Siapa saja, tanpa memandang jenis kelamin, suku bangsa atau latar belakang sosio-ekonomi-pendidikan, bisa mengalami disleksia, namun riwayat keluarga dengan disleksia merupakan faktor risiko terpenting karena 23-65% orangtua disleksia mempunyai anak disleksia juga.
Pada awalnya anak lelaki dianggap lebih banyak menyandang disleksia, tapi penelitian – penelitian terkini menunjukan tidak ada perbedaan signifikan antara jumlah laki dan perempuan yang menglami disleksia. Namun karena sifat perangai laki-laki lebih kentara jika terdapat tingkah laku yang bermasalah, maka sepertinya kasus disleksia pada laki-laki lebih sering dikenali dibandingkan pada perempuan.
Prof. John Stein dari Universitas Oxford dan Prof. Tony Monaco dari sebuah pusat penelitian tentang gen manusia, telah menemukan tiga gen sama yang berhubungan dengan disleksia dalam sampel darah para penderita. “Penemuan ini membuktikan bahwa disleksia memang karena faktor keturunan atau bawaan,” kata Prof Stein.
Penelitian dilakukan dengan mempelajari sampel DNA (deoxyribonucleic acid atau sel inti) yang terdiri atas materi genetik berupa darah dari 90 keluarga.
Anak dengan kelainan disleksia, menurut penelitian, dilahirkan dari keluarga dengan kesulitan kronis dalam membaca atau mengeja, sekalipun intelegensi mereka cukup tinggi. Selain itu para peneliti menemukan bahwa susunan kromosom kaum disleksia berhubungan erat dengan sistem kontrol imunitas. Ini menunjukkan, para penderitanya rentan terhadap serangan dari antibodi.
Ladylovesred. 2009. Mengenal lebih dalam disleksia. http://archive.kaskus.us/thread/2664861. 15April1010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar