gue bilang kalo gue udah bilang sama nyokap kalo gue mau berhenti kuliah dan berhenti meneruskan skripsi gue karena emang gue udah ga sanggup. Tapi apa yang dia lakuin?? Bukannya membesarkan hati gue, dia malah melakukan hal-hal yang buat gue down. Dia bilang “kenapa? Banyak orang pengen kuliah tapi ga bisa, kenapa kamu gitu? Bla…bla…bla….” Dan dia nulis di twitter tentang semua itu, walaupun ga menyebutkan nama gue. Satu hal yang menyakitkan buat gue. Sejak itu kita ga berkomunikasi dengan baik lagi. Dan akhirnya dia memiliki pacar baru yang menggantikan gue dihidupnya.

            Dan gue,,,memilih untuk hidup berdua dengan nyokap gue tanpa ada satu laki-laki pun yang mengisi hati gue. Ups, tentunya dengan epilepsy yang masih belum bisa pergi meninggalkan gue.

…

            Selama menjalani hidup sebagai ODE, gue ga pernah sekalipun kenal dengan seseorang yang hidup sebagai ODE, sama dengan gue. Sampai pada suatu waktu gue tau dari facebook bahwa ada seorang dosen gue, yang masih muda dan tampan yang jadi idola mahasiswi-mahasiswi ternyata adalah ODE. Gue kaget pas tau ternyata dia punya penyakit yang sama dengan gue. Gue sih ga pernah nanya langsung tentang penyakitnya, tapi dari facebooknya gue tau dia menjalani operasi untuk kesembuhannya.

            Dan suatu hari juga gue merasa menemukan titik cerah dalam hidup gue selama jadi ODE kira-kira 9 tahun. Semuanya diawali ketika gue nonton acara Kick Andy di Metro TV. Hari itu Kick Andy lagi ngebahas tentang orang-orang yang terkena penyakit skizofrenia. Dari situ gue tau ada komunitas yang mengumpulkan orang-orang skizofren. Di komunitas itu orang-orang skizofren atau keluarganya bisa saling sharing tentang diri mereka dan apa yang harus mereka lakukan.

            Gue jadi berpikir, pasti ada sebuah komunitas penderita epilepsy. Gue cari komunitas itu di facebook, dan ternyata emang ada. Satu hal yang ga pernah terpikirkan oleh gue, kenapa ga dari dulu gue cari komunitas itu. Dengan ketemunya gue dengan komunitas itu, pasti akan lebih memudahkan gue menjalani hari-hari gue. Gue juga akan merasa punya temen-temen senasib.

            Gue coba baca tentang kisah hidup beberapa orang yang punya penyakit yang sama di Komunitas Epilepsi Indonesia (KEI), cerita-cerita mereka buat gue takjub. Ternyata masih banyak orang yang merasakan apa yang gue rasakan. Banyak juga yang mereka lakukan untuk diri mereka, banyak hal. Yang bikin gue kaget, banyak juga dari mereka yang ternyata adalah bapak-bapak dan ibu-ibu. Selama ini gue ga pernah ngebayangin gimana jadinya kalo gue menikah nanti, apa ada laki-laki yang bisa menerima gue tulus ikhlas apa adanya gini? Gimana caranya gue hamil kalo gue masih sering kena serangan? Gimana kandungan gue nanti? Gimana anak gue? Gimana cara gue ngerawat keluarga gue?? Banyak banget pertanyaan-pertanyaan yang pengen gue tanyakan. Pertanyaan yang semakin lama jadi semakin nyata seiring bertambahnya umur gue. Dan ada satu pertanyaan yang sampai detik ini selalu ada dibenak gue terutama ketika gue lagi kena serangan, “kenapa musti gue??????”

…

            Semakin lama gue semakin berusaha menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan gue itu, “kenapa musti gue?”. Gue berusaha mencari jawabannya. Beberapa ODE bilang “karena kita special” jawaban itu yang pernah gue liat di grup KEI. Mungkin itu ada benernya juga. Gue percaya bahwa ini semua rencana Tuhan. Gue mendapatkan penyakit ini disaat keadaan ekonomi keluarga gue mulai jatuh. Waktu itu bokap pensiun, memang bukan tepat disaat gue mendapatkan penyakit ini. Bokap masih terus berusaha supaya keluarga gue tetep ada ditaraf ekonomi yang cukup, sempet beberapa kali bokap membuat usaha-usaha dengan temen-temennya, tapi beberapa kali juga bokap gagal dan akhirnya bangkrut. Cukup menyakitkan buat gue, tapi gue ga pernah sekalipun mengeluh tentang hal ini ke siapa pun.

            Gue mencoba mengerti bahwa Allah memiliki rencana yang tak terduga-duga. Dulu, masa kecil gue sangat berkecukupan. Apapun yang gue inginkan hampir selalu terpenuhi oleh nyokap bokap. Bahkan pernah suatu hari gue dateng ke sebuah pameran dan gue pengen mobil yang dijual di pameran itu, dan bokap membelikan mobil itu. Beli baju bisa sampai bertroli-troli. Pergi selalu pakai supir. Semua bisa gue beli.

            Tapi disisi lain, gue jarang banget ketemu bokap. Biasanya gue berangkat sekolah dan bokap masih tidur. Bokap pulang kerja disaat gue udah tidur pulas. Begitu setiap hari. Bahkan setiap weekend gue juga jarang ketemu bokap. Biasanya bokap kuliah S2, dan kalo pun lagi ga kuliah, bokap lebih seneng sama hobi ngebengkelnya. Yaa,,itulah hidup gue. Disatu sisi sangat berkecukupan, tapi disisi lain jarang banget ketemu bokap.

            Dan semua itu berakhir setelah bokap mengalami kebangkrutan. Bokap udah pensiun dan ga ada pekerjaan. Uang untuk bayar supir pun udah ga ada, alhasil bokap lah yang selalu nganter-nganter gue kemana-mana, bahkan diawal gue kuliah gue selalu dianter dan ditungguin sama bokap nyokap. Gue ngerasa nyusahin keluarga gue banget. Dengan harga obat yang cukup mahal, belum lagi biaya dokter dan periksa ini itu cukup membuat nyokap bokap kewalahan. Apalagi biaya masuk kuliah gue yang mahal. Bokap akhirnya ngejual salah satu mobil yang biasa gue pake selama sekolah.

            Menjalani hidup sebagai ODE dengan biaya yang cukup mahal sedangkan keadaan keluarga yang secara ekonomi pas-pasan bikin gue kasian banget sama keluarga gue. Emang sih kakak gue udah mulai kerja pada saat itu, tapi uang dari kakak gue ga mencukupi, karena kakak gue juga punya kebutuhan lain, apalagi sekarang dia udah berkeluarga. Dan akhirnya gue dan nyokap gue memutuskan untuk berhenti ke dokter dan tetap minum obat yang dibeli di apotik tanpa resep.

            Hidup dalam keadaan seperti ini sering membuat gue berpikir, kenapa bisa terjadi semua ini??? Sebuah keluarga yang tadinya sangat berkecukupan, tapi pada akhirnya menjadi sebuah keluarga yang hidup dengan pas-pasan dan bahkan dibantu oleh beberapa keluarga lainnya. Itulah kuasa Allah.

            Satu hal yang gue tangkep dari semua kejadian ini, Allah memiliki sebuah rencana dibalik kuasa-Nya. Dulu, dengan hidup yang sangat berkecukupan, gue jarang bisa berkumpul dengan keluarga gue karena kesibukan masing-masing, bahkan ketemu bokap gue pun jarang. Tapi sekarang, dengan hidup serba pas-pasan ini gue merasakan sebuah kehangatan keluarga yang selalu bersama. Gue, nyokap, dan bokap selalu pergi bersama-sama kemana pun kita pergi. Kakak dan ka Rani, kakak ipar gue, tinggal sama-sama bareng gue. Nenek gue juga tinggal bareng gue. Kita berenam selalu makan bareng di meja makan, kumpul rame-rame, ketawa-ketawa bareng. Hal yang dulu jarang gue dapatkan sekarang bisa gue dapatkan setiap hari.

            Dalam hidup ini emang ga ada yang sempurna. Mungkin ini saatnya gue harus menukar segala materi yang gue punya dengan sebuah kebahagiaan dan kebersamaan sebuah keluarga dan juga dengan sebuah penyakit yang sembilan tahun ini selalu bersama gue. Mensyukuri dan menerima bahwa kebahagiaan dan cobaan itu selalu datang satu paket.