Ketika usia anak mendekati usia sekolah, pertanyaan akan perlunya anak autistic sekolah akan berkembang. Hal apa saja yang perlu dipersiapkan orang tua jika memutuskan memasukkan anak autistik ke sekolah?
a. Kesiapan Anak
Untuk mengetahui kesiapan anak autistik memasuki sekolah, ada baiknya orang tua mendiskusikannya terlebih dahulu kepada psikolog yang merawat anak autistik sebelumnya. Hal ini perlu dilakukan agar orang tua tidak secara sepihak memaksakan anak autistik untuk masuk sekolah. Mintalah tes kesiapan belajar bagi anak autistik bukan sekedar tes intelegensi, karena tujuannya adalah mempersiapkan anak masuk sekolah reguler bukan sekedar mengetahui kecerdasan anak autistik saja.
Mintalah pendapat dari para terapis tentang kesiapan anak masuk sekolah, seperti misalnya: kemampuan menulis, kemampuan motorik halus anak, ketahanan anak untuk duduk tenang selama jam pelajaran, kemampuan anak mempertahankan perhatian pada pelajaran, kemampuan menyerap pengetahuan, kemampuan berbicara (menyampaikan dan mendengar pendapat), minimalisasi perilaku anak yang tidak umum, adaptasi dengan sebaya. Dan hal-hal lain terkait dengan perilaku wajar yang harus ditampilkan di kelas. Jika anak dinyatakan layak untuk mendapat layanan pendidikan di sekolah reguler mintalah surat referensi dari psikolog dan terapis yang bersangkutan untuk ditunjukkan kepada sekolah yang dituju. Surat referensi ini kemudian akan digunakan sebagai dasar pembuatan kurikulum adaptasi bagi anak autistik. Penyusunan kurikulum adaptasi atau biasa disebut PPI (Program Pembelajaran Individual) dan IEP (Individual Educational Programme) harus dilakukan dan disepakati bersama antara guru, orang tua, psikolog, manajemen sekolah, dan terapis sebagai pedoman pengajaran harian anak autistik di sekolah.
b. Kesiapan orang tua
Sebagai orang tua selain persiapan dana yang cukup—termasuk dana cadangan darurat bagi pendidikan anak autistik—orang tua perlu mempersiapkan mental saat memasukkan anak autistik di sekolah reguler. Akan banyak kejutan yang perlu disikapi secara bijaksana oleh orang tua di sekolah reguler, seperti misalnya penolakan dari orang tua anak lain ataupun bullying dari sesama siswa.
Kesiapan mental orang tua akan sangat mendukung anak dalam mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya. Keaktifan orang tua dalam membangun jejaring sosial di sekolah akan membantu anak autistik untuk berkembang secara maksimal. Hal ini berguna selain untuk mengkampanyekan keberadaan anak autistik juga untuk membangun pemahaman lingkungan bahwa anak autistik tidak perlu dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas mental anak-anak lainnya, bahkan anak-anak akan bisa belajar tentang arti kerukunan dalam keberbedaan.
Bagi orang tua yang memilih homeschooling sebagai pilihan layanan pendidikan bagi anak autistik, orang tua juga perlu mempersiapkan mental dalam menghadapi rutinitas belajar anak autistik sehari-hari. Kebosanan dan kejenuhan karena perkembangan yang lambat dari anak autistik bila dibandingkan dengan anak-anak lainnya seringkali membebani pikiran orang tua, sehingga orang tua harus selalu punya kesabaran dan cara yang kreatif untuk mengatasinya. Demikian pula bila akan menghadirkan pengajar tambahan, orang tua harus mampu bekerjasama dengan baik dengan para pengajar tersebut.
c. Kesiapan Guru Atau Pengajar
Anak autistik pasti harus belajar bersama guru di kelas. Guru yang memahami kondisi anak autistik akan lebih mudah menyampaikan pelajaran dan mengelola kelas yang di dalamnya terdapat anak autistik. Pada saat ini asih banyak guru yang belum memahami keberbedaan anak autistik dan cara penanganannya di kelas. Hal ini seringkali membuat kendala dalam pengajaran anak autistik di kelas. Oleh sebab itu, sebaiknya orang tua mempersiapkan anak autistik masuk sekolah jauh sebelum waktu pendaftaran dibuka, misalnya 3-4 bulan sebelumnya. Orang tua sebaiknya melakukan pendekatan dengan calon guru kelas sebelum anak autistik masuk sekolah. Orang tua juga wajib menyampaikan perilaku khusus anak autistik yang harus diintegrasikan saat di kelas nantinya. Kerjasama yang baik antara orang tua dan guru akan sangat
membantu anak autistik untuk belajar.
Guru pendamping (shadow teacher) juga diperlukan bagi anak autistik di tahun-tahun pertama atau bahkan selama berada di sekolah dasar. Keberadaan guru pendamping sebaiknya dipersiapkan lebih dini oleh para orang tua anak autistik untuk mendampingi anak di kelas. Guru pendamping harus mampu memediasi anak autistik untuk bersikap wajar selama jam pelajaran, senantiasa mengembalikan perhatian anak autistik pada pelajaran, membantu anak bersosialisasi dengan siswa lain di dalam dan di luar kelas, juga menjadi jembatan antara anak autistik dengan guru kelas dan orang tua.
d. Layanan pendukung
Pengasuh atau pendamping adalah hal penting juga yang harus dipersiapkan oleh orang tua. Idealnya seorang pengasuh hanya bertugas mengantar pergi dan pulang sekolah serta menyiapkan bekal yang diperlukan anak di sekolah. Namun demikian bila seorang pengasuh yang menemani anak autistik ternyata memiliki pendidikan yang cukup dan kemauan untuk belajar yang tinggi, kita bisa memintanya untuk mendampingi belajar anak misalnya dalam mengerjakan pekerjaan rumah atau belajar tambahan di rumah. Perlu diberi pemahaman bagi pengasuh bila ia mendampingi belajar anak autistik, ia tetap harus mampu secara objektif membantu anak belajar mandiri. Ia tidak boleh mengerjakan tugas anak autistik karena rasa kasihan atau sayangnya yang berlebihan. Hal ini akan membuat anak autistik tidak akan mampu mengerjakan tugas secara mandiri kelak.
Keberadaan anak autistik di sekolah sebaiknya juga mendapat perhatian dari Dinas Pendidikan setempat di mana anak autistik akan disekolahkan. Hubungi Kantor Dinas Pendidikan setempat sebelum anak autistik masuk sekolah. Mintalah saran dan perhatian dari pejabat terkait agar anak autistik juga mendapatkan legalisasi untuk bersekolah bersama anak-anak lain. Bawa juga referensi yang diberikan psikolog dan para terapis sebagai bahan pertimbangan Dinas Pendidikan untuk melegalisasi keberadaan anak autistik di sekolah. “Sekolah atau tidak sekolah?” Orang tualah yang memutuskan mana yang terbaik untuk anak-anak autistik. Keunikan, gangguan, dan masalah kesehatan anak autistik harus dipahami dan dipersiapkan penanganannya secara dini. Kesiapan anak untuk belajar di sekolah adalah dasar utama untuk memutuskan anak belajar di sekolah. Jangan memaksakan diri untuk memasukkan anak ke sekolah bila anak autistik memang belum siap belajar di kelas, apalagi bila orang tua belum siap untuk menyediakan tenaga, mental, dana, dan layanan tambahan yang diperlukan. Hal ini bukan membantu anak untuk belajar tetapi malah menjerumuskan anak untuk semakin tersiksa dengan dunia luar yang tidak nyaman. Oleh sebab itu, keputusan orang tua untuk menyekolahkan anak autistik di sekolah reguler baik secara mainstreaming ataupun inklusif harusnya dipersiapkan jauh- jauh waktu secara matang dan terencana supaya sekolah benar-benar bisa menjadi sarana belajar anak autistik yang menyenangkan bukan menyiksa
Beberapa anak autistik memiliki gangguan lainnya yang menjadi pemberat dalam kasus autistik yang dialami anak, seperti misalnya: hipersensitifitas terhadap suara, sentuhan, atau kelainan okupasi yang umum dialami oleh anak autistik. Ketahanan tubuh terhadap
penyakit juga salah satu masalah yang biasanya membebani anak autistik, yang akan
berdampak pada absensi anak autistik saat ia bersekolah.
Mari kita lihat terlebih dahulu berbagai pilihan pendidikan formal yang ditawarkan bagi anak autistik.
a. Sekolah bersegregasi
Sistem pelayanan pendidikan segregasi di Indonesia lebih dikenal dengan nama Sekolah Luar Biasa atau biasa disingkat dengan sebutan SLB. Sistem layanan pendidikan yang basisnya adalah memisahkan anak berkebutuhan khusus dari anak-anak lainnya akan memberikan dampak yang kurang memuaskan bagi anak autistik. Masalah sosialisasi yang dialami anak autistik yang cenderung menyendiri dan tidak peduli dengan lingkungannya akan semakin terpupuk bila anak bersekolah di sekolah yang berpaham segregasi atau pemisahan ini. Dalam keseharian di sekolah anak autistik akan juga meniru perilaku yang kurang tepat dari siswa berkebutuhan khusus lainnya.
b. Sekolah mainstreaming
Sistem layanan pendidikan secara mainstreaming dimaksudkan sebagai cara mencemplungkan anak autistik di sekolah reguler begitu saja. Dampak positif yang diterima anak autistik bila bersekolah secara mainstreaming adalah anak autistik secara langsung belajar dari lingkungannya bagaimana ia harus bersikap dan bertutur sesuai dengan keadaan lingkungannya. Namun demikian ada juga dampak negatif yang akan menimpa anak autistik, hal itu misalnya: kurikulum dan metode pengajaran yang kurang sesuai bagi anak autistik yang kemudian justru akan membebani anak dalam belajar.
Ketidaksiapan sarana belajar dan fasilitas pendukung yang dibutuhkan anak autistik di sekolah reguler juga akan mempengaruhi proses belajar anak di sekolah. Ketiadaan guru pendamping di awal-awal tahun dimulainya anak autistic bersekolah tidak saja membebani guru kelas yang mengajar, tetapi juga akan mempengaruhi siswa lain dan anak autistik sendiri di dalam kelas.
c. Sekolah Inklusi
Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang menerima anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak-anak biasa di kelas yang sama. Perbedaan sekolah inklusi dengan sekolah mainstreaming terletak pada kesiapan sekolah termasuk di dalamnya tenaga pengajar, kurikulum yang diadaptasi sesuai dengan kebutuhan khusus anak dan fasilitas penunjang lainnya.
Saat ini jumlah sekolah inklusi masih sedikit, padahal prinsip inklusif yang membaurkan anak-anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak-anak lainnya dalam belajar memberikan banyak keuntungan bagi anak-anak berkebutuhan khusus dan lingkungannya untuk saling beradaptasi dan bersosialisasi. Pembauran ini juga dapat meningkatkan empati dan pemahaman anak akan perbedaan yang tidak perlu menjadi penghalang dalam pergaulan.
d. Sekolah di rumah (homeschooling)
Sekolah di rumah pada prinsipnya sama saja dengan bersekolah di sekolah reguler, namun proses belajar-mengajar sebagian besar dilakukan di rumah dengan orang tua atau guru khusus sebagai pembimbing utama. Metode klasikal juga dapat dilakukan di rumah jika peserta didik cukup banyak.
Keuntungan sekolah di rumah atau biasa disebut homeschooling adalah lebih terfokusnya perhatian pengajar pada peserta didik, demikian pula sebaliknya. Bila orang tua sebagai pengajar utama cukup aktif dan kreatif mengembangkan metode pengajaran, maka pilihan layanan pendidikan ini cukup memadai bagi anak autistik.
SUMBER: Priyanto, Agustina K, S.Psi.; 2009; Sekolah Untuk Anak Autistik; http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:9WqX-FRjEAEJ:puterakembara.org/rm/SEKOLAH-UNTUK-ANAK-AUTISTIK.pdf+dampak+autisme&hl=id&gl=id&sig=AHIEtbSLTjVXzLPsVRB14zxUKs6Zjx5Dvw; 11Maret2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar